HADITS PALSU SEPUTAR RAMADHAN
AFFANOER JENTREK ROJOIMO
Bulan Ramadhan tinggal lima hari lagi. Kaum muslimin pun banyak yang sudah berbenah untuk menyambut kedatangan bulan yang penuh berkah ini. Ada yang sudah warming up dengan melaksakan puasa sunnah sejak bulan Rajab. Ada pula yang mulai membiasakan bersedekah dan sholat malam. Tetapi ada pula yang hanya “sekedar” membersihkan atau mengecat ulang masjid dan rumah-rumah mereka. Adapun bagi para muballigh sudah pasti akan mempersiapkan diri dengan membaca kembali buku-buku tentang puasa dan keutamaan bulan Ramadhan. Diantaranya dengan menghafal hadits-hadits yang berkenaan dengan bulan tersebut.
Akan tetapi diantara hadits-hadits yang beredar pada bulan tersebut ternyata tidak semua bisa dipertanggungjawabkan keshahihannya. Ada beberapa hadits yang diragukan, bahkan ada pula yang tidak diketahui darimana asalnya. Namun anehnya hadits-hadits tersebut sangat akrab di telinga kaum muslimin di setiap Ramadhan. Tulisan ini akan mengupas hadits apa saja yang bukan berasal dari Nabi alias hadits palsu.
Hadits pertama:
مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرَانِ
“Barangsiapa senang dengan masuknya (datangnya) bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya bagi neraka.”
Takhrij:
Dalam software al-maktabah al-syamilah saya tidak menemukan hadits ini dalam kitab-kitab hadits manapun. Dari segi matan juga bisa dilihat bahwa hadits ini termasuk hadits palsu karena adanya imbalan pahala yang luarbiasa (diharamkan dari api neraka) untuk amalan yang sangat ringan (hanya senang dengan datangnya Ramadhan).
Dalam istilah ilmu hadits dikenal istilah la yu’rafu lahu ashlun atau la ashla lahu (tidak diketahui sumber asalnya) dan hadits ini termasuk ke dalam kategori ini.
Hadits kedua:
الْجَنَّةُ مُشْتَاقَةٌ إِلَى أَرْبَعَةِ نَفَرٍ: تَالِيْ اْلقُرْآنِ، وَحَافِظِ اللِّسَانِ وَمُطْعِمِ الْجِيْعَانِ وَ الصَّائِمِيْنَ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ
“Surga itu rindu kepada empat golongan, yaitu pembaca al-Qur’an, penjaga lisan, pemberi makan orang yang kelaparan dan orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan.”
Takhrij:
Sama dengan “hadits” pertama, “hadits” dengan redaksi seperti ini tidak saya temukan di al-maktabah al-syamilah. “Hadits” ini kemungkinan adalah cerita dari tukang pembuat cerita karena dimuat dalam buku Raunaq al-Majalis yang notabene adalah buku yang berisi tentang hikayat atau dongeng. Akan tetapi keempat golongan yang disebutkan di atas adalah benar-benar ahli surga meskipun kita tidak tahu apakah surga rindu kepada mereka atau tidak. Jadi hadits ini adalah hadits palsu.
Hadits ketiga:
إِذَا كَانَ آخِرُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ بَكَتْ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ وَالْمَلاَئِكَةُ مُصِيْبَةٌ ِلأُمَّةِ مُحَمَّدٍ r، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ مُصِيْبَةٍ هِيَ؟ قَالَ r: ذِهَابُ رَمَضَانَ فَإِنَّ الدَّعَوَاتِ فِيْهِ مُسْتَجَابَةٌ، وَالصَّدَقَاتُ مَقْبُوْلَةٌ وَالْحَسَنَاتِ مُضَاعَفَةٌ، وَاْلعَذَابَ مَدْفُوْعٌ
“Jika tiba akhir malam bulan Ramadhan, maka langit, bumi dan malaikat menangisi musibah yang menimpa umat Muhammad SAW. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, musibah apakah itu? Beliau menjawab: Perginya bulan Ramadhan, karena sesungguhnya do’a-do’a pada bulan ini dikabulkan, sedekah-sedekah diterima, kebaikan-kebaikan dilipatgandakan dan siksa ditolak.”
Takhrij:
Sebagaimana dua “hadits” di atas, redaksi “hadits” seperti ini juga tidak saya temukan dalam al-maktabah al-syamilah. Sehingga “hadits” ini termasuk ke dalam kategori hadits palsu karena tidak diketahui sumbernya.
Hadits keempat:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ اْلكِرَامَ اْلكَاتِبِيْنَ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ أَنْ يَكْتُبُوْا الْحَسَنَاتِ ِلأُمَّةِ مُحَمَّدٍ r وَلاَ يَكْتُبُوْا عَلَيْهِمُ السَّيِّئَاتِ وَيُذْهِبُ عَنْهُمْ ذُنُوْبَهُمُ الْمَاضِيَةَ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menyuruh para malaikat pencatat amal di bulan Ramadhan agar mereka mencatat kebaikan-kebaikan umat Muhammad dan tidak mencatat keburukan-keburukan mereka serta menghilangkan dosa-dosa mereka yang telah lalu.”
Takhrij:
Sama dengan “hadits” sebelumnya, “hadits” dengan redaksi seperti ini juga tidak saya temukan di dalam al-maktabah al-syamilah. Sehingga “hadits” ini termasuk ke dalam kategori hadits palsu karena tidak diketahui sumbernya.
Hadits kelima:
لَوْ تَعْلَمُ أُمَّتِيْ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَّنَوْا أَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ كُلُّهَا رَمَضَانَ
“Seandainya umatku mengetahui apa (pahala) yang ada pada bulan Ramadhan, pastilah mereka mengharapkan agar sepanjang tahun adalah Ramadhan.”
Takhrij:
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam al-Shahih, Abu Ya’la dalam al-Musnad, al-Asbahani dalam al-Targhib, semuanya melalui Jarir ibn Ayyub dari al-Sya’bi dari Nafi’ ibn Buraidah dari Ibn Mas’ud. Ibn Khhuzaimah juga meriwayatkan dari sahabat Abu Mas’ud al-Ghaffari, akan tetapi beliau meriwayatkannya melalui Jarir ibn Ayyub. Al-Baihaqi dalam al-Syu’ab meriwayatkan hadits ini melalui thariq (jalur) Ibn Khuzaimah ini. Al-Thabarani juga meriwayatkan hadits ini dari Abu Mas’ud al-Ghaffari dalam sanadnya terdapat al-Misbah ibn Yastam, seorang yang dha’if menurut al-Haitsami.
Hadits ini dihukumi palsu oleh Ibn Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dengan alas an bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat perawi yang dituduh pendusta, yaitu Jarir ibn Ayyub. Akan tetapi al-Suyuti dalam kitab al-La’ali menolak hukum ini dengan mengatakan bahwa hadits ini juga diriwayatkan melalui jalan lain tanpa melalui Jarir yaitu dari sahabat Abu Syarik alGhaffari. Namun al-Syaukani dalam kitab al-Fawa’id menolak bantahan al-Suyuti dan tetap menguatkan pandangan Ibn al-Jauzi, yaitu palsu. Beliau berkata: Sesungguhnya hadits yang palsu itu tidak akan keluar dari kedudukannya yang palsu meski perawi-perawi meriwayatkannya. Alasan kedua beliau adalah ciri-ciri hadits palsu nampak jelas pada hadits ini.
Demikian lima hadits diantara sekian hadits seputar ramadhan yang sama sekali tidak diketahui sumbernya darimana. Sebenarnya ada beberapa hadits lain yang palsu akan tetapi karena keterbatasan tempat maka saya hanya menampilkan lima hadits saja. Barangkali pada lain kesempatan hadits-hadits tersebut dapat saya utarakan.
Setelah kita mengetahui derajat hadits-hadits di atas sudah semestinya kita tidak lagi memakainya sebagai hujjah dan tidak menyampaikannya lagi di pengajian atau majlis taklim. Meskipun arti dan kandungannya baik tetapi kita tidak bisa mengatakan ini berasal dari Nabi. Karena itu artinya kita telah berbohong atas nama Nabi. Mengapa untuk berdakwah kita mesti berbohong? Mengapa untuk mengajak orang kepada kebaikan mesti dengan ketidakjujuran? Bukankah masih banyak hadits lain yang sudah jelas shahih? Rasulullah sangat mengancam orang yang berbohong atas nama nabi:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
“Barangsiapa yang berbohong atas namaku maka hendaklah ia menempati tempatnya di neraka”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar