PENDIDIKAN SEBAGAI
PEMBENTUK
KARAKTER BANGSA(*)
Oleh : Puruhito (**)
ABSTRAK
Sehari hari kita masih dipenuhi dengan
berita tentang makin merambaknya berbagai gejala sosial yang salah : Kolusi,
Korupsi, yang menjadi “budaya se hari-hari” , tatakrama dan perilaku yang tidak
sesuai budaya yang kita yakini, maupun perilaku para pemimpin atau orang yang
kita anggap dapat memimpin kita yang menjadi panutan kita. Penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan yang berakibat panutan yang salah dan diteruskan sebagai
budaya untuk generasi penerus. Budaya yang disebutkan ini kemudian menjadi
semacam “icon” dari bangsa ini, dan tercermin sebagai “karakter bangsa”.
Tatanilai
manusia ( baca : karakter ! ) bangsa Indonesia dikatakan makin berubah kearah yang tidak
menentu : tidak mempunyai nilai-budaya lagi karena kurangnya pendidikan
“budi-pekerti” sejak awal pendidikan dasar. Evaluasi terhadap “pendidikan di Indonesia ” dikatakan oleh banyak pendapat, masih
tertinggal dibandingkan negara negara tetangga kita sesama Asia .
Ada rencana untuk maju, menambah dana untuk pendidikan dari alokasi Produk
Domestik Bruto melalui APBN (sampai sejumlah 20%), termasuk bagaimana mendidik
generasi yang akan datang. Mendidik dan memberi bantuan pendidikan, agar
generasi penerus bangsa ini lebih terdidik, lebih pandai, lebih intelek, lebih
tahu tatakrama dan bagaimana melaksanakan kewajiban bernegara dan berbangsa
tersebut. Lebih tanggap dan mantap akan arti bangsa Indonesia yang merdeka dan
berdaulat. Tidak lagi dijajah orang lain, dari segi dan bentuk apapun juga.
Juga termasuk tidak mau lagi diatur oleh orang lain, sesuai dengan kalimat pada
Mukkadimah UUD-45 lagi : “bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa......”
Kesemuanya,
sebagai pembentuk karakter bangsa ada ditangan dunia pendidikan, dimana para
guru mendidik anak anak bangsa ini.
____________________________________________________________________________________
(*) Disampaikan
pada Rapat Kerja Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (RAKERPIMKOP7) KOPERTIS-VII tanggal 9-10 Maret 2011, Batu-Malang, sebagai bahan
pembekalan
(**) Gurubesar Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Anggota Majelis Pendidikan Tinggi, Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Rep.Indonesia
PENDAHULUAN
Karakter bangsa adalah kualitas jati diri bangsa yang
membedakannya dengan bangsa lain.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat heterogen, yang masih dalam
tahap belajar untuk berdemokrasi. Karakter bangsa selayaknya bersumber pada
nilai-nilai dan simbol kebangsaan yang kita miliki (1) . Hal
ini didasarkan pada fakta bahwa bangsa Indonesia adalah “bangsa yang besar”
seperti yang sering kita dengan dan kita dengungkan dalam berbagai kesempatan.
Fakta tersebut memang berdasarkan pada kenyataan, bahwa Indonesia adalah negara
berpenduduk terbesar ke-lima didunia (setelah Cina, India, Rusia, Amerika
Serikat) dan sejak tahun 1999
kita telah diklaim sebagai negara demokratis terbesar ketiga sesudah India dan
Amerika Serikat. Selain
itu, Indonesia adalah merupakan percontohan Negara Islam terbesar di dunia yang
demokratis.
Suasana toleransi dan saling menghargai antar umat
beragama sangat tinggi. Dapat dikatakan bahwa 90 persen dari jumlah penduduk
Indonesia yang totalnya sebanyak 230,6 juta jiwa adalah muslim (1) . Jumlah penduduk yang
besar dapat merupakan potensi,
sekaligus hambatan. Apabila penduduknya berkualitas semua maka bangsa tersebut
jaya, meskipun tidak selalu menjadi negara yang “adidaya” tetapi merupakan
bangsa yang mempunyai “karakter”.
Bangsa Indonesia juga dikenal sebagai
bangsa dimana terdapat sifat “gotong royong” – saling membantu, dan hal ini
memang tidak terdapat istilah yang setara dengan kata “gotong royong” dalam
kosakata bahasa lain. Akan tetapi dalam kurun waktu kemajuan zaman dan pengarug
global, sifat “gotong-royong” makin pudar dan diganti dengan sifat sifat
“individualistik” serta “arogansi pribadi”. Apakah yang menyebabkan terjadinya
perubahan “karakter bangsa” ini sehingga pada saat ini (tahun 2011) sering
didengar bahwa bangsa Indonesia telah kehilangan karakater bangsa nya ? Memang
banyak hal-hal yang mewarnai “karakter” ini bila kita cermati berbagai hal yang
terkait budaya (“culture”) ataupun faktor faktor sosial lainnya maupun
terkait faktor ekonomi bangsa.
Untuk itu, maka
adalah tepat adanya “FORUM PEMULIHAN JATIDIRI BANGSA” atau “PELESTARIAN
KARAKTER BANGSA” dapat diselenggarakan melalui pendidikan dan pengajaran di
lingkungan institusi pendidikan Indonesia disemua strata agar dapat diperoleh
manfaat mengembalikan martabat bangsa. Strategi umum pembangunan
sdm berkualitas dalam penegakan kepribadian, penegasan kemandirian bangsa
menjalin sinergi kebangkitan bangsa harus dicapai melalui pendidikan . Disamping melalui pendidikan formal oleh institusi
pendidikan, pembangunan sumber daya manusia juga dapat dilaksanakan secara non
formal. Disinilah peran pembinaan kesadaran bela negara kepada setiap warga
juga menjadi semakin penting dilakukan melalui berbagai upaya internalisasi
guna membangun karakter dan perkuatan jati diri bangsa, sehingga mampu mengaplikasikan
nilai-nilai bela negara ke semua aspek kehidupan. (2) Dalam
mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki intelektualitas baik,
pendidikan diperlukan agar sebuah bangsa dapat memiliki karakter dan jati
dirinya, yaitu jatidiri ke-Indonesiaan,
sehingga tercipta generasi penerus yang mampu mewujudkan bangsa dan negara ini
menjadi negara yang maju, mandiri dan bermartabat. Karena inilah yang merupakan
kekuatan pertahanan (soft power) bagi bangsa dan negara
dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan ancaman di era global. Derasnya
arus informasi era global ini, tidak berarti suatu bangsa harus kehilangan
kepribadian atau jati diri, akan tetapi justru pada era inilah sebuah bangsa
harus mampu menunjukkan jati dirinya. Karena, bangsa yang malang akan
kehilangan jati dirinya dan niscaya akan menjadi budak bangsa lain. Ia akan terpinggirkan dari peradaban sejarah dan
selanjutnya bangsa itu akan punah. Akibat dari fenomena tersebut adalah
terjadinya kemerosotan ( ”dekadensi”) moral dan etika, yang akan mewarnai
perubahan karakter bangsa. Selanjutnya, Akibat dari
kemerosotan ini adalah kehidupan bangsa mengalami
sejumlah paradoks luar biasa: kita menikmati kebebasan dan demokrasi tetapi
kita kehilangan identitas bersama. Kita mengalami kemanjuan pesat dalam
pembangunan infrastruktur politik namun padas yang sama dasar-dasar kebersamaan
sebagai bangsa jutsru semakin menipis, konflik
kedaerahan, etnis dan agama meningkat dan tuntutan
keadilan masih muncul di mana-mana. Reformasi kita
rupanya sekaligus dibarengi dengan absenya pandangan
kebangsaan (3) .
PENDIDIKAN KARAKTER
Kebersamaan
dan asas kekeluargaan (mutualism and brotherhood, atau ukhuwah) merupakan tuntutan
paradigmatik, menjadi titik-tolak dan tuntunan hidup untuk melaksanakan dan mewujudkan
misi-misi nasional kita, tugas nasional kita adalah "...Melindungi segenap
bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa...". (op.cit (4))
. Krisis ekonomi akan membawa kemelaratan dan bertambahnya kemiskinan, yang
menyebabkan pula perubahan tatanilai dan moral suatu bangsa. Peranan pendidikan
akan dapat mempengaruhi kokohnya keimanan dan secara tidak langsung juga
moralitas dan karakter bangsa. Sistem ekonomi “kapitalistik” yang menjadi dasar dan
bukan sistem ekonomi “kebersamaan” menjadikan salah satu sebab “keterpurukan
ekonomi Indonesia” : banyak hutang, tidak mampu bayar hutang, terus minta
hutang, dalam sebuah alam tanah air yang makmur sumberdaya dan makmur
sumberalam. Analisis
dari berbagai kejadian di negara dan bangsa ini dalam kancah internasional,
serta bagaimana peran perguruan tinggi dalam menghadapi globalisasi dengan
segala hiruk pikuk fenomena fenomena pada saat ini yang nampak dimata kita,
mengharuskan kita memang melakukan “upaya pemulihan”, serta dapat menyatukan
pendapat dengan konsep yang jelas akan kebutuhan nasional bangsa Indonesia (5) .
Perlu disadari bahwa definisi pembangunan humanistik yang mulia
adalah bahwa development is an expansion of
people's capabilities and creativity, pembangunan
adalah perluasan kemampuan dan kreativitas
rakyat, sebagaimana ditegaskan oleh Nobel Laureate Amartya Sen
(Sen, 1999). Pembangunan adalah perihal meningkatkan human capital (Hatta, 1967), yang kemudian secara keseluruhan membentukkan social capital
bangsa, bahwa pembangunan haruslah
berawal dari human investment agar bisa dengan lebih baik mengelola modal natural resources dan modal financial sebagai tuntutan riil dan empirik (4, 5) . Hal inilah yang
diperlukan bagi peranan pendidikan dalam membangun karakter bangsa, karena
sumberdaya manusia inilah yang menjadi modal suatu bangsa untuk dapat terus
maju dalam kancah persaingan global. Karakter ini akan membawa kekuatan menawar
(“bargaining power”) sebagai ciri martabat bangsa yang akan mampu
menjadi sisi yang berani menawar, bukan menjadi bagian yang dilecehkan .
Adanya kesan bahwa Indonesia
menjadi “negara paling korup” menjadikan kita sering merasa sebagai bangsa yang
termarjinalkan, yang menjadikan kita merasa “risi” dalam percaturan kehidupan
internasional (6) . Budaya adiluhung yang paling minimal, yang
harus
diemban oleh kaum intelektual umumnya, seperti berlaku jujur, berpegang teguh
pada kebenaran, mencintai
tanah air, patriotik dan melindungi segenap anak bangsa, sudah semakin tipis
dalam percaturan kehidupan
berbangsa, bernegara serta dalam berwacana akademik. Oleh karena itu
korupsi pun menjadi-jadi makin marak, baik korupsi materi, korupsi waktu, korupsi kekuasaan, korupsi
ideologis dan bahkan korupsi
akademik (6) . Apabila pendidikan nasional kita masih lemah dan tidak selamanya bisa mencukupi
dan mumpuni, kepada pundak siapa lagi tugas nation and character building dan pengukuhan
kebhinneka-tunggalikaan kita taruh harapan ? Solusi untuk hal ini adalah :
1. Pendidikan karakter
bangsa harus segera dilaksanakan disemua jenjang pendidikan dari tingkat PAUD
sampai pendidikan tinggi yang diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran/
mata kuliah. Pendidikan karakter bangsa menjadi tanggung jawab setiap guru atau
dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran, baik kurikuler maupun ekstra
kurikuler dengan melalui keteladanan baik dalam bersikap, berprilaku, maupun
berbahasa. Pendidikan karakter di tingkat PAUD dan pendidikan dasar memegang
peranan penting, karena merupakan pondasi dasar untuk penanaman keimanan,
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur/ akhlakul
karimah.
2. Pendidikan karakter
bangsa harus dimulai dari pendidikan dalam keluarga, sekolah/ kampus/
pesantren, dan masyarakat. Pendidikan karakter di lingkungan dan masyarakat
sangat penting dan sangat membantu dan menentukan keberhasilan pendidikan
karakter di sekolah/ kampus (7)
.
PENGEMBANGAN KARAKTER BANGSA
Yang diharapkan adalah bangsa Indonesia yang memiliki
SDM-cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, Pancasilais, rela
berkoban, memiliki kemampuan untuk dapat mampu menjaga :
- Ketahanan bangsa yang
diperlukan menghadapi ancaman Nasional di Era Globalisasi
- Kualitas SDM
(Agamis-Nasionalis) yang dibutuhkan NKRI yang sedang mengalami
“perkembangan” peradaban dan memiliki jatidiri dan moral
religius tangguh
- Kebersamaan,
menjunjung tinggi azas keadilan & kesetaraan, memegang komitmen,
konsisten penuh tanggung jawab
- Mengutamakan
kepentingan nusa dan bangsa, berpandangan luas ke depan dan peka terhadap
kondisi dan situasi dengan menghargai waktu, bijaksana dan santun dalam
bertindak serta keterbukaan yang berkepribadian (1) .
Yang kita saksikan
sehari hari misalnya, siaran-siaran televisi kita pelit dengan acara yang
mendorong produktivitas, kreativitas dan inovasi. Di Indonesia
televisi selalu menayangkan “belilah dan makanlah”. Sebaliknya di Korea
televisi mengajarkan cara menanam pohon yang baik, jadi mengajarkan untuk lebih
produktif. Hampir tak ada di televisi kita yang mendidik dan memberi penerangan tentang mengolah
bumi, air dan kekayaan alam dalam
paket-paket serial, bagaimana mengajari masyarakat pemirsa untuk memelihara,
tidak mencemari dan merusak tanah air kita. Sebenarnya kepada televisi kita ditaruh harapan bangsa ini untuk berperan
sebagai “agent of modernization, agent of
expansion of people's capability
and creativity“. Dengan kata lain, di samping sebagai hiburan
dan sumber pemberitaan umum, kepada televisi diharap berperan
sebagai “, agent of enlightenment and empowerment “
bagi bangsa ini ke arah terbentuknya budaya entrepreneurial, yaitu bekerja keras, beretos kerja produktif
untuk mengawali suatu transformasi budaya ke arah kedepan dan kemajuan (7) .
Kondisi
bangsa kita memang “sedang sakit”, banyak pemberitaan yang tidak seimbang,
banyak berita terkait kejadian yang saling menghujat, membuka aib, saling
menyalahkan, adanya tawuran, merebaknya Korupsi Kolusi Nepotisme, saling
menyakiti, saling mencurigai dan lain-lain “dekadensi moral” telah merebak ke
berbagai strata masyarakat. Oleh karena itu moral bangsa kita perlu ditata
kembali, agar menuju ke arah “bangsa yang berbudaya” (8) .
Di
Perguruan Tinggi, Pendidikan S-2, apalagi
S-3 di Indonesia, khusus-nya bidang ilmu-ilmu sosial , dengan kurikulum dan silabus jauh dari tuntutan kemutahiran
dan kecanggihan, tidak jarang silabusnya hanyalah sekadar pernak-pernik ceramah
tamu, serba sederhana dengan para dosen
penceramahnya yang kurang memiliki
kompetensi intelektual yang patut dibanggakan.
Namun mereka mudah berani melahirkan lulusan-lulusan
penyandang mediokritas akademis-ilmiah. Bangsa dilumpuhkan oleh
Kurikulum pendidikan, dimana para siswa
secara tidak langsung diarahkan untuk mempelajari mata pelajaran tertentu
(matematika, bhs inggris, IPA) sehingga pengetahuannya tentang bangsa sendiri
(geografis, sosial, budaya,sejarah) sangat minim. Nasionalisme dilumpuhkan dan
dibuang, demi terciptanya “Negara tanpa Batas” yang fiktif. Krisis ekonomi
sekarang ini terjadi juga krn adanya krisis budaya yg tidak mampu menggerakkan
bangsa ini untuk menjadi bangsa yg mandiri. Oleh karena itu perlunya disusun
strategi budaya untuk mengatasi masalah sosial kultural bangsa Indonesia.
Masalah SDM sebagai kunci dari keberhasilan pembangunan perlu ditumbuhkan SDM
yang beretos kerja ”virtue” berkarya
terbaik dengan kerjakeras, disiplin, mandiri, kreatif, inovatif, berkeimanan
yang tinggi dan nasionalis (9)
.
Adapaun ciri2 negatif penghambat kemajuan karakter bangsa
dari segi kajian ekonomis adalah antara lain :
1. SDM
masih malas, senang menikmati libur-libur panjang, manusia yang malas bukan
lagi merupakan mitos tetapi sudah menjadi kenyataan
2. Bangsa
masih tetap “boros”, contoh konkrit
: Masyarakat banyak yg terkena Syndrome kepapa’an/kemiskinan karena terlalu
lama menderita, akibatnya sering berhutang untuk menutupi kebutuhannya. Change and Progress itu yang sebenarnya
kita butuhkan
3. Bangsa Kuli yang mudah
tunduk pada bangsa lain. Pada masa orde baru, presiden Suharto diteror oleh
para ekonom yang menghendaki dibukanya pasar bebas (paham liberalisme).Yang
membuka kesempatan bagi para investor asing untuk mengembangkan seluas2-nya
bisnis di Indonesia. Efek negatif yang muncul bangsa kita semakin tertindas
secara ekonomis oleh bangsa lain
PENGARUH GLOBALISASI
PADA KARAKTER BANGSA
Saat ini, diera
awal abad ke 21, Bangsa Indonesia diterpa issue terancam cerai-berai
(disintegrasi) dalam berbagai aspek sosial, budaya, etnik, pendapat, partai,
golongan, dan sebagainya, dan sebagainya. Tercerai berai, terpisah terkotak
kotak ataupun kemudian menjadi mudah kembali dijajah dalam arti lain.
Penjajahan dalam konteks globalisasi, oleh negara adi-kuasa /
adi-jaya, yang merambah di Indonesia ke ranah ekonomi, aspek politik,
aspek budaya, dalam rangka mensukseskan “program globalisasi” nya. Adanya
kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi menyebabkan terjadinya ”negara tanpa
batas” yang memungkinkan arus informasi serta hubungan antar manusia melalui
dunia maya yang dapat merubah ”ciri” atau karakter suatu bangsa, apabila bangsa
tersebut tidak terdidik secara baik dalam penguatan karakternya. Pendidikan
memang harus dapat membangun karakter bangsa, sehingga tidak mudah tercabik
cabik oleh arus budaya asing yang dapat merubah struktur tatanilai.
Globalisasi
telah menyebabkan bangsa Indonesia mulai “kehilangan jatidiri” nya atau secara
umum “kehilangan karakter bangsa”. Sehingga
sangat mudah dipengaruhi dan diombang-ambingkan oleh paham-paham asing yang
belum tentu cocok diterapkan di Indonesia .
Fenomena2 ini justru banyak berkembang di kalangan Intelektualitas perguruan
tinggi. Hilangnya semangat Nasionalisme, juga semangat menghormati hak-hak
kemanusiaan yang mulai luntur. Kita terima saja pendapat menarik dari Thomas Friedman
(Friedman, 2006) tentang pembagian 3 tahap globalisasi sebagai
berikut (6) :
Globalisasi pertama, sebagaimana
dikemukakannya, berawal dari tahun 1492 (takala Columbus berlayar ke benua Amerika dan
meyakinkan bahwa dunia adalah bulat) sampai tahun 1800. Globalisasi pertama
ini adalah tentang kekuatan otot (muscle), wind power, horse power, dan steam power sebagai the key agent of change dan the power of integration.
Globalisasi
kedua dari
tahun 1800 sampai tahun 2000,
di masa mana multinational
corporations sebagai the key agent of change, dengan
difusi telegram, telepon, PC, satelit,
fiber-optic cable, World-Wide-Web yang membuat dunia menjadi flat (tidak lagi round).
Globalisasi
ketiga yang
diawali milenium baru tahun 2000 ke atas, bukan saja tentang bagaimana dunia telah shrinking, tetapi
juga telah flattening
serta bagaimana globalisasi ini
telah empowering individuals dan businesses. Globalisasi
ketiga ini
berbeda dengan globalisasi pertama dan kedua yang penggeraknya
adalah individuals dan businesses Amerika dan Eropa. Namun globalisasi ketiga
digerakkan pula oleh individuals dan businesses
yang non-Western dan
non-White. (artinya bangsa Asia ), dan disinilah karakter bangsa diuji kepatuhan dan
kedisiplinannya.
KESIMPULAN dan RINGKASAN (6,7,8) :
1. Sangat
penting memasukkan Pendidikan karakter dan dapat
disisipkan atau diintegrasikan ke dalam setiap mata kuliah, khususnya bagi para
mahasiswa. Namun demikian, berdasarkan pengalaman, kalau hanya sisipan, tidak
ada kewajiban maka akan menjadi sangatlah rentan dan lamban, bahkan menjadi
kegagalan untuk mewujudkannya. Oleh karena itu perlu kebijakan sebagai gerakan
nasional untuk mewajibkan para dosen mengimplementasikannya dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), khususnya Kelompok matakuliah pengembangan kepribadian (MPK).
2. Terkait
dengan pendidikan karakter bangsa ataupun pendidikan “budi pekerti” tersebut
butir (1) sangatlah berbeda untuk mendidik siswa dibandingkan dengan mahasiswa.
Apalagi untuk pendidikan dasar khususnya SD dan untuk PAUD, maka secara
khusus justru perlu panduan yang dibuat oleh tim Ahli pendidikan, atau ikut
campurnya pemerintah dalam mengatur hal tersebut sebagai mata ajaran tersendiri
dalam kurikulum pendidikan dasar. Jangan hanya dirumuskan dalam kalimat
“terintegrasi dalam kurikulum”. Dengan adanya dasar-dasar nilai yang jelas dan
tertanamkan sejak dini, insyaAllah ke depan akan memperkuat dan mempercepat
pembentukan insan kamil di negeri Indonesia . Apalagi di era global
sudah ada pendidikan “kepribadian” ala Barat masuk negeri kita.
3. “FORUM PEMULIHAN JATIDIRI BANGSA” atau “PELESTARIAN
KARAKTER BANGSA” dapat diselenggarakan melalui pendidikan dan pengajaran di
lingkungan institusi pendidikan Indonesia disemua strata agar dapat diperoleh
manfaat mengembalikan martabat bangsa.
RUJUKAN PUSTAKA
1.
Gunawan Sumodiningrat, Strategi Umum Pembangunan Karakter Bangsa, Konferensi Guru Besar II di Surabaya 04 Maret 2009, di : BUKU-KGB-2, AUP,
2011
2.
Budi Susilo Soepandji, Strategi umum pembangunan sdm berkualitas dalam penegakan kepribadian,
penegasan kemandirian bangsa menjalin sinergi kebangkitan bangsa melalui
kristalisasi partai politik,Keynote adress, KGB-II, Surabaya, 2010
3.
Bungaran Saragih,
4.
Swasono,
Sri-Edi,
"Menari Atas Kendang Orang Lain", Sinar Harapan, 23 September 1994.
5.
Swasono, Sri-Edi, et al (eds.), Sekitar Kemiskinan dan Keadilan (Jakarta: Ul-Press, 1987).
6.
– ibid --- : Kelengahan
Kultural dalam Pemikiran Ekonomi ... KGB-III, Manado, Januarin 2011
7.
Diskusi Kelompok, Konferensi Gurubesar ke-III, Manado, 2011
8.
AKI PBB Sabar , Masukan, Kopertis VII Jatim, ---
ibid ----
9.
Puruhito, Jatidiri dan Karakter
Bangsa, sambutan pada pengarahan
Forum Jatidiri Bangsa, 2008
∯∯∯∯∑∑∑∑∯∯∯∯
Tidak ada komentar:
Posting Komentar