PERJUANGAN HAK ASASI WANITA VERSI ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
Isu-isu tentang wanita yang menjadi keprihatinan dunia dan agenda
internasional masih berkisar pada masalah ketidaksetaraan wanita dengan
pria. Bahkan tema inilah yang menjadi
agenda pokok dalam Konferensi Dunia IV di Beijing. Dunia Barat memandang bahwa berbagai
persoalan yang dihadapi wanita seperti kemiskinan, kekerasan terhadap wanita,
tidak terpenuhinya hak-hak wanita dalam pendidikan, kesehatan ekonomi sampai
peranannya di bidang politik adalah akibat dari pola budaya serta kebijakan
yang merendahkan wanita (tidak menyetarakan wanita dengan pria dalam kerangka
hak asasi).
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak mengherankan kalau akhirnya usulan penyelesaian yang diajukan
adalah penetapan hak asasi wanita dengan berspektif gender. Dengan demikian setiap negara harus
memberikan peluang kepada para wanita untuk secara bebas mengakses semua posisi
puncak yang ada di pemerintahan dan masyarakat, tidak terkecuali dalam suatu
negara (yaitu sebagai kepala negara).
Mereka sangat berambisi menyeru para wanita di seluruh dunia agar
beramai-ramai menduduki posisi-posisi yang selama ini didominasi pria. Agar kedudukan wanita setara dengan pria di
masyarakat dan memiliki peluang yang besar untuk meraih kebahagiaan, kesejahteraan
berikut kemuliaannya.
Mereka memandang bahwa posisi wanita yang menjadi kepala negara
harus seimbang dengan pria. Demikian
pula anggota parlemen, kepolisian, peradilan, duta besar, pimpinan media massa
dan lain-lain. Sampai-sampai sebagai
buruh dan tenaga kasar pun harus sama!
Benarkah penyelesaian persoalan seperti ini akan mampu mengangkat
kondisi kaum wanita ? Dan perlukah para wanita muslimah mengambil ide tersebut
untuk mengangkat harkat dirinya menuju kemuliaan ? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut kita perlu memahami bagaimana Islam memandanng wanita dan pria serta
bagaimana Islam menempatkan keduanya pada posisinya masing-masing.
A.
Pandangan
Islam terhadap Wanita dan Pria
Islam datang dengan ajarannya yang sempurna. Menempatkan wanita pada kedudukan yang
sejajar dengan pria. Wanita dan pria,
keduanya sama-sama manusia, makhluk ciptaan Allah SWT yang paling mulia.
Bahkan Rasulullah saw bersabda
yang artinya : “Sesungguhnya kaum wanita setara dengan laki-laki” (HR
Abu Dawud, An Nasa’I).
Keduanya sama-sama berperan dalam pengembangan dan pelestarian
generasi.
Firman Allah SWT dalam QS An Nisaa:1 yang artinya :
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya;
dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak”.
Allah SWT juga telah menetapkan pula ketergantungan diantara
keduanya. Firman Allah SWT dalam QS Ar
Ruum:21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu ostro-ostro dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung kepadanya, dan
dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
orang yang mengetahui”.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi orang-orang yang membenci
Islam untuk menuding bahwa hukum Islam merendahkan wanita. Sebab pada dasarnya Islam memandang wanita
sama seperti pria. Keduanya sama-sama
manusia, yang memiliki fitrah tertentu sebagai kekhasan insani yang berbeda
dengan hewan. Dalam hal ini tidak ada
perbedaan diantara keduanya dalam sifat-sifat insaniah. Allah SWT telah mempersiapkan keduanya untuk
terjun ke arena kehidupan sebagai insan.
Dan menjadikan keduanya hidup berdampingan secara sejati.
Allah SWT telah menciptakan potensi (vitalitas) hidup yang sama
bagi keduanya. Potensi hidup yang
diberikan pada pria sama dengan yang diberikan pada wanita berupa kebutuhan
jasmani seperti rasa lapar, haus dan lain-lain.
Allah SWT juga menjadikan pada masing-masing pria dan wanita naluri
(ghorizah) antara lain naluri mengagungkan sesuatu ( tadayyun), naluri
mempertahankan diri (baqo’) dan naluri melestarikan jenis (nau’). Selain itu
Allah SWT telah memberikan akal/kekuatan berfikir yang sama bagi pria dan
wanita. Maka akal yang ada pada pria
juga diciptakan pada wanita, karena penciptaan akal ini adalah bagi manusia,
yaitu pria dan wanita.
B.
Hak
Asasi Wanita versi Islam
Sebagaimana Allah SWT telah menciptakan potensi hidup dan akal pada
manusia, Dia pun menetapkan hak dan kewajiban bagi manusia. Di saat Allah SWT menetapkan hak dan
kewajiban bagi manusia, di saat itu pula terdapat hak dan kewajiban yang sama
antara pria dan wanita. Tidak ada
perbedaan antara yang satu dengan yang lain.
Karena penetapan itu berkaitan dengan kemaslahatan keduanya sebagai
manusia menurut pandangan Sang Pembuat Syariat (Allah SWT). Hanya saja
disamping Allah SWT menentukan hak dan kewajiban untuk manusia secara umum, ada
pula yang ditujukan untuk salah satu jenis manusia. Khusus untuk pria dan khusus untuk
wanita. Untuk yang demikian maka terjadi
perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Perbedaan ini semata-mata karena adanya
perbedaan tabiat pada keduanya.
Allah SWT tidak akan membebankan suatu kewajiban diluar tabiat dan
kemampuan seseorang. Terpenuhinya hak
keduanya tergantung pada pelaksanaan kewajiban keduanya. Hak keduanya sebagai rakyat akan terpenuhi
apabila penguasa yang memerintah mereka menjalankan kewajibannya.
1. Pemilikan Individu
Setiap individu baik pria maupun wanita boleh memiliki harta
melalui sebab-sebab pemilikan yang telah dibolehkan oleh syara'. Sebab yang
sudah merupakan fitrah manusia membutuhkan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Oleh karena itu
syara' membolehkan manusia untuk memiliki harta demi pemenuhan
kebutuhannya. Hanya saja syara' mengatur
cara-cara pemilikan harta oleh individu, agar setiap individu dapat
memanfaatkan rizki yang telah disiapkan Allah SWT di bumi ini secara adil,
tidak menimbulkan kerusakan dan kedzoliman pada pihak-pihak tertentu seperti
orang-orang lemah. Kalau manusia dibiarkan, maka akan berlaku hukum rimba
"siapa yang kuat ia yang akan mendapatkan'.Oleh karena itu kepemilikan
individu ditetapkan oleh syara' kepada individu untuk memiliki (mempunyai hak
kuasa untuk memiliki zat, manfaat dan mengembangkannya) harta melalui jalur
tertentu yang telah ditetapkan oleh syara'.
Berdasarkan kajian terhadap hukum-hukum syara' yang menetapkan
kepemilikan individu terhadap harta, ada lima sebab kepemilikan individu yaitu
:
1. Bekerja
2. Waris
3. Hak hidup (hak individu yang tidak mampu mendapatkan harta untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya)
4 Pemberian daulah kepada
rakyat
5. Harta yang didapat
secara cuma-cuma seperti :hibah,hadiah,wasiat,diyat.mahar(bagi wanita) dan
harta temuan
2. Pemilikan Umum
Jenis pemilikan umum yang kedua adalah pemilikan umum,yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT menjadi milik bersama kaum muslimin. Setiap individu
boleh memanfaatkannya,tetapi dilarang memilikinya. Ada tiga macam sumberdaya
alam yang termasuk katagori ini, yaitu :
a.
fasilitas
umum yang merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat sehari-hari, dan akan
menimbulkan kesulitan jika tidak ada, misalnya air.
Sabda rasulullah SAW tentang pemilikan bersama :
" Masyarakat bersyarikat dalam tiga macam sumber daya alam
yaitu air,padang penggembalaan dan api (bahan bakar seperti kayu,minyak dan
lain-lain."(HR. Abu Ubaid)
Bentuk kepemilikan ini tidak terbatas pada tiga macam sumberdaya
tersebut, melainkan mencakup segala sesuatu yang diperlukan masyarakat. Juga
setiap alat yang menhasilkan ketiga macam sumberdaya tadi, misalnya pompa air,
PLTA,tiang-tiang beserta kabelnya dan lain-lain.
b. Sumberdaya alam yang tabiatnya menghalang
pemilikan individusecara perorangan seperti laut, sungai, jalan raya, lapangan
masjid,kereta api dan lain-lain.
c. Bahan tambang yang
tak terbatas baik diperut bumi atau permukaanya, seperti
emas,besi,perak,garam,platina dan lain-lain.
Tidak ada hak istimewa bagi individu atau suatu perusahaan untuk mengekploitasi,
mengolah serta memonopoli pendistribusian hasil-hasilnya. Barang tambang ini
harus tetap menjadi milikbersama kaum muslimin. Aktivitas eksplorasi dan
eksploitasi dikelola sendiri oleh negara atau dikontrakkan kepada kontraktor.
Produknya dijual atas nama kaum muslimin dan pendapatannya disimpan di baitul
mal.
3. Pemilikan Negara
Pemilikan negara adalah setiap tanah atau bangunan yang disana
terdapat hak yang menjadi milik bersama seluruh kaum muslimin akan tetapi tidak
termasuk dalam katagori pemilikan umum. Oleh karena itu pemilikan negara adalah
benda/area yang biasanya dapat dimiliki oleh individu , namun karena dalam
benda/area tersebut terdapat hak bersama seluruh kaum muslimin, maka
pengelolaan,pemeliharaan serta pengaturannya diserahkan kepada daulah atau
khalifah. Khalifahlah yang berhak mengatur dan mengelola setiap sesuatu yang
berkaitan dengan hak kaum muslimin secara keseluruhan, seperti padang
pasir,gunung,pantai,tanah mati yang belum digarap dantidak dimiliki
seseorang,departemen,kantor,sekolah dan lain-lain.
Negara berhak
memberikan sebagian dari apa yang dimilikinya , yang pada umumnya boleh
dimiliki oleh individu, baik berupa tanah atau bangunan. Khalifah boleh
memberikan hak penggarapan saja tanpa hak milik atau sekaligus memilikinya.
Dalam hal ini khalifah sebagai kepala negara bebas memutuskan apa saja yang
dianggap penting untuk kaum muslimin.
Dari penjelasan
diatas jelaslah nahwa islam memberikan hak kepada wanita untuk memiliki harta .
dan waris hanyalah salah satu dari sekian sebab pemilikan harta yang bisa
diakses pria maupun wanita. Oleh karena itu sekalipun ada perbedaan pembagian
waris antara wanita dan pria pada posisi tertentu, tidaklah akan menyebabkan
wanita menderita dan kekurangan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebab
pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu dijamin melalui sumber nafkah dari
suami,ayah atau saudara laki-laki dan ahli waris lainnya (baca: kemiskinan
masalah siapa). Bahkan harta wanita yang ia peroleh dari mahar, waris atau
yang lain, tetap menjadi miliknya
sendiri dan ia boleh membelanjakan menurut kehendaknya (sebatas yang dibolehkan
syara'). Sebab wanita tidak wajib menafkahi siapapun termasuk dirinya.
Dengan demikian darimana alasan orang-orang yang membenci islam
,untuk mengatakan bahwa perbedaan pembagian waris dalam islam menjadi penunjang
berat beban kemiskinan wanita muslimah. Sehingga mereka merasa perlu membuat penafsiran ulang
hukum waris dan menyetarakan pembagiannya antar pria dan wanita. Hukum
syara'lkah yang harus disesuaikan dengan keinginan manusia atau manusia yang
harus menyesuaikan keinginannya dengan hukum syara? Kalau begitu, apa fungsi
risalah (Alquran dan sunnah) diturunkan untuk manusia? Bukankah risalah itu
menjadi petunjuk bagi manusia?
Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 2:
"Kitab (Al Qur'an) ini, tidak ada keraguan padanya, petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa."
2. Hak Mendapatkan
Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat. Sebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Abi Musa ra, beliau berkata bahwa
Nabi saw bersabda:
"Perumpamaan petunjuk dan ilmu, yang Allah mengutusku untuk
menyampaikannya, seperti hujan lebat jatuh ke bumi. Bumi itu ada yang subur, menghisap air, menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumputan yang banyak. Ada pula yang keras, tidak menghisap air
sehingga tergenang. Maka Allah memberi
manfaat dengan dia kepada manusia.
Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak), dan untuk
bercocok tanam (bertani). Dan ada pula
hujan yang jatuh ke bagian lain, yaitu di atas tanah yang menggenangkan air dan
tidak pula menumbuhkan rumput. Begitulah
perumpamaan orang yang belajar agama (Diin).
Yang mau memanfaatkan apa yang aku disuruh Allah untuk menyampaikannya,
dipelajarinya dan diajarkannya. Dan
begitu pula perumpamaan orang-orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil
peduli dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya."
Dalam hadits tersebtu Rasulullah menyerupakan penerimaan dan penolakan
manusia terhadap petunjuk dan ilmu.
Seperti penerimaan tanah terhadap air hujan, ada yang memberi manfaat
pada tanah dengan menumbuhkan tanaman dan ada yang tidak. Air (hujan) merupakan kebutuhan pokok bagi
manusia, demikian pula petunjuk dan ilmu. Kesimpulan ini juga dikuatkan oleh
sabda Nabi saw yang lain:
"Di anatara tanda-tanda kiamat ialah: Berkurangnya ilmu dan
meratanya kebodohan". (HR Bukhari)
Rasulullah saw mengisyaratkan bahwa hilangnya ilmu merupakan tanda
berakhirnya kehidupan dunia. Ini
menunjukkan bahwa ilmu merupakan hal yang sangat penting. Ilmu agama (tsaqofah Islam) penting untuk
mengetahui dan memahami dinul
Islam. Sedangkan ilmu-ilmu yang
lain disesuaikan dengan urgensinya bagi manusia, seperti ilmu kedokteran,
berhitung dan lain-lain.
Semua ilmu yang berperan penting bagi kehidupan manusia wajib
dimiliki oleh manusia, baik laki-laki maupun wanita. Sebab wanita dan pria diciptakan untuk terjun
ke dalam kancah kehidupan ini secara bersama-sama menjalani kehidupan
berdasarkan pola hidup ideal yang telah ditetapkan Allah SWT. Tidak ada perbedaan bagi keduanya untuk
terikat dengan pola hidup ideal yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Oleh karena itu tidak ada pula perbedaan bagi
keduanya dalam hal pentingnya menguasai ilmu yang dibutuhkan untuk mencapai
pola hidup ideal demi meraih ridlo-Nya.
Keduanya kelak akan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT atas apa yang
dilakukannya di masa hidupnya. Firman
Allah SWT:
"…Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
dikerjakannya".(QS. Ath Thur:21)
"…Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah
mereka kerjakan dahulu". (QS. Al Hijr:92-93).
Karena keberadaan ilmu bagi setiap individu muslim merupakan
kebutuhan pokok, maka daulah (negara) wajib mencukupi segala sarana untuk
pemenuhan kebutuhan ini secara langsung agar seluruh rakyat mendapatkan sarana
pendidikan yang layak. Sabda Nabi saw:
"Imam itu adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas
rakyat yang dipimpinnya".
Tanggung jawab pemimpin termasuk mencukupi kebutuhan pokok rakyat.
Dan juga merupakan Ijma' Shahabat untuk upah guru dengan jumlah tertentu yang
diambil dari baitul maal, sedangkan harta yang ada di Baitul Maal adalah milik
daulah. Lebih dari itu Rasulullah saw
telah menjadikan tebusan bagi tawanan
perang Badar berupa pengajaran bagi anak-anak kaum muslimin. Hal ini menunjukkan bahwa yang bertanggung
jawab menyediakan tenaga guru adalah negara.
Demikian pula dengan sarana lain seperti gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, alat-alat praktek dan lain-lain yang dibutuhkan
umat dalam proses pendidikan agar terlaksana dengan baik. Ini berdasarkan kaedah syara':
"Segala sesuatu yang menyebabkan tidak sempurnanya suatu
kewajiban kecuali dengannya maka seAsuatu itu menjadi wajib
BAB III
KESIMPULAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar