Perbuatan Bid’ah Tertolak
Affannur Jentrek Rojoimo
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
رواه البخاري ومسلم
وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Dari Ummul Mu’minin Ummu Abdillah, A’isyah radhiallahuanha dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang membuat-buat dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim)Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.
Penjelasan
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab ash-Shulhu, bab Idza Ishthalahu ‘ala Shulhi Juurin fash-Shulhu Marduud, nomor 2550. Sedang dalam Shahih Muslim terdapat pada kitab al-Aqdhiyah, bab Naqdhil-Ahkaam al-Baathilah wa Raddi Muhdatsaatil-Umuur, nomor 1718.
Urgensi Hadits
Hadits ini merupakan salah satu dasar Islam. Jika hadits إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ merupakan parameter batiniyah dari setiap perbuatan, maka hadits ini adalah parameter lahiriyah dari setiap amal manusia. Semua perbuatan yang tidak didasari dengan perintah Allah dan Rasul-Nya adalah tertolak. Demikian juga mereka yang membuat satu tambahan dalam agama, namun tambahan tersebut tidak memiliki dasar baik dalam al-Qur’an maupun hadits, maka tambahan tersebut sama sekali bukan bagian dari agama, dan dengan sendirinya tertolak.
Imam Nawawi berkata: “Hadits ini harus dihafal dan dijadikan dalil untuk membatalkan dan melenyapkan segala kemungkaran.” Sementara Ibnu Hajar al-Haitami berucap: “Hadits ini merupakan salah satu dasar Islam, dan secara tekstual memiliki manfaat yang sangat luas, karena ia merupakan landasan global dan komprehensif dari semua dalil, yang darinya sebuah hukum syar’i bisa simpulkan.”
Makna Kata dalam Hadits
مَنْ أَحْدَثَ artinya, barangsiapa yang memunculkan dan menciptakan (perkara agama) yang digerakkan oleh hawa nafsunya.
فِي أَمْرِنَا artinya, dalam perkara agama dan syari’at kita yang telah diridhai Allah.
مَا لَيْسَ مِنْهُ (Yang bukan dari agama). Artinya, yang menafikan dan bertentangan dengan agama, serta tidak dilandasi oleh kaidah dan dalil umum agama/syari’at.
فَهُوَ رَدٌّ Maksudnya adalah tertolak bagi orang yang melakukannya, karena kebathilan amalan tersebut dan tidak dianggap sebagai bagian dari agama.
Fiqhul Hadits (Pemahaman Atau Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Hadits)
1. Islam adalah ittiba’ (mengikuti), bukan ibtida’ (membuat hal baru)
Melalui hadits ini Rasulullah saw menjaga kemurnian Islam dari tangan orang-orang yang melampaui batas. Hadits ini sendiri merupakan sabda Rasulullah yang singkat dan padat, yang mengacau kepada berbagai nash al-Qur’an yang menyatakan bahwa keselamatan seseorang hanya akan didapat dengan mengikuti petunjuk Rasulullah saw, tanpa menambah atau mengurangi, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ
“Katakanlah: Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian…” (QS. Ali Imran: 31)
وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya…” (QS. al-An’am: 153)Dalam sebuah hadits:
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya bahwa Rasulullah saw bersabda dalam khutbahnya: “Sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah (al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah perkara baru yang dibuat-buat, dan setiap perkara baru yang dibuat-buat adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat”Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar