PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembinaan Generasi Muda terjadi
dalam semua lingkungan hidup, mulai dari keluarga, sekolah dan
masyarakat.Pembinaan tersebut mencakup semua aspek, baik jasmani, rohani dan
sosial, atau seperti yang dimaksud oleh tujuan pembangunan dalam GBHN, yaitu
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Pembinaan aspek rohani sangat penting karena ia mempengaruhi keseluruhan hidup,
bahkan mempengaruhi perkem,bangan jasmani dan sosial juga.
Faktor terpenting dalam
aspek rohani adalah agama, yang masuk terjalin ke dalam struktur kepribadian,
sehingga menjadi faktor penyerasi, penyeimbang dan penyelaras. Dalam kesempatan
ini akan di bahas betapa pentingnya jiwa agama (psiko-religi) bagi kehidupan
keluarga, pertumbuhan anak, perkembangan remaja dan kehidupan masyarakat,
terutama dalam komplek perumahan instansi.
B.
Rumusan Masalah
a)
Peran
agama dalam keluarga
b)
Agama
dan pembinaan anak
c)
Agama
dan pembinaan remaja
PEMBAHASAN
A.
Peranan Agama Dalam Keluarga
Setiap
keluarga dibentuk dengan suasana
gembira, semua sanak saudara, karib-kerabat ikut bergembira dalam pesta
perkawinan sepasang penganten yang akan membentuk keluarga baru.semua yang
hadir ikut mendo’akan agar keluarga yang baru dibentuk itu hidup bahagia dan
makmur sejahtera. Betapa riang dan gembiranya kedua mempelai menghadapi hidup
yang akan datang, bahkan khayal dan angan-angan mereka melambung tinggi,
seolah-olah dunia berada ditangan mereka, kebahagiaan serasa berkumpul pada
mereka. Mereka tidak tahu bahwa kebahagiaan yang mereka rasakan ketika itu
dapat pudar dan berkurang pada suatu ketika, apabila mereka tidak pandai
memelihara dan menjaganya.Bahkan tidak jarang terjadi, keluarga itu menjadi
pecah berantakan, yang kadang-kadang disertai oleh permusuhan dan dendam
kesumat.
Disinilah
letak pentingnya agama. Jiwa dan semangat agama lah yang akan menjadi benteng
pertahanan yang kokoh, yang dapat melindungi keluarga dari mala petaka
kehancuran, karena agamalah yang memberikan petunjuk-petunjuk yang tegas, yang
tidak pernah berubah karena zaman, dan tidak pudar karena keadaan.
Dalam
agama perkawinan itu mempunyai tujuan yang jelas dan mempunyai
ketentuan-ketentuan yang harus dijaga dan dipatuhi oleh suami dan istri. Dalam
islam misalnya, tujuan berkeluarga adalah untuk mencapai ketenangan dan
kebahagiaan seperti tersebut dalam Al-qur’an surat Ar-rum ayat 21 sebagai
berikut:
Artinya : “dan diantara tanda-tanda kejuasaanNya
(Allah), ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya; dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Ketenanagan,
kebahagiaan yang penuh dengan rasa klasih dan sayang dalam kehidupan suami
istri perlu dipertahankan sepanjang hayat dikandung badan, bahkan setelah
matipun masih dikenang.hidup ini banyak godaan, sifatnya manusia tidak
selamanya tetap. Kehidupan suami istri yang dimulai dengan kasih saying, dapat
kembali menjadi benci dan dendam, kendatipun ada slogan menyatakan bahwa cinta
itu hanya sekali, namun kenyataannya tidak selalu demikian, ada orang yang yang
dapat mempertahankan cinta hanya sekali, namun tidak sedikit orang yang gagal
mempertahankkan cintanya.
Ditinjau
dari psikologi, cinta dan benci itu berada di satu garis lurus, jika pada ujung
yang satu cinta, maka pada ujung yang lainnya benci. Artinya apa yang sekarang
sangat disayangi, suatu ketika mungkin sangat dibenci, dan apa yang kini
dibenci boleh jadi pada suatu saat disayangi. Apa yang menyebabkan terjadinya
perubahan tersebut? Jawabanya adalah “pengalaman”
Apabila
pengalaman yang dilalui bersama itu menyanangkan, maka pengalaman itu akan
memupuk dan menambah kesayangan, tapi jika pengalaman itu terjadi, tidak
menyanangkan, maka hubungan kasih akan diganggu oleh pengalaman pahit tersebut.
Apabila pengalaman yang tidak menyenagkan itu berulang kali terjadi, maka kasih
sayang dapat berganti dengan antipati dan kebencian, sehingga kehidupan
keluarga tidak dapat dipertahankan lagi, lalu pecah berantakan.Untuk menjaga
dan memelihara agar pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam keluarga selalu
yang dan menyenangkan, maka dalam ajaran agama diatur pa kewajiban
masing-masing suami .
B.
Agama dan Pembinaan Anak
Dapat
dikatakan bahwa pembinaan kepribadian anak mulai sejak dalam kandungan.Keadaan
perasaan ibu yang sedang mengandung memepengaruhi janin yang dikandungnya. Ibu
yang merasa bahagia dalam keluarga, serta mengharapkan kelahiran bayinya, akan
merupakan wadah yang baik bagi pertumbuhan anaknya kelak. Unsur-unsur positif
akan menyertai pertumbuhan kepribadian anaknya yang akan lahir nanti. Dan
sebaliknya ibu yang gelisah, cemas dan tidak bahagia dalam keluarga akan
memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan kepribadian janin yang dalam
kandungannya. Keadaan akan bertambah buruk apabila ia tidak ingin mempunyai anak,
maka anak itu akan lahir sebagai anak yang tidak diharapkan ibunya.
Hubungan
suami istri pada masa istri mengandung, mudah menjadi goncang apabila kurang
adanya pengertian dari kedua belah pihak, lebih-lebih lagi jika suami kurang
memperhatikan perasaan istri yang mungkin berubah-ubah dalam masa
hamil.Ketenangan dan kebahagiaan keluarga dapat dipupuk dan diciptakan apabila
suami istri tersebut taat beragama.Nilai-nilai agama memberi kelegaan bagi jiwa
mereka. Istri tidak akan cemas dan kuatir suaminya akan menyeleweng di luar
rumah dan mereka sama-sama mengharapkan kelahiran bayi yang merupakan amanat
Tuhan Yang Maha Esa pada mereka.
Setelah bayi
lahir, sejak hari pertama ia mulai mendapat pengalaman, baik melalui
pendengaran, penglihatan ataupun perlakuan yang diterimanya. Suara azan yang
dibisikan di telinganya tidak lam asetelah ia lahir, diharapkan akan merupakan
unsur positif pertama dialaminya setelah ia lahir.
Apabila
dalam keluarga terdapat suasana keagamaan, dimana ibu dan bapak hidup penuh kasih
sayang dan menjaga sopan santun, sikap dan tindakan sesuai dengan petunjuk
agama, maka sejak lahir anak telah mendapat unsur-unsur positif melalui
pengalaman yang dilihat dan di dengarnya dari kedua orang tuanya, bagi
pertumbuhan kepribadianya, selanjutnya perlakuan orang tua yang lemah lembut,
penuh kasih saying, disertai dengan kejujuran, keikhlasan dan keadilan yang
dilandasi oleh ketaatan kapada agama, akan menambah kuatnya unsur-unsur positif
dalam kepribadian anak.
Pertumbuhan
dan perkembangan jiwa anak pada tahun-tahun pertama dari umurnya, terjadi
melalui percontohandan latihan praktis dari pihak orang tuanya, kemampuan
bahasa anak masih sangat terbatas, pertumbuhan kecerdasannya belum mampu
memahami hal-hal abstrak.
Jika
dalam kehidupan keluarga, yang menonjol adalah ketenangn dan kebahagiaan,
disertai dengan pengertian dan kemampuan mendidik anak, serta mentaati ajaran
agama, maka bekal positif yang kuat dan sehat akan cukup banyak terdapat dalam
kepribadian anak yang sedang tumbuh. Pembinaan akhlaq dan sopan santun dimalai
dari kecil, melalui percontohan dan latihan, jika contoh yang diterima anak
baik dan latihan serta pembiasaan bertingkah laku secara baik dilakukan dengan
sadar dan bijaksana oleh kedua orang tua nya, maka modal pertama dalam
pembinaan akhlaq dan sopan santunnya adalah unsur-unsur yang baik tersebut.
Lingkungan
keluarga adalah pembinaan pertama da pertama dalam pembinaan kepribadian
anak.Kemudian pada umur sekolah pertumbuhan anak dipengaruhi pula oleh guru.
Guru dan suasana dalam lingkungan sekolah merupakan merupakan lingkungan kedua
yang dapat mempengaruhi pembinaan anak. Suasana yang ideal bagi pertumbuhan
kepribadian anak adalah, adalah adanya kesamaan sikap orang tua dan guru dalam
pembinaan anak. Guru yang mampudan bijaksana serta mempunyai kepribadian yang
kuat dan baik, akan dapat memperbaiki pendidikan yang salah yang di dapat anak
dalam keluarga. Dan sebaliknya guru dan lingkungan sekolah yang tidak baik
dapat pula merusak, bahkan menghancurkan apa yang didapat anak dirumah dalam
keluarganya.
Umur
diantara enam tahun dan dua belas tahun, adalah umur pertumbuhan kecerdasan
cepat, sehinggan si anak sering berkhayal dan senang sekali kepada
cerita-ceruta, terutama yang dapat menjawab angan-angan dan
khayalannya.Pertumbuhan sikap sosial, berkelompok dan bermain dengan
teman-teman sebaya, sangat disenangi oleh anak-anak yang sedang bertumbuh
itu.Disini pengaruh teman mulai besar terhadap anak.Kalau teman-temanya baik,
bertingkah laku sopan dan suka mengikuti kegiatan keagamaan. Demikian pula
sebaliknya anak yang ikut dalam kelompok teman yang jauh dari agama, akan
menjauh pula dari agama.
Umur
sekolah dasar adalah umur yang sangat perlu pembiasaan dan latihan kehidupan
sesuai dengan nilai-nilai moral, terutama nilai agama, karena setelah itu anak
akan memasuki usia yang paling berat menghadapinya, yaitu usia remaja, yang
dimulai kira-kira pada umur tiga belas tahun. Jika si anak telah terbiasa
bersikap dan berkelakuan sesuai dengan nilai-nilai moral yang absolut (yaitu
agama) maka ia akan dapat memanfaatkannya dalam kehidupannya pada masa remaja
yang goncang itu.
Dari
luar, remaja menghadapi sikap dan perlakuan orang tua, yang sering kali tidak
menyenangkan baginya, karena orang tua basanya kurang menyadari bahwa anaknya
tidak kecil lagi dan sedang menghadapi berbagai persoalan yang tidak mudah
penyelesaiannya.Ia diperlakukan seperti anak-anak diumur sekolah dasar. Dan ada
pula orang tua yang mempunyai persangkaan bahwa pertumbuha mental dan moral anak
berjalan serentak, bersama-sama dengan pertumbuhan jasmani, sehingga mereka
dianggap telah dewasa, mampu mengendalikan dirinya dan dapat bersikap dan
bertingkah laku matang dan dewasa, apabila harapan itu tidak tercapai, maka
mereka dicela dan dikecam. Kedua macam
perlakuan dan tanggapan orang tua terhadap anakyang telah berada pada
usia remaja pertama itu, tidak menunjang pertumbuhan nya. Maka hubungan anak
dan orang tua menjadi retak, bahkan mungkin terjadi putus, apabila oramg tua
otoriter suka memerintah dan memperlakukannya dengan keras.
C.
Agama dan Pembinaan Remaja
Ditinjau
dari segi perkembangan kejiwaan, masa remaja dapat dikatakan berada pada
diantara umur tiga belas tahun dan dua puluh satu tahun.Pertumbuhan terjadi di
segala bidang, sehingga remaja terpaksa melakukan penyesuaian diri terhadap
pertumbuhan yang kadang-kadang cepat, tidak serasi, tidak seimbang dan tidak
difahaminya. Ketika si anak memasuki usia tiga belas tahun, ia mulai menghadapi
berbagai faktor yang menggoncangkan, baik dari dalam dirinya sendiri, maupun
dari luar. Dari dalam ia mengalami pertumbuhan jasmani yang sangat cepat dan
tidak berjalan serasi antara bagian-bagian tubuhnya. Jasmaninya bertumbuh
memenjang cepat sekali, sehingga si anak kelihatan tinggi kurus dan tampak lemah.Beberapa
anggota bertumbuh lebih cepat dari pada bagian lainnya, misalnya kaki, tangan
dan hidung. Keserasian gerak berkurang sehingga ia mudah jatuh atau menjatuhkan
benda yang dipegangnya, hidungnya tampak kurang seimbang dengan mukanya dengan
suaranya menjadi kurang menarik.
Pertumbuhan jasmani cepat seperti itu berlangsung kira-kira sampai umur
enambelas tahun.
Pertumbuhan
jasmani yang terjadi dari luar (anggota tubuh yang tampak), disertai oleh
pertumbuhan organ sexs, disamping menghilangnya kelenjar kanak-kanak, berganti
dengan kelenjar yang mengandung hormone sexs, biasanya ditandai dengan datang
bulan (haid) pertama bagi wanita dan mimpi pada pria. Pertumbuhan jasmani, baik
diluar ataupun didalam itu, menimbulkan berbagai gejala yang menggelisahkan
pada remaja, misalnya remaja cemasmelihat pertumbuhan dirinya yang tidak
seimbang, ia takut jangan-jangn rupanya akan tetap tidak serasi dan tidak
seimbang. Disamping itu dia mulai tertarik pada laean jenisnya. Dorongan seks
mulai bekerja, namun ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada
dirinya.
Akan
sengsara dan kebingunganlah remaja yang tidak mempunyai bekal pengertian akan
dirinya dan tidak mengenal agama dalam arti praktis dan riil. Sebabnya adalah
karena semua faktor yang menggoncangkan, yang timbul dari dalam dirinya sendiri
tidak difahami dan dia tidak berlatih menggunakan agama dalam kehidupan
sehari-hari. Biasanya pada usia antara 13-16 tahun itu, anak remaja tidak
tersinggung, tapi mudah pula mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Karena itu
pada umur-umur ini, remaja perlu mendapat perhatian khusus, agar ia tidak
tersesat menghadapi gejolak yang timbul dalam dirinya yang terjadi tanpa
prosedur.
Apabila
remaja itu tidak mempunyai bekal pengertia dan keterampilan beragama, kemampuan
untuk berdo’a dan bermohon serta mengadu kepada Tuhan tidak ada, maka
kegoncangan jiwanya itu akan dihadapkannya keluar (ia menjadi nakal) atau
kedalam (ia menjadi pendiam atau terganggu kejiwaannya). Kedua-duanya merusak
hari depannya dan membelokannya dari cita-cita semula.
Pertumbuhan
kepribadian adalah yang terakhir terjadi pad masa remaja terakhir (17-21)
tahun. Pertumbuhan kecerdasan (IQ) dapat dikatakan telah mencapai
kesempurnaannya pada umur 16 athun, kecuali
anak-anak yang mempunyai kecerdasan istimewa, pertumbuhan kecerdasannya mungkin
berlanjut sampai umur delapan belas tahun, pertumbuhan jasmani juga mencapai
puncak keserasiaanya pada umur 17 tahun. Dengan selesainya pertumbuhan
kecerdasan, berarti si remaja telah mampu berfikir logis dan dapat memahami
hal-hal yang abstrak dari kenyataan yang dilihat atau di dengar dan
dialaminaya. Ini berarti bahwa remaja tidak dapat lagi menerima sesuatu
pendapat yang tidak masuk akal, dan tidak mau lagi di perintah dan di suruh dan
dilarang tanpa alas an yang dapat difahaminya. Akibatnya boleh jadi ia menjadio
tidak patuh dan kurang mau mengindahkan nasehat orang tua atau guru, jika
nasehat itu tidak masuk akalnya.
Jika
pertumbuhan jasmani telah mencapai kesempurnaannya pad umur 17 tahun,
sebenarnya dari segi seks, ia telah mencapai kematangan pada umur empat belas
setengah tahun itu. Akibat kematangan seksual dan jasmani tersebut, remaja semakin condong untuk bergaul
dengan teman lawan jenisnya, bahkan ada yang condong untuk melakukan hubungan
seks untuk memenuhi dorongan tersebut.
Setelah
umur tujuh belas tahun mereka lalui, pertumbuhanm yang belum selesai adalah
pertumbuhan kepribadian dan sosial.Pertumbuhan kepribadian dan sosial yang
terpenting disini adalah nyata diri dan merasa bahwa dirinya berharga dan
berguna. Karena itu tidak jarang remaja pada umur tujuh belas tahun itu,
tiba-tiba berubah sikap dari terbuka menjadi pendiam dan tertutup, memencilakan diri dari kelompok
teman-temannya, apabila ia merasa dirinya kurang. Atau sebaliknya ia menjadi
terbuka secara berlebih-lebihan, mengikuti arus teman-temanya, melakukan
hal-hal yang selama ini dihindarinya, karena ia ingin merasa diterima dalam
kelompok teman-temannya.
Kesetia
kawanan antara remaja itu tinggi, sampai-sampai mereka mau berkorban untuk
kepentingan teman-temannya.Yang kadang-kadang sampai menentang orang tua dan
gurunya.
Perhatian
terhadap kepentingan masyarakat tinggi, mereka kecewa melihat keadaan
masyarakat yang tidak mampu, dan prihatin terhadap masyarakat lemah dan tidak
berdaya. Kendatipun demikian, kelakuan mereka belum tentu menunjukan sikap yang
baik karena kemampuan untuk mengendalikan diri, emosi, dorongan dan angan-angan
masih terbatas, apa lagi kalau mereka tidak mempunyai keimanan dan keyakinan
beragama yang kuat, yang dapat menjadi pengendali dan pengawas bagi kelakuan
mereka sendiri. Dalam usia remaja tersebut berkecamuk berbagai dorongan dan
perasaan, akibat pertumbuhan jasmani dan kecerdasan yang telah mendekati
kesempurnaanya. Apabila remaja pada usia tersebut belum mempunyai pengalaman keagamaan
yang cukup dan belum mencapai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi
pegangan dan tempat mengeluh dan meminta tolong untuk mengatasi segala
persoalan yang berkecamuk dalam dirinya, dan untuk membantunya dalam
mengendalikan diri menghadapi dorongan-dorongan yang bertentangan dengan
nilai-nilai moral dan ketentuan agama, maka remaja tersebut mungkin akan mudah
diombang-ambingkan oleh keadaan luar yang tampak menarik dan membawanya kepada
kesesatan, perbuatan salah, kepercayaan akan hal-hal khurafat atau kebatinan
menyimpang.
Jika
remaja yang telah berada pada masa terakhir dari pertumbuhan tersebut terlanjur
melakukan perbuatan salah, atau keyakinan menyimpang, boleh jadi mereka akan
semakin menjauh dari agama, atau mungkin sampai kepada tidak mempercayai lagi
kekuasaan dan keadilan Tuhan, bahkan berakhir dengan tidak percaya kepada
Tuhan.
Kitu
berubahlah dia menjadi seorang yang tidak percaya kepada adanya Tuhan Yang Maha
Esa (atheis) dan anti agama. Dan selanjutnya ia melepaskan diri dari keyakinan
beragama dan nilai-nilai moral yang bersumber kepada agama.
Keadaan
akan bertambah gawat, apabila disekolah mereka tidak mendapatkan pendidikan
agama yang cukup dan tepat, sehingga kecerdasan dan ketrampilan mereka
berkembang tanpa dihubungkan dengan agama. Apalagi jika guru-guru dan suasana
sekolah tidak membantu pengembangan jiwa agama. Dari sini mereka akan
mengembangkan diri kearah yang tidak seimbang dan tidak serasi, dimana
kecerdasan dan pengetahuan berkembang pesat, tapi segi kejiwaan yang lain yaitu
segi kerohaniah yang menjadi penyeimbang dan penyelaras tertinggal di belakang.
Keadaan yang pincang tersebut menyebabkan mereka sukar atau tidak mampu
mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai masalah, sehingga mereka mudah
melonjak marah, agresif, berkelahi atau tenggelam dalam obat-obat penenang atau
narkotik.
Dengan
demikian akan sulitlah mengharapkan diri mereka, hari depan yang baik dan
semangat juang yang tangguh, karena perkembangan jiwa mereka tidak stabil dan
tidak seimbang. Dan selanjutnya kita akan kehilangan sumber daya manusia yang
sangat penting untuk pembangunan.
KESIMPULAN
Dari uraian ini, bahwa faktor-faktor yang merupakan masalah dalam
proses pembinaan generasi muda cukup banyak dan terdapat dalam semua lingkungan
hidup mulai sejak lahir bahkan dalam kandungan sampai kepada umur dewasa muda
(pemuda). Dan yang sangat penting adalah generasi muda itu sendiri, sebagai
orang yang akan dididik dan di bina, yang mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat
pertumbuhan dari dalam, baik pertumbuhan jasmani, rohani dan sosial, yang
berbeda dari satu tahap umur kepada thap lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Drajat, Zakiyah, Pembinaan
Remaja, Jakarta : Bulan Bintang, 1982
Alqur’an dan Terjemahannya.1997. Jakarta : Yayasan Penyelenggara
Penafsir Al-Qur’an
R.R.I. dalam Rangka Penyuluhan Oleh Badan Koordinasi Pelaksana
Inpres No. 6 tahun 1971(bakolak)
www.google.com
PEMBINAAN REMAJA DAN PSIKO-RELIGI
Disusun sebagai tugas untuk mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah
psikologi keluarga sakinah yang di ampu oleh Bapak Soekarjo M.Ag
Oleh: Affanoer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar