INFO PROFIL

Foto saya
JENTREK ROJOIMO WONOSOBO, jawa tengah indonesia, Indonesia
Ya Allah jadikan kami manusia yang bisa keluar dari belenggu “kemunafikan”. Bimbing kami untuk tidak mengoreksi orang lain sebelum diri ini terkoreksi ya Rabb. Jadikan kami manusia yang jujur dan tidak pernah membohongi diri sendiri apalagi orang lain. kepadaMulah kami berserah ya Allah, kepadaMulah kami bermohon karena tanpa kehendakMu kami tidak bisa berbuat apa-apa Affannur Jentrek rojoimo wonosobo . lahir13 Agustus 1989

Selasa, 15 Februari 2011

Sekali lagi: Mengucapkan Niat Sholat

Affannur Jentrek ROjoimo
Niat itu tempatnya di hati, dan memang seharusnya niat itu dengan hati, akan tetapi saya dengar orang-orang bersembahyang di Masjid, niatnya dengan ucapan Usholli fardlo dzuhri dst. Sahkah itu?
Niat itu memang tempatnya di hati. Kalau hanya ucapan Usholli fardlo dzuhri dan seterusnya saja itu namanya bukan niat.
Kalau demikian, lalu apa gunanya baca Usholli?
Gunanya untuk menolong agar hati kita itu ingat mensahajakan, sebab manusia itu tempatnya lupa. Apalagi di dalam niat itu, kita harus Ta’ridh dan Ta’yin. Untuk ingat mensahajakan sholat berikut ta’ridh dan Ta’yin adalah tidak mudah.
Bagaimana hukumnya kalau orang sholat tidak baca usholli, tetapi sudah niat hati? dan bagaimana hukumnya baca usholli padahal juga juga niat dengan hati?
Sholat dengan niat yang mencakup syarat, tanpa baca usholli ila akhirihi hukumnya sah. Melengkapi dengan bacaan usholli ila akhirihi hukumnya mandub. Menurut keterangan kitab-kitab fiqih yang menjadi pegangan para ulama’seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in dan lain sebagainya.
Tetapi saya pernah membaca majalah berbahasa Indonesia. Di sana diterangkan bahwa bacaan Usholli ila akhirihi itu tidak baik, bahkan termasuk bid’ah yang sesat.
Hal itu terserah kepada saudara. Kami dan saudara sama-sama mempunyai pegangan. Kami mempunyai pegangan kitab-kitab Fathul Mu’in dan sebagainya. Dan saudara sama-sama mempunyai pegangan. Saudara juga mempunyai pegangan majalah. Sayangnya ada sedikit perbedaan yaitu Fathul Mu’in mengatakan bahwa tidak membaca Usholli juga boleh, dan tidak sesat, tetapai majalah yang saudara sebutkan mengatakan bacaan Usholli tidak baik dan sesat. Jadi Fathul Mu’in tidak menganggap salah kepada orang yang tidak membaca Usholli dan majalah tersebut mengangggap salah kepada orang yang membaca Usholli.
Sebabnya dikatakan sesat dan dikatakan salah, karena menambah aturan-aturan di dalam sholat.
Keterangan saudara itu tidak benar, karena sholat itu dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Jadi sebelum waktu takbir itu namanya belum sholat, sedang bacaan Usholli itu dilakukan sebelum Takbirotul Ihrom. Itu dengan kata-kata lain diucapkan di luar sholat, dan sama sekali tidak mengganggu tata tertibnya sholat.
Sumber: http://nunihon.org/
Be the first to like this post.

10 Tanggapan to “Sekali lagi: Mengucapkan Niat Sholat”

Rasulullah b menerangkan bahwa segala perbuatan tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan menurut apa yang diniatkannya.
عن أميرالمؤمنين عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin al-Khattab a berkata,” Aku mendengar Rasulullah b bersabda,” Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan RasulNya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
(HR. Bukhari 1/9 (1), Muslim no. 1907)
Adapun letak niat adalah di hati dan tidak dilafadzkan karena memang tidak ada hadits yang menyebutkan shighat lafadz niat tersebut kecuali hadits tentang perintah Rasulullah b untuk mengucapkan lafadz basmallah ketika akan berwudhu.
Berkata Imam Asy-Syafi’i v di dalam kitab Al-Umm,”
وَلاَ يُجْزِئُ الْوُضُوءُ إلا بِنِيَّةٍ وَيَكْفِيهِ مِنْ النِّيَّةِ فِيهِ أَنْ يَتَوَضَّأَ يَنْوِي طَهَارَةً مِنْ حَدَثٍ أَوْ طَهَارَةً لِصَلاَةِ فَرِيضَةٍ أَوْ نَافِلَةٍ أَوْ لِقِرَاءَةِ مُصْحَفٍ أَوْ صَلاَةٍ عَلَى جِنَازَةٍ أَوْ مِمَّا أَشْبَهَ هَذَا مِمَّا لاَ يَفْعَلُهُ إلا طَاهِرٌ .
“Tidak sah seseorang berwudhu tanpa niat dan seseorang cukup dikatakan berniat bila ia melakukan wudhu’.Ia berniat bersuci dari hadats atau bersuci untuk shalat fardhu,atau nafilah, atau membaca al-Qur’an, atau shalat jenazah atau semisalnya yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang yang bersih.”
(Al-Umm, Kitab Thaharah باب قدر الماء الذي يتوضأ به . Lihat juga penjelasan “niat” dalam Kifayatul Ahyar tahqiq Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah h. 35-37).
Maksud dari perkataan ini adalah ketika seseorang akan mengerjakan sesuatu, ia harus tanamkan niat di dalam dirinya dengan kesungguhan bersamaan dengan pelaksanaan pekerjaan itu. Ucapan Imam asy-Syafi’i v ini sesuai dengan perkataannya ketika membahas perkara niat shalat, juga di dalam kitab Al-Umm :
)قال الشافعي( والنية لا تقوم مقام التكبير ولا تجزيه النية إلا أن تكون مع التكبير لا تتقدم التكبير ولا تكون بعده
Berkata Imam asy-Syafi’i v ,”Dan niat itu tidak bisa menggantikan takbir dan tidak sah niat itu kecuali dilakukan bersamaan dengan takbir. Tidak mendahului takbir dan tidak pula setelah takbir.”
(Al-Umm, Kitab Shalat باب النية في الصلاة.)
Maka dari itu dapat dipahami dari ucapan Imam asy-Syafi’i v ini bahwa niat itu adanya di dalam hati dan tidak dilafalkan. Karena tidaklah mungkin melafalkan niat tersebut jika harus bersamaan dengan ucapan takbir apalagi tidak boleh mendahului takbir ataupun setelah takbir.
Ibnu Taimiyah v berkata: “Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin, tempat niat itu di hati bukan lisan dalam semua masalah ibadah, baik bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat adalah kesengajaan dan kesungguhan dalam hati. (Majmu’atu ar-Rasaaili al-Kubra, I/243)
Demikianlah para ulama ahlussunnah yang masyhur tidak ada yang mengajarkan bentuk lafadz niat itu dan sekiranya lafadz niat itu ada dari Rasulullah b pastilah telah ada pada kitab-kitab mereka. Hal ini karena masalah niat adalah perkara yang penting dan menjadi syarat keabsahan suatu ibadah, jadi niscaya mereka tidak akan meluputkannya.
–> 100 untuk anda. Alhamdulillah dalil-dalil anda memperkuat pula pendapat kami. Setuju bahwa niat itu letaknya berada di hati, bukan lesan. Ucapan niat dilakukan untuk membantu menetapkan niat di hati. Demikianlah pendapat-pendapat para ulama yang saya ketahui.
Ucapan lafadz niat dilakukan sebelum takbir, tidak bersama-sama takbir. Itu artinya sebelum sholat.. bukankah kita bebas melakukan apapun sebelum (yg berarti di luar) sholat. Lalu .. apa salahnya jika melafadzkan niat ketika akan sholat. Dgn demikian bersamaan dengan takbiratul ikhram, niat di hati telah menetap mantab sesuai dgn lafadz niat yg baru saja diucapkan.
Sedangkan komentar-komentar anda itu adalah tafsiran anda sendiri. Penafsiran ngawur dari sebuah kitab yg agung. Dari mana referensi anda. Apakah berdasar kitab2 syafiiyah juga? Jika anda berguru kitab al-Umm kepada ulama yang bermadzab Syafii (kitab Al Umm adalah karya Imam Syafii), niscaya anda tak kan mengatakan misal spt ini ,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar