[Filsafat Pendidikan Islam] Pengertian, Ruang Lingkup,
Kegunaan dan Metode Pengembangan
oleh : Affanoer
A. Pendahuluan
Setiap orang
memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua
mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati,
Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat
adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti
sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah
arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang
arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang
langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya
oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya
semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli
filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu.
Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya
karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok.
Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu?
Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu
bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara
kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud
dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha
untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan
teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh
karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang
asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk
meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal
dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau
hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain
yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal
dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving),
dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya
disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A.
mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah
cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah
suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan
sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah
atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi
praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para
ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek
pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda.
Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba
menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan)
yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar;
(2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik atau si
terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5)
Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki
ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan
agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang
paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman
atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan
hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga
mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya
mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber
untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al
Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an
sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang
besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al
Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat
besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan
program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam
sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist
sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran.
Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat
martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan
merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju
kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi
merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam
terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan demikian kami
wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu
tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya
yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu
benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52
)” Dan Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling
dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan
memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta
mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh
kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat
diambil kesimpulan :
- Bahwa
al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah
jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah
jalan yang diridloi Allah SWT.
- Menurut
Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati
untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha
atau dalam bentuk pendidikan Islam.
- Al
Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar
pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan
kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan,
penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam
merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran
Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek
kehidupan ini.
Pendidikan dalam arti umum mencakup
segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya,
pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk
memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan
sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan,
karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya,
agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu
memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup
banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan
menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga
ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para
guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada
para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia
harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang
menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai
batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang
mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus,
tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah
dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan
bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada
hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya.
Sedangkan para ahli filsafat pendidikan,
sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat
tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita
mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih
kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang
memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik
daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah
membicarakan masalah yang sangat mendasar.
Sebagai ajaran (doktrin) Islam
mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan
dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah
dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu
kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki
daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi
sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist,
meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
- Menyadarkan
secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain
serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
- Menyadarkan
fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung
jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
- Menyadarkan
manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
- Menyadarkan
manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar
memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan
kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya
dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian
secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat
para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.
Dengan demikian, filsafat pendidikan
Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran
Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika
sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini
mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah
disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan,
khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat
pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat
pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau
cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat
pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik.
Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya
dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita
untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk
bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah
guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam
kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi
pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa
Falsafatuha “ yaitu :
- Untuk
membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan
akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
- Persiapan
untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya
menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi
keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
- Menumbuhkan
ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan
ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan
minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
- Menyiapkan
pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat
mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya
dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara
dari segi kerohanian dan keagamaan.
- Persiapan
untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan
Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil
semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada
tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai
kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat
Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan
filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan
yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat
berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat
para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari
pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk
mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi
kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur
sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al
Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li
Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars
li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini
Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode
yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran
secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan.
Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan
pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya
diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu
yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini
pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam
paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an
dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah
menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat
dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara
epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni
pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam
yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang
dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera
akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan
secara konsisten. Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam
bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari
luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal
prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan. Tugas kita selanjutnya adalah
melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh
para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan
perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu
upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita
sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat
Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan,
Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan.,
Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara
Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
ALTASHREFA SOUTH EAST ASIA
Filsafat pendidikan islam ialah
memberikan makanan fisik secara baik, dengan cara memberikan makanan dan
minuman yang halal dan baik. Sebab, makanan halal dan baik akan memberikan
penggaruh positif terhadap kecerdasan intelektual dan spiritual. Kewajiban orangtua
ialah memberikan makanan ruhani dengan teladan yang indah, seperti; bertutur
kata yang baik, prilaku yang postif, serta memberikan motifasi do’a
setiap waktu, khususnya setelah sholat lima waktu. Dan, lebih khusus lagi
membekali spiritual anak dengan rajin berpuasa sunnah dan sholat malam setiap
saat. Jangan, mengharap seorang anak menjadi baik, jika prilaku orangtuanya
tidak bisa menjadi guru (digugu da ditiru) oleh putra-putrinya.
Dalam dunia pendidikan, tugas utama
orangtua ialah membekali anak dengan moral (ahlakul karimah). Diharapkan
orangtua, dapat memberikan pengaruh positif secara langsung terhadap pendidikan
anak sejak usia dini sampai masa pernikahan. Tugas utama orangtua ialah
mengkondisikan lingkungan keluarga untuk mewujudkan anak-anak yang cerdas
secara intelektual, emosional dan spiritual. Ketika terlahir, yang pertama kali
dilihat adalah wajah kedua orangtuanya, yaitu ayah dan ibunya. Semua ucapan
yang keluar dari lisan ayah ibu, serta prilaku akan tercatat di dalam otak sang
bayi.
Al-Qur’an memberikan pelajaran, bahwa
pendidikan yang harus diberikan sejak lahir hingga dewasa ialah mengenalkan
Allah SWT serta bagaimana ber-ahlak kepada-Nya. Oleh karena itu, sunnah
hukumnya mengumandangkan Adzan dan iqomah pada telingga anak ketika baru
dilahirkan. Seorang Ayah, harus mengenalkan Adzan (nama Allah Swt). Jadi,
pertama kali yang perdengarkan, yang kemudian direkam dalam otak seorang bayi
adalah nama Allah Swt sebagai dzat yang menciptakan (al-Kholik).
Berangkat dari sebuah teks al-Qur’an
yang artinya;” Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya:”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar’‘ (QS. Lukman (31:16). Ketika seorang anak belum bisa diajak
berkomunikasi secara langsung. Kewajiban bagi kedua orangtuanya memperkenalkan
suara-suara indah yang berasal dari wahyu ilahi, seperti tartil al-Qur’an,
sholawatan, dzikir, percakapan yang indah dan menyenangkan antara kedua
orangtuanya. Ini merupakan sebuah cara untuk merangsang otak seorang bayi.
Ketika seorang anak sudah mulai bisa di
ajak berbicara (dialog). Maka selanjutnya, pendekatan sang ayah terhadap
anaknya melalui sebuah dialog, agar supaya pesan moral yang terkandung
itu sampai pada anaknya. Sebagaimana Q.S Lukam (31: 16-19) yang artinya:” Luqman
berkata):”Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui. Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Pesan yang terkandung dalam Q.S Lukman
ini begitu agung, yang terdiri dari masalah tauhid (ahlak) terhadap Allah Swt,
yaitu larangan menyekutukan-Nya. Selanjutnya, ayat di atas mengisaratkan betapa
besar kekuasaan-Nya, karena tidak satupun amal perbuatan manusia, kecuali akan
terpantau oleh Allah Swt dimana saja berada. Dan, semuanya kelak akan
dipertanggung jawabkan di sisi-Nya. Seringkali, surat Lukman ini dibacakan
ketika seorang bayi masih dalam kandungan, dengan harapan pesan-pesan ilahi ini
mampu menembus otak bayi yang sudah bisa menerima pesan-pesan positif dari
lingkungan sekitarnya.
Yang lebih menari lagi, Q.S Lukman ini
mengajak orang-orang mukmin agar senantiasa menyerukan pada kebenaran (ma’ruf)
dan mencegah kemungkaran. Amar ma’ruf nahi mungkar adalah karakteristik orang
muslim sejati. Tidak dipungkiri, sebuah perjuangan memerlukan pengorbanan.
Jadi, modal untuk mengajak baik berbuat (ma’ruf) dan mencegah kemungkaran (kebatilan)
adalah (sabar) atas segala sesuatu yang telah menimpanya.
Di era internetisasi ini. Seringkali
orangtua sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sehingga waktunya sangat
terbatas bagi buah hatinya. Jadi, pertumbuhan putra-putrinya bukan ditangan
kedua orangtua, tetapi di bawah asuhan para pembantunya. Jadi, kadang sang anak
mewarisi moral, etika, dan ahlak para pembantunya yang setiap hari menemaninya.
Dan, ini tidak terelakkan lagi. Di dalam al-Qur’an, Nabi Ibrahim memberikan
contoh,walaupun kualitas pertemuan sedikit dengan putra-putrinya. Diharapkan,
orangtua lebih rajin memberkali buah hatinya dengan do’a.
Ketika mendengar kata-kata do’a.
Seringkali orangtua mengatakan bahwa dirinya sudah mendo’akan anaknya. Bahkan,
ngak kurang-kurang mendo’akan putra-putrinya.Para ulama’ membeberkan rahasia
keberhasilan putra-putrinya. Yaitu dengan membekali putra putrinya dengan rajin
berpuasa sunnah (bekal ruhani dengan tirakaat). Ketika malam tiba, mereka
melobi tuhan dengan tetesan air mata, memohon kepada-Nya, agar putra-putrinya
senantiasa dalam bimbingan-Nya. Selanjutnya, orangtua juga berusaha mencari
harta yang halal 100%, baik jenis atau cara memperolehnya. Dalam,
pendidikanpun, orangtua memilih lembaha yang mengedepankan moral (ahlak).
Terbukti, para ulama’ terdahulu putra-putrinya menjadi ilmuan yang bermoral,
pejabat yang ber-ahlak. Wallau a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar