·
Asuhan Keperawatan dan Asuhan Kebidanan
· AFFANOER
·
Infeksi
yang menyertai Kehamilan dan Persalinan Pada Ibu Hamil
1.SYPHILIS
Infeksi syphilis (lues) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang
sudah lama maupun yang baru diderita oleh ibu dapat ditularkan kepada janin.
Syphilis kongenita merupakan bentuk penyakit syphilis yang terberat. Infeksi
pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan, dengan derajat risiko
infeksi yang tergantung jumlah spiroketa (treponema) di dalam darah ibu.
·
Sudah
diketahui secara umum bahwa syphilis mempunyai pengaruh buruk pada janin: dapat
menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus. Dalam hal
demikian dapat dijumpai gejala-gejala syphilis kongenita, diantaranya pemfigus
syfilitikus, deskwamasi pada telapak kaki dan tangan, serta rhagade di
kanan-kiri mulut. Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik.
·
Syphilis
harus diobati segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang tuanya
kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik
prognosis bagi janin. Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25%
akan menjadi syphilis sekunder dalam waktu 4 tahun.
Sebelum zaman antibiotika, syphilis diobati dengan neoarsphenamine (Salvarsan) dan bismuth. Sekarang pengobatan syphilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicillin, dan apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
Sebelum zaman antibiotika, syphilis diobati dengan neoarsphenamine (Salvarsan) dan bismuth. Sekarang pengobatan syphilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicillin, dan apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
·
Untuk
syphilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun) dianjurkan
mendapat Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik
(separuh di kanan dan separuh di kiri). Untuk syphilis lama (late syphilis)
diperlukan dosis yang lebih tinggi: 7,2 juta satuan (total) dibagi dalam 3
dosis masing-masing 2,4 juta satuam IM perminggu dalam 3 minggu.
·
Dosis
tunggal penicilline di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi janin dari
penderitaan syphilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama
setelah pengobatan biasanya tidak disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi
karena pengobatan terlambat diberikan. Suami juga harus diperiksa darahnya dan
bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali pusat juga diperiksa. Follow up
bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan sehingga bila perlu
pengobatan ulang dapat segera diberikan.
·
Untuk
lues kongenita pada neonatus dianjurkan pengobatan sebagai nerikut:
100.000-150.000 satuan/kg BB aquaeous crystalline penicilline G perhari
(diberikan 50.000 satuan/kg BB secara IV setiap 8-12 jam) atau 50.000 satuan/kg
BB Procain penicillin perhari diberikan 1x IM selama 10-14 hari.
Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
·
2.VARICELLA
(CACAR AIR/CHICKEN POX)
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus. Disangka bahwa telah terjadi penularan intra uterin apabila gelambung-gelambung timbul dalam 10 hari setelah kelahiran. Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari ibu yang menderita cacar air dalam masa hamil.
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus. Disangka bahwa telah terjadi penularan intra uterin apabila gelambung-gelambung timbul dalam 10 hari setelah kelahiran. Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari ibu yang menderita cacar air dalam masa hamil.
·
3.INFEKSI
TRAKTUS URINARIUS
Infeksi saluran kencingnadalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai salran bawah yang menyebabkan sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga mengakibatkan pielonefritis.
Organisme yang emnyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal perineum. Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur escherichia coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya. Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak meningkatkan faktor0faktor virulensi ini, stasis air kemih tampaknya menyebabkan hal itu, dan bersam dengan revluksvesikoureter, stasis mempermudah timbulnya gejala infeksi saluran kemih bagian atas.
Overdistsnsi yang disertai kateterisasi untuk mengeluarkan iar kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
Infeksi saluran kencingnadalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai salran bawah yang menyebabkan sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga mengakibatkan pielonefritis.
Organisme yang emnyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal perineum. Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur escherichia coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya. Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak meningkatkan faktor0faktor virulensi ini, stasis air kemih tampaknya menyebabkan hal itu, dan bersam dengan revluksvesikoureter, stasis mempermudah timbulnya gejala infeksi saluran kemih bagian atas.
Overdistsnsi yang disertai kateterisasi untuk mengeluarkan iar kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
·
a.Bakteriuria
Asimtomatik
kondisi ini mengacu pada perkembangan bakteri yang terus-menerus secara aktif di dalamsaluran kemih tampa menimbulkan gejala. Insiden selama kehamilan bergantung pada paritas, ras dan status social ekonomi
bakteri uria biasanya sudah ada pada saat kunjungan pra natal I dan setelah biakan urin awal yang negatif, wanita yang mengalami infeksi saluran kemih jumlahnya 1 % atau kurang.
kondisi ini mengacu pada perkembangan bakteri yang terus-menerus secara aktif di dalamsaluran kemih tampa menimbulkan gejala. Insiden selama kehamilan bergantung pada paritas, ras dan status social ekonomi
bakteri uria biasanya sudah ada pada saat kunjungan pra natal I dan setelah biakan urin awal yang negatif, wanita yang mengalami infeksi saluran kemih jumlahnya 1 % atau kurang.
·
Makna
Apabila bakteri uriaasimtomatik tidak diobati sekitar 25 % pasien akan mengalami infeksi simtomatik akut selam kehamilan tersebut. Eradikasi bakteri uria dengan anti mikroba telah dibuktikan dapat mencegah sebagian besar infeksi klinis tersebut. Pada beberapa penelitian, bakteri uria yang tersamar dilaporkan menyebabkan sejumlah efek merugikan pada kehamilan. P-ada penelitian-penelitian awal oleh kass (1962), insiden kelahiran preterm dan mortalitas prenatal meningkat pada wanita dengan bakteri uria yang mendapat plasedo dibandingkan dengan yang mendapat terapi. Dari bukti-bukti yang sekarang ada kecil kemungkinan bahwa bakteri uria asimtomatik merupakan factor utama untuk bayi pre term atau BBLR.
Apabila bakteri uriaasimtomatik tidak diobati sekitar 25 % pasien akan mengalami infeksi simtomatik akut selam kehamilan tersebut. Eradikasi bakteri uria dengan anti mikroba telah dibuktikan dapat mencegah sebagian besar infeksi klinis tersebut. Pada beberapa penelitian, bakteri uria yang tersamar dilaporkan menyebabkan sejumlah efek merugikan pada kehamilan. P-ada penelitian-penelitian awal oleh kass (1962), insiden kelahiran preterm dan mortalitas prenatal meningkat pada wanita dengan bakteri uria yang mendapat plasedo dibandingkan dengan yang mendapat terapi. Dari bukti-bukti yang sekarang ada kecil kemungkinan bahwa bakteri uria asimtomatik merupakan factor utama untuk bayi pre term atau BBLR.
·
Pada
banyak diantara wanita ini bacteria uria menetap setelah melahirkan, dan pada
sebagian juga menujukan bukti-bukti radiografik adanya infeksi kronik, lesi
obstruktif atau kelainan congenital saluran kemih. Infeksi simtomatik sering
berulang sering terjadi.
·
Therapi
Wanita dengan bakteri uria asimtomatik dapat diberi pengobatan dengan salah satu dari bebrapa regimen anti mikroba. Pemilihan dapat didasarkan pada sensitifitas infitro, tetapi mumumnya dilakukan secara empiris. Terapi selam 10 hari dengan makrokristal nitrovurantoin 100 mg/hari terbukti untuk sebagian besar wanita. Regimen lain adalah amphicilin, amoksisilin, chefalosporin, nitrofurantoin, atau sulfonamide 4 X sehari selam 3 hari. Terapi anti mikroba dosis tunggal untuk bakteri uria juga pernah dilaporkan pernah berhasil. Kegagalan regimen dosis tunggal mungkin merupakan petunjuk adanya infeksi saluran bagian atas dan perlunya terapi yang lebih lama, misalnya nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur selam 21 hari. Bagi wanita dengan bakteri uria yang menetap atau sering kambuh mungkin diidikasikan terpai supresif sepanjang sisa kehamilannya. Salah satu regimen yang telah terbukti berhasil adalah nitrovurntoin 11 mg sebelum tidur
Wanita dengan bakteri uria asimtomatik dapat diberi pengobatan dengan salah satu dari bebrapa regimen anti mikroba. Pemilihan dapat didasarkan pada sensitifitas infitro, tetapi mumumnya dilakukan secara empiris. Terapi selam 10 hari dengan makrokristal nitrovurantoin 100 mg/hari terbukti untuk sebagian besar wanita. Regimen lain adalah amphicilin, amoksisilin, chefalosporin, nitrofurantoin, atau sulfonamide 4 X sehari selam 3 hari. Terapi anti mikroba dosis tunggal untuk bakteri uria juga pernah dilaporkan pernah berhasil. Kegagalan regimen dosis tunggal mungkin merupakan petunjuk adanya infeksi saluran bagian atas dan perlunya terapi yang lebih lama, misalnya nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur selam 21 hari. Bagi wanita dengan bakteri uria yang menetap atau sering kambuh mungkin diidikasikan terpai supresif sepanjang sisa kehamilannya. Salah satu regimen yang telah terbukti berhasil adalah nitrovurntoin 11 mg sebelum tidur
·
b.Sistitis
Dan Uretritis
Biasanya sistitis di tandai oleh disuria, urgensi dan frekuensi. Biasanya ditemukan bakteri uria dan piuria. Hematuriamikroskopik sering terjadi dan kadang-kadang terjadi hematuria makroskopik akibat sistitis haemoragik, walaupun sistitis biasanya tidak berpenyulit, saluran kemih bagian atas dapat terkena akibat infeksi asenden.
Biasanya sistitis di tandai oleh disuria, urgensi dan frekuensi. Biasanya ditemukan bakteri uria dan piuria. Hematuriamikroskopik sering terjadi dan kadang-kadang terjadi hematuria makroskopik akibat sistitis haemoragik, walaupun sistitis biasanya tidak berpenyulit, saluran kemih bagian atas dapat terkena akibat infeksi asenden.
·
Therapi
Wanita dengan sistitis cepat berespon dengan salah satu beberapa regimen. Haris dan gilstrat (1981) melaporkan angka kesembuhan 97 % pada regimen amphicilin 10 hari. Sulfonamide, mitrofurantoin atau sevalosporin juga efektif apabila diberikan selama 10 hari. Terapi dosis tunggal yang digunakan untuk bakteri uria asimtomatik terbukti efektif untuk wanita hamil maupun tidak hamil, tetapi sebelumnya harus dipastikan tidak ada pielonefritis.
Wanita dengan sistitis cepat berespon dengan salah satu beberapa regimen. Haris dan gilstrat (1981) melaporkan angka kesembuhan 97 % pada regimen amphicilin 10 hari. Sulfonamide, mitrofurantoin atau sevalosporin juga efektif apabila diberikan selama 10 hari. Terapi dosis tunggal yang digunakan untuk bakteri uria asimtomatik terbukti efektif untuk wanita hamil maupun tidak hamil, tetapi sebelumnya harus dipastikan tidak ada pielonefritis.
·
c.Pielonefritis
Akut
Infeksi ginjal merupakan penyulit medis paling serius pada kehamilan, terjadi pada sekitar 2 % wanita hamil. Keseriusan pielonefritis akut selam kehamilan digaris bawahi sebagai penyebab utama syok septic selama kehamilan.
Infeksi ginjal lebih sering terjadi setelah pertengahan kehamilan, pada lebih dari separuh kasus penyakitnya unilateral dan di sisi kanan, sedangkan pada ¼ bilateral. Pada sebagian besar wanita, infeksi disebabkan oleh bakteri yang naik dari saluran kemih bawah. Antara 75-90 % infeksi ginjal disebabkan oleh bakteri yang meimiliki adehesin fimbriae-P.
Infeksi ginjal merupakan penyulit medis paling serius pada kehamilan, terjadi pada sekitar 2 % wanita hamil. Keseriusan pielonefritis akut selam kehamilan digaris bawahi sebagai penyebab utama syok septic selama kehamilan.
Infeksi ginjal lebih sering terjadi setelah pertengahan kehamilan, pada lebih dari separuh kasus penyakitnya unilateral dan di sisi kanan, sedangkan pada ¼ bilateral. Pada sebagian besar wanita, infeksi disebabkan oleh bakteri yang naik dari saluran kemih bawah. Antara 75-90 % infeksi ginjal disebabkan oleh bakteri yang meimiliki adehesin fimbriae-P.
·
Gambaran
Klinis
Awitan pielonefritis biasanya agak mendadak. Gejala meliputi demam, menggigil hebat, dan nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal. Pasien mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah. Perjalanan penyakit dapat sangat bervariasi dengan demam sampai C. rasa nyeri°C atau lebih dan hipotermia sampai 34°setenggi 40 biasanya dapat ditimbulkan dengan perkusi disalah satu atau kedua sudut costovertebra. Sedimen urin sering mengandung banyak leukosit, seringkali dalam gumpalan-gumpalan dan banyak bakteri.
Walaupun diagnosis biasanya mudah, pielonefritis dapat disangka sebagai proses persalinan, koriamnionitis, appendicitis, solusio plasenta, atau infark myoma, dan masa nifas disangka sebagai metritis dengan selulitis panggul.
Kreatinin plasma harus diukur pada awal terapi. Pielonefritis akut pada sebagian wanita hamil menyebabkan penurunan bermakna laju filtrasi glomerulus yang bersifat reversible. Wanita dengan pielonefritis ante partum mengalami insufisiensi pernafasan dengan derajat bervariasi akibat cidera alveolus dan edema paru yang dipicu oleh endotoksin. Pada sebagian wanita cidera parunya parah sehingga menimbulkan syndrome gawat nafas akut.
Graham dkk (1983) memastikan bahwa pemberian terapi antimikroba pada wanita ini diikuti oleh peningkatan aktifitas uterus. Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan endotoksin. Hemolisis akibat endotoksin juga sering terjadi, dan sekitar 1/3 dari wanita ini mengalami anemia akut.
Awitan pielonefritis biasanya agak mendadak. Gejala meliputi demam, menggigil hebat, dan nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal. Pasien mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah. Perjalanan penyakit dapat sangat bervariasi dengan demam sampai C. rasa nyeri°C atau lebih dan hipotermia sampai 34°setenggi 40 biasanya dapat ditimbulkan dengan perkusi disalah satu atau kedua sudut costovertebra. Sedimen urin sering mengandung banyak leukosit, seringkali dalam gumpalan-gumpalan dan banyak bakteri.
Walaupun diagnosis biasanya mudah, pielonefritis dapat disangka sebagai proses persalinan, koriamnionitis, appendicitis, solusio plasenta, atau infark myoma, dan masa nifas disangka sebagai metritis dengan selulitis panggul.
Kreatinin plasma harus diukur pada awal terapi. Pielonefritis akut pada sebagian wanita hamil menyebabkan penurunan bermakna laju filtrasi glomerulus yang bersifat reversible. Wanita dengan pielonefritis ante partum mengalami insufisiensi pernafasan dengan derajat bervariasi akibat cidera alveolus dan edema paru yang dipicu oleh endotoksin. Pada sebagian wanita cidera parunya parah sehingga menimbulkan syndrome gawat nafas akut.
Graham dkk (1983) memastikan bahwa pemberian terapi antimikroba pada wanita ini diikuti oleh peningkatan aktifitas uterus. Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan endotoksin. Hemolisis akibat endotoksin juga sering terjadi, dan sekitar 1/3 dari wanita ini mengalami anemia akut.
·
Penatalaksanaan
Hidrasi intra vena agar produksi urin memadai merupakan hal yang esensial. Keluaran urin, tekanan darah dan suhu dipantau secara ketat. Demam tinggi harus diatasi, biasanya dnegan selimut pendingin.
Infeksi saluran kemih yang serius ini biasanya cepat berespon terhadap hidrasi intravenal dan terapi antimikroba. Pemilihan obat bersifat empiris; ampicilin, plus gentamicin, cevazolin atau ceftriakson terbukti 95 % efektif dalan uji-uji klinis acak. Resistensi E. Coli terhadap anphicilin sering terjadi dan hanya separuh hanya strain yang ada masih sensitive. Invitro terhadap apmhicilin, tetapi senagian besar masih sensitive terhadap cevasolin. Karena itu banyak dokter cenderung menberikan genthamicin atau aminoglikosida lain bersama dengan amphicilin. Apabila pasien mendapat oab-obat neotoksik perlu dilakukan pengukuran kreatinin serum secara serial. Akhirnya sebagian penulis cenderung menggunakan suatu sefaloskorin atau phenicilin dengan spectrum diperluas.
Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah terapi; tetapi walaupun gejala cepat menghilang banyak penulis menganjurkan agar terapi dilanjutkan hingga 7-10 hari. Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif diberikan nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur selam sisa kehamilan.
Hidrasi intra vena agar produksi urin memadai merupakan hal yang esensial. Keluaran urin, tekanan darah dan suhu dipantau secara ketat. Demam tinggi harus diatasi, biasanya dnegan selimut pendingin.
Infeksi saluran kemih yang serius ini biasanya cepat berespon terhadap hidrasi intravenal dan terapi antimikroba. Pemilihan obat bersifat empiris; ampicilin, plus gentamicin, cevazolin atau ceftriakson terbukti 95 % efektif dalan uji-uji klinis acak. Resistensi E. Coli terhadap anphicilin sering terjadi dan hanya separuh hanya strain yang ada masih sensitive. Invitro terhadap apmhicilin, tetapi senagian besar masih sensitive terhadap cevasolin. Karena itu banyak dokter cenderung menberikan genthamicin atau aminoglikosida lain bersama dengan amphicilin. Apabila pasien mendapat oab-obat neotoksik perlu dilakukan pengukuran kreatinin serum secara serial. Akhirnya sebagian penulis cenderung menggunakan suatu sefaloskorin atau phenicilin dengan spectrum diperluas.
Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah terapi; tetapi walaupun gejala cepat menghilang banyak penulis menganjurkan agar terapi dilanjutkan hingga 7-10 hari. Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif diberikan nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur selam sisa kehamilan.
·
Penatalaksanaan
Rawat Jalan
Dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam respon klinis atau hasil kehamilan antara pasien rawat inap dan rawat jalan. Semua wanita dalam uji ini mendapat dua dosis ceftriakson IM 1 gr di RS dengan selang 24 jam sebelum mereka yang dimasukan kekelompok rawat jalan diperbolehkan pulang. Dalam hal ini diperlukan evaluasi ketat sebelum dan setelah pemulangan dari RS.
Penatalaksaan Bagi Mereka Yang Tidak Berespon
Apabila perbaikan klinis belum tampak jelas dalam 48-72 jam, wanita tersebut perlu pemeriksaan obstruksi saluran kemih, untuk mecari ada tidaknya dipensi abnormal pada ureter atau pielokaliks.
Pemasangan doble-J steent diureter akan mengatasi obstruksi pada sebagian besar kasus. Apabila gagal dilakukan nefrostomi perkutanium. Apabila gagal juga perlu dilakukan pengeluaran batu ginjal secara bedah agar infeksi reda.
Dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam respon klinis atau hasil kehamilan antara pasien rawat inap dan rawat jalan. Semua wanita dalam uji ini mendapat dua dosis ceftriakson IM 1 gr di RS dengan selang 24 jam sebelum mereka yang dimasukan kekelompok rawat jalan diperbolehkan pulang. Dalam hal ini diperlukan evaluasi ketat sebelum dan setelah pemulangan dari RS.
Penatalaksaan Bagi Mereka Yang Tidak Berespon
Apabila perbaikan klinis belum tampak jelas dalam 48-72 jam, wanita tersebut perlu pemeriksaan obstruksi saluran kemih, untuk mecari ada tidaknya dipensi abnormal pada ureter atau pielokaliks.
Pemasangan doble-J steent diureter akan mengatasi obstruksi pada sebagian besar kasus. Apabila gagal dilakukan nefrostomi perkutanium. Apabila gagal juga perlu dilakukan pengeluaran batu ginjal secara bedah agar infeksi reda.
·
Tindak
Lanjut
Bila tidak dilakukan tindakan-tindakan untuk menjamin sterilitas urin, pasien sebaiknya diberi nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur sampai selesai hamil.
Bila tidak dilakukan tindakan-tindakan untuk menjamin sterilitas urin, pasien sebaiknya diberi nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur sampai selesai hamil.
·
d.Pielonefritis
Kronik
penyakit ini adalah suatu nefritis interstisial kronik yang diperkirakan disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada banyak kasus, terjadi pembentukan jaringan parut klasik yang terdeteksi secara radiologis dan disertai refluks ureter selagi berkemih; oleh karenanya penyakit ini juga disebut sebagai nefropatirefluks. Pada kasus lanjut, yang muncul adalah gejala insufisiensi ginjal. Patogenesis penyakit ini masih belum jelas tetapi tampaknya bukan hanya disebabkan oleh infeksi bakteri persisten.
Prognosis pada ibu dan janin bergantung pada luas kerusakan ginjal. Gangguan fungsi ginjal dan pembentkan jaringan parut ginjal bilateral berkaitan dengan peningkatan penyulit pada ibu, apabila pielonefritit kronik lainnya mengalami penyulit bakteri uria selama kehamilan, dapat terjadi pielonefritit akut yang akan memperparah keadaan. Hampir seluruh wanita dengan pembentukan jaringan parut ginjal akibat infeksi saluran kemih pada masa kanak-kanak akan mengalami bakteri uria saat hamil (Martinel dkk , 1990).
penyakit ini adalah suatu nefritis interstisial kronik yang diperkirakan disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada banyak kasus, terjadi pembentukan jaringan parut klasik yang terdeteksi secara radiologis dan disertai refluks ureter selagi berkemih; oleh karenanya penyakit ini juga disebut sebagai nefropatirefluks. Pada kasus lanjut, yang muncul adalah gejala insufisiensi ginjal. Patogenesis penyakit ini masih belum jelas tetapi tampaknya bukan hanya disebabkan oleh infeksi bakteri persisten.
Prognosis pada ibu dan janin bergantung pada luas kerusakan ginjal. Gangguan fungsi ginjal dan pembentkan jaringan parut ginjal bilateral berkaitan dengan peningkatan penyulit pada ibu, apabila pielonefritit kronik lainnya mengalami penyulit bakteri uria selama kehamilan, dapat terjadi pielonefritit akut yang akan memperparah keadaan. Hampir seluruh wanita dengan pembentukan jaringan parut ginjal akibat infeksi saluran kemih pada masa kanak-kanak akan mengalami bakteri uria saat hamil (Martinel dkk , 1990).
·
4.HEPATITIS
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi premature. Tidak dianjurka untuk melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih masih kontroversi penularan melalui air susu.
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi premature. Tidak dianjurka untuk melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih masih kontroversi penularan melalui air susu.
·
Penatalaksanaan
1.Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
2.Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya
3.Periksa HbsAg
4.Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT), serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah, karena kemungkinan telah ada disseminated intravaskular coagulapathy (DIC)
5.Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik
6.Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
7.Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
8.Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2×24 jam diberi suntikan anti hepatitis serum
1.Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
2.Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya
3.Periksa HbsAg
4.Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT), serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah, karena kemungkinan telah ada disseminated intravaskular coagulapathy (DIC)
5.Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik
6.Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
7.Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
8.Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2×24 jam diberi suntikan anti hepatitis serum
·
5.HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
·
Bila
telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi
PHS lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi
toksoplasmik, CMV, TBC dan lain-lain.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
·
Sampai
saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine)
dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi
oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam
kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya
dalam kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya,
yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan
tes terhadap HIV sebelum kehamilan.
·
Dalam
persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi pada
bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan
rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan
upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai
berikut:
1.Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan
2.Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
3.Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
4.Gunakan pelindung mata (kacamata)
5.Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6.Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7.Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
1.Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan
2.Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
3.Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
4.Gunakan pelindung mata (kacamata)
5.Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6.Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7.Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
·
Perawatan
pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut
wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi,
sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini.
Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi
tidak dilakukan tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul,
misalnya jangan lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat harus dijalankan
dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai
terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita virus HIV. Antibodi yang
didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai 15 bulan. Jadi diperlukan
pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya perubahan ke arah negatif
atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan.
·
6.TYPUS
ABDOMINALIS
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar