ARTIKEL NARKOBA
Kasus Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau
dari Ilmu Kesehatan Jiwa (Psikiatri)
Oleh: Affanoer
A. PENDAHULUAN
1. Umum
Dengan peningkatan
keprihatinan dan kepedulian dari kalangan profesi ilmiah khususnya kalangan
Perguruan Tinggi atau Universitas terhadap masalah Penyalahgunaan Narkotika,
yang kini pada hari ini ditindaklanjuti dengan sebuah
seminar yang membahas masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya, maka perlulah dikemukakan semacam pengantar untuk menjadi
bahan diskusi dalam membahas masalah tersebut.
Masalah penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya tersebut pada intinya adalah
juga merupakan masalah yang menjadi perhatian khususnya dari para sarjana
kedokteran dan lebih khusus lagi para sarjana Kedokteran Jiwa. (Psikiatri).
Untuk maksud tersebut di
atas, tulisan ini diajukan untuk menjadi bahan atau salah satu materi diskusi
dalam acara membahas masalah Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya.
2. Pengertian
Obat adalah suatu zat yang
dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia yakni apabila dimasukkan ke dalam tubuh
manusia dan menurut petunjuk dokter. Pemakaian obat-obatan untuk diri sendiri
tanpa indikasi dan tidak bertujuan medis disebut sebagai Penyalahgunaan Zat
(drug abuse).
Tindakan atau kasus tersebut
merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri (karena dapat menimbulkan
ketergantungan zat, keracunan akut atau kematian dan merugikan orang lain
(karena si penyalahguna mampu mengganggu ketertiban dan mempengaruhi orang lain
agar mau seperti dirinya).
Pada umumnya obat atau zat
yang disalahgunakan adalah zat yang termasuk golongan obat psikoaktif
(psychoactive drugs), yaitu obat yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada
fungsi mental (pikiran dan perasaan, kesadaran, persepsi tingkah laku) dan
fungsi motorik.
Zat ini mempunyai potensi
untuk menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun secara psikis atau
kedua-duanya.
Selain zat mempunyai efek
tertentu terhadap tubuh manusia dan salah satu efek yang terdapat pada golongan
psikoaktif dan Narkotika adalah kemampuannya untuk menimbulkan ketergantungan,
sehingga zat ini disebut zat yang dapat menimbulkan ketergantungan (dependence
producing drugs) yaitu antara lain:
a.
Alkohol misalnya
minuman keras.
b.
Narkotika misalnya,
morfin, heroin, dan Pethidine.
c.
Kanabis misalnya
Marjuana atau ganja.
Penekan susunan syaraf pusat
misalnya Mandrax, Rohypnol, Magadon, Nitrazepan, Sedatin (pil BK/pil anjing).
Perangsang susunan syaraf
pusat misalnya Amfetamin, (yang pada akhir-akhir ini, dengan dicampur dengan
zat lain disebut sebagai Pil Ecstasy dan sebagainya).
Dari uraian di atas jelaslah
bahwa tindakan penyalahgunaan zat mempunyai kaitan yang erat dengan masalah
ketergantungan zat (drug dependence). Yang dimaksud dengan ketergantungan zat
adalah suatu kondisi yang memaksa seseorang menggunakan zat tersebut dengan
tujuan untuk mendapatkan kepuasan mental atau menghindari diri dari penderitaan
fisik dan mental (gejala ketagihan). Pada keadaan ini seseorang tidak dapat
menghentikan pemakaian zat tersebut dan ia dapat mengalami ketergantungan pada
satu macam zat saja atau lebih.
Penyembuhan atau pengobatan
ketergantungan zat merupakan suatu hal yang sulit, oleh karena itu maka
tindakan pencegahan merupakan upaya yang sangat penting.
Penyalahgunaan zat (NAPZA) di
Indonesia merupakan masalah yang mulai timbul sejak + 26 tahun yang lalu.
Masalah ini makin besar dan meluas sehingga pada akhirnya dinyatakan sebagai
masalah nasional yang dalam penanggulangannya perlu mendapatkan perhatian dari
semua pihak. Pada tahun 1971 terbentuk Badan yang disebut BAKOLAK INPRES
6/1971.
Berdasarkan penelitan dan
pengamatan berbagai pihak didapatkan kesan bahwa mereka yang menyalahgunakan
zat kebanyakan tergolong dalam usia muda.
Mereka merupakan kelompok
yang mempunyai resiko tinggi (high risk). Masa remaja merupakan suatu masa yang
peka terhadap segala macam bentuk gangguan. Para remaja membutuhkan bentuan dan
perhatian orang tua dan guru atau pembimbingnya dalam melewati masa ini dengan
tenang dan wajar. Bantuan dan perhatian ini dapat diberikan kalau kita mamahami
porblems mereka dan mengetahui berbagai faktor yang mungkin dapat menimbulkan
porblem, khususnya yang menyangkut masalah penyalahgunaan zat; yakni antara
lain ilmu kesehatan jiwa.
3. Keadaan Khas Masa Remaja
Sebagai peralihan dari masa
anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan
kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya.
Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja
tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja
dengan orang tua yakni dalam keluarga atau ramaja dengan lingkungannya.
Hal tersebut di atas tentunya
tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga
berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti
penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang
tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak
remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.
Untuk menghindari hal
tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja,
kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas
yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini diharapkan bahwa kita
(yang telah dewasa) agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada
diri anak dan remaja pada saat ia mamasuki masa remajanya.
Begitu pula dengan memahami
dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan
serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya
dari anak sampai dewasa.
4. Beberapa Ciri Khas Masa Remaja adalah:
a. Perubahan peranan
Perubahan dari masa anak ke
masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu. Kalau pada masa anak
ia berperanan sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan beraksi yang
cenderung selalu bergantung dan dilingungi, maka pada masa remaja ia diharapkan
untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan mandiri.
Akan tetapi sebenarnya ia
masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya.
Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu yang mampu
berdiri sendiri dengan keinginan untuk tetap bergantung dan dilindungi, akan
menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibat konflik ini, dalam diri remaja
timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan tingkah lakunya.
Ia menjadi mudah sekali tersinggung, marah, kecewa dan putus asa.
b. Daya fantasi yang berlebihan
Keterbatasan kemampuan yang
ada pada diri remaja menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai
macam dorongan kebutuhan dirinya.
c. Ikatan kelompok yang kuat
Ketidakmampuan remaja dalam
menyalurkan segala keinginan dirinya menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat
untuk berkelompok. Dalam kelompok, segala kekuatan dirinya seolah-olah dihimpun
sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang besar. Remaja akan merasa lebih aman dan
terlindungi apabila ia berada di tengah-tengah kelompoknya. Oleh karena itu ia
berusaha keras untuk dapat diakui oleh kelompoknya dengan cara menyamakan
dirinya dengan segala sesuatu yang ada dalam kelompoknya. Rasa setia kawan
terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus ke arah tindak yang membabi
buta.
d. Krisis identitas
Tujuan akhir dari suatu
perkembangan remaja adalah terbentuknya identitas diri. Dengan terbentuknya
identitas diri, seorang individu sudah dapat memberi jawaban terhadap
pertanyaan: siapakah, apakah saya mampu dan dimanakah tempat saya berperan.
Ia telah dapat memahami
dirinya sendiri, kemampuan dan kelamahan dirinya serta peranan dirinya dalam
lingkungannya. Sebelum identitas diri terbentuk, pada umumnya akan terjadi
suatu krisis identitas. Setiap remaja harus mampu melewati krisisnya dan
menemukan jatidirinya.
5. Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Obat
Motivasi dalam penyalahgunaan
zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan
individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional,
mental-intelektual dan interpersonal.
Di samping adanya motivasi
individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor
lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu
faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini merupakan suasana hati
menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain:
a. Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian,
keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak ada/jarang di rumah dan
sebagainya.
b. Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai
obat-obatan dan zat.
c. Perubahan teknologi yang cepat. Kaburnya nilai-nilai
dan sistem agama serta mencairnya standar moral; (hal ini berarti perlu
pembinaan Budi Pekerti - Akhlaq)
d. Meningkatnya waktu menganggur. Ketidakseimbangan keadaan
ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang
membosankan dan sebagainya.
e. Menjadi manusia untuk orang lain.
Adanya faktor-faktor sosial
kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia
dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan
terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut
perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai
pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.
B. UPAYA PENCEGAHAN MASALAH PENYALAHGUNAAN ZAT
Karakteristik psikogis yang
khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan
penyalahgunaan zat. Namun demikian, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor
lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si pemakai zat.
Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan
timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan zat. Dengan kata lain, timbulnya
masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh
lingkungan dan kondisi psikologis remaja.
Di dalam upaya pencegahan,
tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada dua sasaran proses. Pertama
diarahkan pada upaya untuk menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik
dan diarahkan ke suatu lingkungan yang lebih membantu proses perkembangan jiwa
remaja. Upaya kedua adalah membantu remaja dalam mengembangkan dirinya dengan
baik dan mencapai tujuan yang diharapkan (suatu proses pendampingan kepada si remaja,
selain: pengaruh lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
Jadi remaja sebenarnya berada
dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan
pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses yakni
menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si remaja
untuk mandiri dan menemukan jatidirinya.
Dalam rangka membimbing dan
mengarahkan perkembangan remaja, bidang yang menjadi pusat perhatian adalah:
1.
Sikap dan tingkah laku.
2.
Emosional
3.
Mental - intelektual
4.
Sosial
5.
Pembentukan identitas
diri.
Tindakan apa yang harus dan
dapat dilakukan, secara garis besar akan diuraikan di bawah ini:
6. Sikap dan tingkah laku
Tujuan dari suatu
perkembangan remaja secara umum adalah merubah sikap dan tingkah lakunya, dari
cara yang kekanak-kanakan menjadi cara yang lebih dewasa. Sikap kekanak-kanakan
seperti mementingkan diri sendiri (egosentrik), selalu menggantungkan diri pada
orang lain, menginginkan pemuasan segera, dan tidak mampu mengontrol perbuatannya,
harus diubah menjadi mampu memperhatikan orang lain, berdiri sendiri,
menyesuaikan keinginan dengan kenyataan yang ada dan mengontrol perbuatannya
sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Untuk itu dibutuhkan
perhatian dan bimbingan dari pihak orang tua. Orang tua harus mampu untuk
memberi perhatian, memberikan kesempatan untuk remaja mencoba kemampuannya.
Berikan penghargaan dan hindarkan kritik dan celaan.
7. Emosional
Untuk mendapatkan kebebasan
emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua;
ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri.
Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam
hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang
bersifat menindas, akan tetapi berusaha membimbingnya secara bertahap. Udahakan
jangan menciptakan suasana lingkungan yang lain, yang kadang-kadang
menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak dan malah mempergunakan
narkotika (menyalahgunakan obat).
8. Mental - intelektual
Dalam perkembangannya mental
- intelektual diharapkan remaja dapat menerima emosionalnya dengan memahami
mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya. Dengan begitu ia dapat membedakan
antara cita-cita dan angan-angan dengan kenyataan sesungguhnya.
Pada mulanya daya pikir
remaja banyak dipengaruhi oleh fantasi, sejalan dengan meningkatnya kemampuan
berpikir secara abstrak. Pikiran yang abstrak ini seringkali tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada dan dapat menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan.
Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan bantuan orang tua dalam menumbuhkan
pemahaman diri tentang kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya tersebut. Jangan membebani remaja dengan berbagai macam harapan dan
angan-angan yang kemungkinan sulit untuk dicapai.
9. Sosial
Untuk mencapai tujuan
perkembangan, remaja harus belajar bergaul dengan semua orang, baik teman
sebaya atau tidak sebaya, maupun yang sejenis atau berlainan jenis. Adanya
hambatan dalam hal ini dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan pergaulan
saja misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke tindakan
penyalahgunaan zat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas remaja adalah
adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya.
Hal ini menimbulkan ide,
bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan sikap serta rasa (Citra:
disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua dan cita-citanya. Selain itu
juga kita sebagai orang tua dan guru, harus mampu menumbuhkan suatu Budi
Pekerti/Akhlaq yang luhur dan mulia; suatu keberanian untuk berbuat yang mulia
dan menolong orang lain dan menjadi teladan yang baik.
10. Pembentukan identitas diri
Akhir daripada suatu
perkembangan remaja adalah pembentukan identitas diri. Pada saat ini segala
norma dan nilai sebelumnya merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya dan
harus dipatuhi agar tidak mendapat hukuman, berubah menjadi suatu bagian dari
dirinya dan merupakan pegangan atau falsafah hidup yang menjadi pengendali bagi
dirinya. Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut diperlukan tokoh
identifikasi yang menurut penilaian remaja cukup di dalam kehidupannya. Orang
tua memegang peranan penting dalam preoses identifikasi ini, karena mereka
dapat membantu remajanya dengan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai
peranan agama dlam kehidupan dewasa, sehingga penyadaran ini memberikan arti
yang baru pada keyakinan agama yang telah diperolehnya. Untuk dapat menjadi
tokoh identifikasi, tokoh tersebut harus menjadi kebanggaan bagi remaja. Tokoh
yang dibanggakan itu dapat saja berupa orang tua sendiri atau tokoh lain dalam
masyarakat, baik yang masih ada maupun yang hanya berasal dari sejarah atau
cerita.
Sebagai ikhtisar dari apa
yang dapat dilakukan orang tua dan guru dalam upaya pencegahan, dapat
dikemukakan sebagai berikut:
k. Memahami sikap dan tingkah laku remaja dan menghadapinya dengan
penuh kasih sayang dan kesabaran.
l. Memberikan perhatian yang cukup baik dalam segi material,
emosional, intelektual, dan sosial.
m. Memberikan kebebasan dan keteraturan serta secara bersamaan
pengarahan terhadap sikap, perasaan dan pendapat remaja.
n. Menciptakan suasana rumah tangga/keluarga yang harmonis, intim,
dan penuh kehangatan bagi remaja.
o. Memberikan penghargaan yang layak terhadap pendapat dan prestasi
yang baik.
p. Memberikan teladan yang baik kepada remaja tentang apa yang baik
bagi remaja.
q. Tidak mengharapkan remaja melakukan sesuatu yang ia tidak mampu
atau orang tua tidak melaksanakannya (panutan dan keteladanan).
Apa yang dikemukakan di atas
hanyalah merupakan petikan secara umum dan dalam penerapannya harus disesuaikan
dengan kondisi yang ada pada diri remaja maupun orang tua dan guru. Dengan
begitu maka setiap orang tua dan guru harus mampu untuk menafsirkan apa yang
dimaksud dan menerapkannya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Yang paling penting adalah
pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum mereka mengharapkan
remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang diharapkan dari remaja
harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua dan guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar