Indonesia Duduki Peringkat Empat
Negara Terkorup di Asia
Oleh Affanoer
Jumat, 06 Mei 2011 18:31 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,SOLO--Peringkat
korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi. Ketua KPK Busyro Muqodas
menyatakan bahwa Indonesia masih menduduki peringkat ke empat negara terkorup
di kawasan Asia.
Upaya
pemberantasan korupsi terus dilakukan. KPK, misalnya, tengah menunggu izin
presiden untuk diperiksa. Menurut KPK ada 158 pejabat yang diduga terkait
dengan korupsi hingga saat ini masih menunggu izin dari Presiden.
"Mereka terdiri dari 150 pejabat daerah dan delapan gubernur yang tersangkut berbagai masalah, kini menunggu izin dari Presiden untuk diperiksa KPK," katanya saat penandatanganan kerja sama antara KPK dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan seminar mengenai penanganan korupsi, di Solo, Jumat.
Ia mengatakan, pelaku korupsi yang telah ditangani KPK tercatat sebanyak 245 orang.
Mereka antara lain terdiri atas hakim (1), duta besar (4), kepala lembaga dan kementerian (6), komisioner (7), gubernur (8), wali kota dan bupati (22), lain-lain (26), anggota DPR dan DPRD (43), swasta (44), pejabat eselon I, II, serta III (84). Dana yang dikorupsi, katanya, bukan hanya APBN tetapi juga APBD.
Ia mengatakan, jumlah sementara uang negara yang diselamatkan oleh KPK sebesar Rp7,9 triliun, sedangkan saat ini sekitar Rp50 triliun potensi kerugian negara dari kasus korupsi pembayaran pajak.
"Kami akan segera kejar mengenai potensi kerugian negara sebesar tersebut dari tindak penyelewengan pajak itu. Dalam waktu dekat sudah bisa dilakukan," katanya.
Potensi kerugian negara atas kasus lainnya yaitu pendidikan lebih dari Rp2 04,2 miliar, kesehatan lebih dari Rp113,4 miliar, dan infrastruktur lebih dari Rp 597,5 miliar.
Selain itu, kehutanan lebih dari Rp 2,3 triliun, minyak dan gas lebih dari Rp 40,1 triliun, keuangan daerah lebih dari Rp 1,3 triliun, dan perbankan lebih Rp 1,8 triliun
ika
ada seorang anak yang nakal atau berbuat kesalahan, maka apa yang akan anda
lakukan supaya anak tersebut berubah dan tidak melakukan kesalahan lagi?,
menghukumnya dengan hukuman yang berat atau mengarahkannya melalui
pemberitahuan untuk membuatnya mengerti.
Seorang
ayah yang primitive mungkin akan memilih untuk menghajarnya sebagaimana kita
temui di desa-desa atau daerah terbelakang, banyak kasus penyiksaan terhadap
anak dibawah umur. Hal itu terjadi karena di daerah yang lebih terbelakang,
masih banyak ayah yang berpikiran praktis yang menganggap penyiksaan adalah
jalan satu- satunya untuk mendidik anak menjadi sholeh.
Jika
kita mengamati secara mendalam, budaya masyarakat Indonesia masih sangat dekat
dengan budaya Primitivism tersebut. Tidak hanya dalam kasus penyiksaan terhadap
anak namun kita juga sering melihat pencopet mati karena dikeroyok masa ,
pembakaran gedung karena demonstrasi dan banyak aksi- aksi main hakim sendiri
yang hampir dapat kita temui setiap hari.
Pola
pikir praktis seperti inilah yang harus kita rubah. Kita dapat melihat sejarah
di Amerika, beberapa abad lalu pemerintah menggunakan alat- alat canggih untuk
melakukan penyiksaan terhadap pelaku kejahatan. Dari mulai alat sengat listrik
yang mampu membunuh narapidana dalam beberapa detik , gas racun sampai alat
penghancur jari –jemari. Tapi semua itu adalah kesalahan sejarah yang kemudian
ditinggalkan, walaupun pada saat itu hampir ratusan tahun dibenarkan.
Dalam
Kasus Korupsi , sering kita menaggapinya dengan cara yang sama. Orang berpikir
praktis dengan berkeyakinan bahwa jalan satu- satunya untuk memberantasnya
adalah melalui efek jera, misalnya dikucilkan , dipenjara atau bahkan di hukum
mati jika perlu.
Ini
bagi saya adalah cara berpikir yang primitive. Ada banyak cara untuk
menanganinya. Seorang anak yang nakal tidak harus dibunuh untuk membuat jera
anak lain agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Tentu
anda akan bertanya, ini adalah orang dewasa, bukan anak kecil lagi, jadi
bagaimana solusinya menurut anda ?.
Menurut
saya, korupsi itu adalah masalah mental. Karena masalah mental maka itu
berhubungan dengan kesadaran dan pola pikir. Jadi menurut saya korupsi itu
bukanlah kejahatan tapi kebodohan. Seorang Koruptor adalah seorang yang
serakah, anti social yang kurang bisa bekerja sama.Masalahnya hanya mereka
tidak tahu menggunakan dan mengalokasikan uang dengan baik dan tepat. Maka dari
itu untuk mengatasinya yang kita perlukan adalah melakukan penyadaran dan
revolusi mental melalui pendidikan.
Butuh
waktu lama untuk mendidik para koruptor untuk menjadi anak yang sholeh yang
mengerti arti kerjasama dan mencintai. Sama sulitnya untuk mendidik masyarakat
primitive untuk tidak memilih tindakan praktis untuk menghakimi para koruptor.
Jadi
menurut saya karena Korupsi adalah masalah mental maka adalah mustahil
menanganinya dengan cara memberantas Orangnya. Korupsi adalah jiwa yang bodoh
yang hanya bisa ditumpas dengan pengertian dan kesadaran. Jadi bangsa ini
seharusnya lebih terfokus untuk membangun pendidikan dari pada menangkapi
para koruptor. Karena mereka ibarat Zombi, mati satu tumbuh seribu dikarenakan
berkembang biaknya kebodohan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar