INFO PROFIL

Foto saya
JENTREK ROJOIMO WONOSOBO, jawa tengah indonesia, Indonesia
Ya Allah jadikan kami manusia yang bisa keluar dari belenggu “kemunafikan”. Bimbing kami untuk tidak mengoreksi orang lain sebelum diri ini terkoreksi ya Rabb. Jadikan kami manusia yang jujur dan tidak pernah membohongi diri sendiri apalagi orang lain. kepadaMulah kami berserah ya Allah, kepadaMulah kami bermohon karena tanpa kehendakMu kami tidak bisa berbuat apa-apa Affannur Jentrek rojoimo wonosobo . lahir13 Agustus 1989

Sabtu, 17 Juli 2010

HUKUM ISLAM

affannur jentrek rojoimo wonosobo 


Prolog
Alasan ini sangat klasik bahwa ketidakjelasan pengembangan studi hukum Islam saat ini pada tataran materi dan metodologi adalah berawal dari perbedaan pendapat para ulama tentang istilah, makna dan cakupan dari hukum Islam itu sendiri. Apakah hukum Islam ini adalah terjemahan dari shari>'ah, shar'y atau fiqh? Kalau terjemahan dari fiqh, apakah dalam makna pada masa awal munculnya istilah itu sebagaimana dimaknai oleh Imam Abu Hanifah sebagai seluruh pranata dan aturan dalam Islam termasuk tauhid dan akhlak, ataukah dalam makna yang berkembang kemudian, yakni yang mencakup hukum murni an sich.
Perbedaan di atas sampai saat ini tetap eksis  dan sudah tentu berpengaruh pada perkembangan hukum Islam, pilihan materi dan metodologinya. Lebih-lebih, perkembangan hukum Islam itu sendiri menghadapi kesulitan ketika dikomparasikan atau dilihat dengan perspektif hukum Barat dengan segala metodologinya. Hal ini sangat dirasakan oleh sarjana-sarjana hukum Islam Barat, sebut saja misalnya Wael Hallaq ketika mencoba mensinergikan terma dan metodologi hukum Barat dengan hukum Islam dalam bukunya A History of Islamic Legal Theories:An Introduction to Sunni>  us}u>l al-fiqh. 
Beragamnya pendapat tentang hukum Islam ini, mulai dari yang klasik sampai yang modern, sesungguhnya menjadi khazanah yang menyediakan opsi-opsi yang mencerdaskan yang mampu mencetak watak kesarjanaan yang progresif, menghargai perbedaan dan memahami makna hakiki dari pluralisme. Sayangnya, perkembangan yang terjadi saat ini adalah memilih satu opsi untuk diyakini dan dianut secara fanatis tanpa menyisakan ruang kebenaran untuk pemilih opsi hukum yang lain. Inilah yang juga lazim terjadi di PTAI di Indonesia.
Berikut ini adalah sketsa sekilas tentang materi dan metodologi hukum Islam  yang dikembangkan di IAIN untuk melihat jelas kelemahan-kelemahan yang telah melahirkan potret hukum Islam di Indonesia yang handicap. Pada bagian akhir tulisan ini akan dipaparkan beberapa faktor lainnya yang mendukung kurang kokohnya kajian hukum Islam di IAIN.

Materi Hukum Islam di PTAIN
    Sesungguhnya studi hukum Islam di PTAIN saat ini sudah banyak mengalami kemajuan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada Keputusan Menteri Agama tentang penyempurnaan KepMenag No. 110/1982, tanpak dengan jelas pembidangan  ilmu-ilmu keislaman, disiplin, sub-disiplin dan arah pengembangannya. Ilmu Syari'ah adalah bidang kajian yang ke-6 dari 12 bidang kajian yang ada.  Dari sini jelas bahwa makna fiqh yang dipakai adalah makna fiqh sebagai hukum murni.
    Pilihan semacam ini masih menjadi bagus manakala diimbangi dengan matakuliah-matakuliah yang mengisi bagian-bagian lain dari studi Islam sehingga mahasiswa mampu memahami bangunan Islam yang utuh, walaupun kajian pokoknya adalah hukum Islam. Hal ini sudah dilakukan oleh PTAI, termasuk di fakultas dimana penulis mengajar.
    Meskipun demikian, studi hukum Islam seperti ini membutuhkan pilar-pilar metodologis yang harus diajarkan bersama dengan materi hukumnya. Pendekatan-pendekatan filosofis, historis, sosiologis dan juga politik menjadi sangat urgent untuk menampilkan wajah hukum Islam yang membumi, luwes dan fleksibel. Sayangnya, materi-materi kuliah seperti inilah yang kurang mendapatkan tempat dan perhatian.
    Kenyataan yang lebih parah adalah ternyata bukan hanya metodologi dan pendekatan kontemporer yang tidak mendapatkan tempat, kajian-kajian teori fiqh klasik pun, seperti us}u>l al-fiqh dan qawa>'id al-fiqh tidak mendapatkan porsi yang layak. Bagaimana studi hukum Islam akan mampu berkembang sementara landasan-landasan pokoknya tidak banyak dipelajari. Perkembangan hukum Islam tidaklah terletak pada materi-materi hukum Islam yang sudah "tidak berdaya" dalam teks kitab-kitab kuning, melainkan pada ruh hukum Islam itu sendiri yang ada pada aplikasi metodologi.
    Ketidakseimbangan materi kuliah, antara materi hukum Islam dan teori hukum Islam memiliki implikasi negatif yang saat ini kita sudah rasakan. Kekayaan "hafalan" materi hukum Islam yang dibarengi dengan kemiskinan teori, metodologi dan pendekatan hukum telah melahirkan rigiditas dalam bersentuhan dengan realitas yang dinamis dan fanatisme yang kental ketika berhadapan dengan perbedaan pendapat. Menurut hemat penulis, peningkatan kajian metodologis sebagai matakuliah wajib perlu dilakukan.

Metodologi Studi Hukum Islam
Lemahnya penguasaan metodologi studi hukum Islam di PTAIN dapat dilihat dari karya akhir studi mahasiswa. Karya akhir mereka, terutama yang S1 dan pada beberapa bagian juga S2 dan S3 menampilkan pola kajian yang seragam, metodologi yang kaku dan bahkan objek kajian yang relatif sama. Ada semacam keengganan untuk bersentuhan dengan kajian dengan menggunakan inter-disciplinary approach.
Pendekatan sosiologis, politik, filosofis  terhadap hukum sangat jarang, kalau tidak bisa dikatakan tidak pernah, dilakukan oleh mahasiswa S1, namun sudah ada dilakukan oleh mahasiswa S2 dan S3. Skripsi mereka cenderung sama menggunakan judul "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ….", "PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG …" dan paling jauh adalah kajian komparatif antara hukum Islam dan hukum positif.   Uraiannya sangatlah deskriptif dan sepi dari pendekatan-pendekatan kontemporer. Ini adalah indikator nyata gagalnya pencapaian target belajar MSI.
Kenyataan di atas, pada tataran yang lebih luas, telah menyebabkan tiga hal yang poisonous: pertama, lahirnya sarjana yang mendapatkan legitimasi akademik tetapi tetap berpola pikir non akademik. Menarik untuk dicatat bahwa penyakit seperti ini juga banyak terjadi pada mhasiswa alumni Barat yang pernah mengalami pencerahan tetapi kemudian kembali pada "madhhab masa lalunya" ketika kembali ke masyarakat.  Akhirnya, tokoh dan teks hukum Islam klasik mengalami penguatan mistifikasi di kalangan masyarakat awam, reformasi hukum Islam mengalami hambatan yang sangat berat; kedua, hukum Islam akan terus going no where kecuali tetap menjadi teks yang tidak memiliki konteks karena kebutuhan sosial, budaya dan kehidupan masyarakat yang terus mengembang tidak pernah dikaji dan dipenuhi; ketiga, tetap bertahannya absolutisme, tradisionalisme dan aroganisme keberagamaan. Tafsir-tafsir keagamaan yang tidak bersahabat, tidak memiliki visi universalitas nilai keadilan dan kesejahteraan, serta tidak mau bersentuhan dengan realitas sangat mungkin muncul dari kelompok semacam ini. 
Menurut hemat penulis, ada empat problem utama dalam pembelajaran Metodologi Studi Islam di PTAIN, minimum di Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel tempat penulis bekerja:
1.    Kurangnya jumlah SKS untuk MSI dalam berbagai pendekatan. MSI dalam silabus S1 IAIN adalah dasar-dasar metodologis untuk semua kajian studi keIslaman mulai dari hukum Islam, teologi dan lain sebagainya yang diberikan pada mahasiswa semester satu dengan bobot 2 SKS. Ini adalah matakuliah yang berat dengan bobot yang sedikit diberikan kepada orang yang secara intelektual baru beranjak "matang."
2.    Rendahnya intellectual ability and capability dosen pengajar, sehingga tidak mampu merangsang mahasiswa untuk searching and surfing lebih jauh dengan pendekatan-pendekatan kontemporer multi-disipliner.  Harus diakui sebagai sebuah kenyataan bahwa masih banyak dosen dan pengajar di semua strata pendidikan yang tidak mengerti pendekatan studi keislaman kontemporer, seperti hermeneutika, fenomenologi, history of ideas, konstruksi sosial dan lain sebagainya. Yang unik adalah mereka menyembunyikan ketidakmengertiannya di balik ketidaksetujuannya terhadap pendekatan-pendekatan baru itu.
3.    Kurangnya buku-buku referensi metodologi studi Islam yang bisa diakses dengan baik juga menjadi kendala. Perpustakaan masih dipenuhi dengan buku-buku lama. Buku-buku baru dan juga jurnal-jurnal yang biasanya mengusung isu dan ide baru pendekatan penelitian dan studi keagamaan sangat sulit didapatkan.
4.    Rendahnya modal akademis mahasiswa. Penyaringan test masuk IAIN terlalu longgar, sehingga calon mahasiswa yang tidak bisa baca tulis Arabpun bisa lolos. Adalah naif, apabila ada mahasiswa S2 dan S3 yang sama sekali tidak menguasai bahasa Arab dan atau bahasa Inggris, karena akan mengalami kesulitan mengupgrade khazanah keilmuannya.

Strategi Pengembangan
Dari uraian di atas jelaslah bahwa wajah pengembangan hukum Islam yang cenderung lamban di PTAI dan juga dalam masyarakat muslim di Indonesia secara umum adalah implikasi dari kurang diperhatikannya aspek metodologi dan pendekatan studi hukum Islam.
Menyadari masalah-masalah tersebut, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan, yaitu:
1.    Penambahan bobot sks MSI pada program S1, dan pendalaman berkelanjutan pada program S2 dan S3.
2.    Peningkatan mutu dan kemampuan akademik dosen pengajar MSI, dengan diadakannya seminar, workshop dan training metodologi studi hukum Islam. Dosen MSI ini seharusnya adalah mereka yang sudah belajar dan ditraining secara khusus, bukan asal dosen yang setiap semester berganti matakuliah sebagaimana yang saat ini masih banyak terjadi di PTAI kita. Upaya mengembangan mutu dosen, sebagaimana yang dilakukan di UIN Yogyakarta, dengan cara mengirimkan dosen dan staf pengajarnya ke universitas-universitas Barat dan Timur Tengah adalah cara yang sangat efektif untuk proses enlightenment.
3.    Kajian ulang silabus MSI di PTAI sekaligus penambahan referensi yang bisa diakses oleh mahasiswa. McGill University bisa menjadi salah satu contoh dalam hal kelengkapan buku dan jurnal dalam bentuk hard copy. Harvard University bisa ditiru dalam hal kelengkapan akses jurnal online dimana universitas subscribe ke situs jurnal untuk kemudian dibaca oleh mahasiswa.
Perbaikan output pendidikan PTAI akan sangat bermakna bagi perkembangan pemahaman hukum Islam di masyarakat umum. Pemahaman keislaman yang progresif akan mudah tumbuh apabila tabiat hukum Islam yang luwes dan fleksibel menjadi suatu kenyataan. Sejarah akan mencatat bahwa PTAI telah berhasil mengawal keberagamaan masyarakat yang damai "dari kampus untuk masyarakat."




KAIDAH-KAIDAH PERNIKAHAN

KAIDAH-KAIDAH PERNIKAHAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat serta taufiq hidayah-Nya kepada kita, sehingga kami bisa menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik, meskipun masih banyak kekurangan disana sini.
Sholawat dan salam tetap ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak suwito, selaku dosen pembimbing, serta teman–teman yang ikut mendukung dalam pembuatan serta penulisan makalah ini.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Seminar Hukum keluarga islam, dan mudah mudahan makalah ini membawa manfaat bagi kita terutama bagi penulis, oleh sebab itu kami memerlukan kritik dan saran dari pembaca, yang bisa membangun serta menjadi perbaikan dalam penulisan yang akan datang. Masih banyak dirasakan bahwa sejak diundangkannya UU. No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang hingga saat ini sudah berumur 14 tahun, bagi masyarakat awam sendiri masih banyak yang belum mengetahui atau menyadari akan isi dari peraturan-peraturan tersebut, sehingga mengakibatkan tidak diketahuinya akan hak dan kewajiban masng-masing serta seringnya dilanggar hak dan kewajiban.
Oleh karena itu pemakalah tergerak untuk mengangkat masalah ini, dengan harapan bisa menambah cakrawala berfikir. Namun pemakalah merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, kritik dan saran tetap pemakalah harapkan.
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang.
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup, terutama dalam pergaulan atau bermasyarakat yang sempurna. Bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan berumah tangga dan berketurunan, akan tetapi perkawinan itu dapat dipandang sebagai satu jalan menuju perkenalan antara satu kaum (keluarga) dengan yang lainnya.
Pernikahan juga merupakan suatu pokok yang utama untuk menyusun masyarakat kecil, yang nantinya akan menjadi anggota dalam masyarakat yang besar. Namun tujuan perkawinan sangat bergantung pada eratnya hubungan antara suami, hubungan suami isteri akan terjalin dengan baik jika masing-masing menjalankan kewajibannya menjadi suami isteri yang baik pula.
Hubungan antara suami dan isteri adalah inti atau merupakan masalah pokok dalam hubungan antara sesama manusia sebagai individu, manusia sebagai makhluk sosial (zoonpoliticoon). Jadi, hubungan manusia itu baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Bangsa dan negara selalu saling membutuhkan. Suami isteri yang merupakan keluarga adalah dasar permulaan daripada hubungan antar kelompok yang membentuk masyarakat. Jadi keluarga merupakan unsur yang penting dalam pembentukan suatu masyarakat, bangsa dan negara tanpa suami dan isteri tidak ada keluarga tidak ada masyarakat dan seterusnya.
Demikianlah seharusnya hubungan antara suami isteri dalam rumah tangga, namun pada kenyataannya kadang-kadang pasangan suami isteri itu karena kesibukan mereka sehari-hari lupa menerapkan petunjuk-petunjuk Allah sehingga mereka tergelincir ke lembah pertengkaran yang hebat diantara mereka dan terjadilah apa yang sebenarnya tidak dikehendaki serta palung dibenci oleh allah yaitu putusnya perkawinan antara suami isteri tersebut.

B.    Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah kami sampaikan diatas maka kami memberikan beberapa rumusan masalah untuk mempermudah para pembaca dalam merumuskan apa yang akan kami  bahas dalam materi kali ini dan untuk memahami makalah kami, diantara rumusan masalah tersebut antara lain:
1.    Bagaimana kaidah-kaidah atau Asas-asas yang diperlukan dalam suatu pernikahan?
2.    Apa saja hikmah di adakannya pernikahan?
3.    Apa saja tujuan dari pernikahan di lihat apabila dipandang dari beberapa aspek?
4.    Bagaimana tentang hukum pernikahan?


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Kaidah-kaidah atau Asas-asas dalam pernikahan.
Dalam ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian suci antara seorang pria dengan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas diantaranya:

    Kaidah (asas) kesukarelaan.
Merupakan asas terpenting dalam perkawinan islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua belah calon suami isteri tetapi juga antara kedua orang tua kedua belah pihak. Kesukarelaan orang tua menjadi wali seorang wanita merupakan sendi asas perkawinan islam.

    Kaidah (asas) persetujuan kedua belah pihak.
Kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis asas pertama yang telah kami sebutkan diatas. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan. Persetujuan seseorang gadis unutk dinikahkan dengan seorana pemuda misalnya, harus diminta terlebih dahulu oleh wali a tau orang tuanya. Dan menurut sunnha nabi persetujuan itu dapat disimpulkan dari diamnya gadis tersebut. Dari berbagai sunnah nabi dapat diketahui bahwa perkawinan yang dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dapat dibatalkan oleh pengadilan.

    Kaidah (asas) kebebasan memilih.
Diceritakan oleh Ibnu abbas bahwa pada suatu hari ketika seorang gadis bernama jariyah menghadap rasulullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak disukainya, setelah mendenganr pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa ia (Jariyah) dapat memilih unutk mneruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya perkawinannya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang lain yang disukainya.

    Kaidah (asas) kemitraan suami-isteri.
Fungsi yang berbeda karena perbedaan kodrat (sosial, asal dan pembawan) yang disebut dalam al-Qur’an surat an-nisa’:34, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka...” dan surat al-baqarah: 187. Kemitraan menyebabkan kedudukan suami isteri dalam beberapa hal sama dalam hal lainberbeda, suami menjadi kepala keluarga dan isteri menjadi kepala dan penanggung jawab pegaturan rumah, anak-anak dan lain-lainnya.

    Kaidah (asas) untuk selama-lamanya.
Menunjukkan bahwa perkawinan dilaksanakan  unutk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup sebagaimana yang tertera dalam surat ar-rum:21
وَمِنْ اأيتِه أَنْ خَلَقَ لَكُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ أَ زْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا اِلَيْهَاوَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدةً وَرَحْمَةً انْ فِي ذلِكَ لايت لِقَوْم يَتَفَكرُوْنَ.
 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Karena asas ini pula maka perkawinan mut’ah yakni perkawinan sementara untuk bersenang-senang selama waktu tertentu saja, seperti yang terdapat dalam masyarakat jahiliyah dahulu dan beberapa waktu setelah islam datang.

    Kaidah (asas) monogami terbuka.
Disimpulkan dalam al-qur’an dalam surat an-nisa’:3
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُو
“...Kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Jika kamu takut tidak berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja…”
Dari keterangan ayat diatas dinyatakan bahwa seorang pria muslim dibolehkan atau boleh beristeri lebih dari seorang asal memenuhi beberapa syarat tertentu diantaranya adalah syarat mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi isterinya.
Sedangkan dalam ayat 129:
ولن تستطعوا أن تعدلوا بين النساء ولوحرصتم فلا تملواكل الميل فتذروهاكالمعلقة وان تصلحوا وتتقوا فان الله كان غفورارحيماْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Menyatakan bahwa manusia tidak mungkin berlaku adil terhadap isteri-isterinya walaupun ia berbuat demikian. Oleh karena ketidak mungkinan berbuat adil terhadap isteri-isteri tersebut maka Allah menegaskan bahwa seorang laki-laki lebih baik kawin dengan seorang wanita saja. Ini berarti bahwa beristeri lebih dari seorang merupakan jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang laki-laki muslim apabila terjadi bahaya, antara lain untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat dosa, misalnya tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang isteri.


B.    Tujuan pernikahan berdasarkan beberapa aspek.
Menurut fitrahnya, manusia dilengkapi dengan kecenderungan seks (libido seksualitas). Oleh karena itu, Allah menyediakan wadah yang legal untuk terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat kemanusiaan. Akan tetapi perkawinan tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk menunaikan hasrat biologis tersebut. Kalau hanya itu, maka tujuan perkawinan memiliki nilai yang sama dengan perkawinan yang dianut biologi yaitu mempertemukan jantan dan betina untuk sekedar memenuhi kebutuhan reproduksi generasi. Perkawinan yang diajarkan Islam meliputi multiaspek.
Dan diantara aspek-aspek terebut antara lain:
    Aspek Personal.
    Penyaluran kebutuhan biologis.
Sebagai sunatullah, manusia selalu hdup berpasangan akibat adanya daya tarik, nafsu syahwat diantara dua jenis kelamin yang berelainan. Hidup bersama dan berpasangan tadi tidaklah harus selalu dihubungkan dengan masalah seks walaupun faktor ini merupakan faktor yang dominan.
Namun demikian tak dapat disangkal lagi bahwa faktor hubungan badan ini merupakan faktor utama. Prof. Wirjono Prodjodikoro mengatakan “pada umumnya dapat dikatakan bahwa hal persetubuhan ini faktor pendorong yang penting unutk hidup bersama tadi, dengan maksud mendapatkan keturunan ataupun hanya untuk melampiaskan kebutuhan biologisnya saja. Jadi jelaslah bahwa faktor yang ini sangat mempengaruhi manusia disamping faktor-faktor yang lain dalam sebuah pernikahan.” 
    Reproduksi generasi.
Ada orang yang berpendapat bahwa untuk mendapatkan keturunan tidak perlu selalu melalui pernikahan. Hal ini karena akibat yang  ditimbulkan dari persetubuhan adalah kehmailan yang diakhiri dengan kelahiran keturunan. Akan tetapi, persetubuhan diluar perkawinan jelas dilarang oleh ajaran agama islam. Oleh karena itu meskipun persetubuhan yang ilegal itu menghasilkan keturunan, itu dianngap tidak ada. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan yang sah melalui perkawinan, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
تزوجوا فاني مكاثربكم الأمم يوم القيامة
“Nikahkanlah kamu sesungguhnya aku menginginkan darimu umat yang banyak.”
Dari pengertian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya sebaiknya kita memperbanyak dan menikahi wanita yang mampu member kita keturunan yang banyak.

    Aspek sosial.
    Rumah tangga yang baik sebagai fondasi masyarakat yang baik.
Perkawinan diibaratkna sebagai ikatan yang sangat kuat, bagaikan ikan dengan airnya, dan bagaikan beton bertulang yang sanggup menahan getaran gempa. Kalau kita amati, pada awalnya mereka yang melakukan pernikahan tidak saling kenal dan kadangkala mereka mendapatkan pasangan yang berjauhan. Akan tetapi, tatkala memasuki dunia perkawinan, mereka begitu menyatu dalam keharmonisan, bersatu dalam mengahadapitantangan dalam mengaruhi bahtera kehidupan.
Prof. Dr. Mahmud syaltut dalam bukunya Al-Islam Aqidah wa Syariah mengumpamakan keluarga sebagai batu-batu dalam tembok suatu bangunan. Apabila batu-batu itu rapuh karena kualitas batu itu sendiri ataupun karena kualitas perekatnya, maka akan rapuhlah seluruh bangunan itu. Sebaliknya apabila batu-batu perekat itu baik, maka kokohlah bangunan tersebut.  Keluarga sebagai bagian dari struktur suatu bangsa mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap bangsa ini sendiri. Jadi, kokoh pula bangsa tersebut, akan tetapi sebaliknya apabila keluarga sebagai fondasi suatu bangsa itu lemah,  maka lemahlah bangsa tersebut.

    Membuat manusia kreatif
Perkawinan juga mengajarkan kepada kita tanggung jawab akan segala akibat yang timbul karenanya. Dari rasa tanggung jawab dan perasaan kasih sayang terhadap keluarga ini timbullah keinginan untuk mengubah keadaanke arah lebih baik dengan berbagai cara. Orang yang telah berkeluarga selalu berusaha untuk membahagiakan keluarganya. Hal ini mendorong untuk lebih kreatif dan produktif, tidak seperti pada masa lajang.
Sikap tersebut akan memberikan dampak yang baik terhadap lingkungannya. Sebagai makhluk social,manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Jadi, tatkala berkreasi dan berproduksi, dia pastu akan melibatkan orang lain. Akibatnya terbentuklah dinamika pribadi-pribadi yang pada gilirannya mendinamikan bangsanya.

    Aspek ritual.
Banyak contoh dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik ysng menyebutkan adanya kecenderungan manusi untuk melecehkan ikatan perkawinan mereka untuk kemudian hidup bersama tanpa ikatan perkawinan atau mereka tergabung dalam kelompok bebas dan menganut faham free sex.
Mereka menggangap ikatan perkawinan sebagai belenggu kebebasan tidak lebih sebagai eprjanjian biasa, perjanjian hitam diatas putih dan hanya sebagai tertib administrasi belaka. Refrensi yang mereka pakai memang konvensional, sebab perundangan mereka menggangap bahwa perkawinan itu tidak lebih sekedar peristiwa keperdataan artinya bahwa perkawinan itu sama derajatnya dengan peristiwa keperdataan lainnya. Itulah sebabnya mereka melakukan hal tersebut tanpa sedikitpun mereka merasa berdosa.  Menurut mereka perkawinan itu bkan suatu yang berkaitan dengan perintah tuhannya, kondisi ini kemudian diperparah dan dilegalisasikannya oleh ketentuan yang mengatakan bahwa hubungan seksual diluar pernikahan selam adilakukan atas dasar kerelaan dan tanpa unsur paksaan adalah biasa, bukan suatu kejahatan dan bukan suatu pelanggaran, selama tidak ada seorang pun yang merasa dirugikan.
Dalam agama islam pelampiasan kebutuhan biologis hanya dibolehkan melalui satu cara yaitu pernikahan. Penyaluran kbuthan biologis diluar pernikahan itu adalah dosa besar yang dilarang agama dan patut dipindana secara berat. Dalam kondisi seperti ini pernikakhan pun manjadi wajib hukumnya.
Nabi Muhammad SAW melarang kita untuk membujang sebgaimana sabda beliau:
نهي رسول الله صلي الله عليه وسلم عن التبتل نهيا شديدا
“Nabi telah melarang (umatnya) membujang (melajang terus) dengan larangan yang keras.”
Perintah nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan pernikahan dan melarang membujang terus-menerus sangant beralasan. Karena libido seksualitas merupakan fitrah kemanusiaan dan juga makhluk hidup lainnya yang melekat dalam diri setiap makhluk hidup yang suatu saat akan mendesak penyalurannya. Bagi manusia penyaluaraan itu hanya ada satu jalan yaitu pernikahan, sedangkan penyaluran diluar itu sangat di benci islam.

    Aspek moral.
Seperti telah kita ketahui bahwa libido seksualitas  pada dasarnya adalah suatu fitrah kemanusiaan dan juga fitrah bagi makhluk hidup lainnya, sama-sama memerlukan pelampiasan terhadap lawan jenisnya, jadi dari segi kebuAllah biologis, manusia dan hewan mempunyai kepentingan yang sama. Adapun yang membedakannpya yaitu pelaksanaan kebutuhan tersebut.
Manusia dituntut untuk mengikuti aturan atau norma-norma agama, moralitas sedangkan hewan tidak dituntut demikian. Jadi perkawinan adalah garis yang membedakan manusia dengan hewan untuk menyalurkan kepentingan yang sama.
    Aspek Kultural.
Perkawinan disamping membedakan manusia dengan hewan, juga membedakan antara manusia yang beradab dengan manusia yang biadab, ada juga manusia yang primitif dan manusia modern. Walaupun pada dunia primitif mungkin terdapat aturan-aturan perkawinan, dipastikan aturan-aturan kita jauh lebih baik daripada aturan-aturan mereka. Itu menunjukkan bahwa kita mempunyai kultur yanglebih baik daripada manusia-manusia primitif.
Apalagi dalam praktek keseluruhan, peristiwa perkawinan sepertinya tidak cukup dengan persyaratan-persyaratan agama semata. Hampir di seluruh tempat didunia ini peristiwa keagamaan tersebut selalu dibumbui oleh kultur-kultur lokal yang syarat dengan simbol. Sesuatu yang oleh Islam dibolehkan selama tidak mengarah pada hal-hal yang terlarang, bahkan simbol-simbol keagamaan sering terkubur oleh banyaknya muatan lokal yang mewarnai acara perkawinan, apalagi setelah acara tersebut mereka lebur dalam pencampuran budaya.


C.    Hikmah diadakannya pernikahan.
Disamping tujuan dari pernikahan yang telah kami uraikan diatas, pernikahan juga mempunyai beberapa hikmah agar manusia sadar akan adanya sebuah pernikahan dan supaya manusia tidak meremahkan pernikahan itu sendiri. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.    Menyambung Silaturrahim
Pada awalnya Allah hanya menciptakan seorang manusia, yakni Adam as. Kemudian Allah menciptakan Siti Hawa sebagai pasangan Adam. Setelah itu manusia berkembang biak menjadi kelompok bangsa yang bertebaran ke seluruh alam karena desakan habitat yang menyempit serta sifat keingintahuan manusia akan isi alam semesta. Mereka makin menjauh dari lokasi asal dan nenek moyangnya. Membentuk kelompok bangsa tersendiri yang secara evolutif menyebabkan terjadinya perubahan, peradaban bangsa, dan warna kulit hingga akhirnya mereka tidak mengenal antara satu dengan lainnya. Datangnya islam dengan institusi perkawinan memberi peluang dan untuk menyambung kembali tali kasih yang lama terputus.

2.    Memalingkan pandangan yang liar
Seorang yang belum berkeluarga belum mempunyai ketetapan hati dan pikirannya pun masih labil. Dia belum mempunyai pegangan tempat untuk menyalurkan ketetapan hatinya dan melepaskan kerinduan serta gejolak syahwatnyta. Sangat wajar jika seorang pemuda selalu berkhayal bahkan berpindah-pindah khayalan. Ia membayangkan setiap lawan jenis yang tidak jelas. Mata dan hatinya liar. Karena sifat itulah sebagian masyarakat, terutama kaum santri di jawa barat mengatakan bahwa orang yang bujangan tidak sah sebagai imam. Secara yuridis kaidah tersebut patut dipertanyakan namun secara empiris kita merasakan bahwa memang begitulah keadaan seorang bujangan. Dengan perkawinan, sifat seperti itu walaupun tidak seluruhnya dapat dikurangi.

3.    Menghindari dari perzinaan
Pandangan yang liar adalah langkah awal dari keinginan nuntuk berbuat zina. Seperti yang telah diutarakan, godaan untuk melakukan kemaksiatan di dunia ini sangat banyak dan beragam. Sutu kondisi yang tidak menguntungkan bagi kehidupan yang beradab. Hal ini akan menggiring manusia, kea rah jalan yang sesat. Apabila di jaman yang fasilitas kemaksiatan begitu mudah dan bertebaran, seolah-olah memanggil untuk memulai gelimangan dosa. Itulah sebabnya institusi perkawinan merupakan terapi yang bagi mereka yang masih membujang.

4.    Estafeta Amal manusia
Kehidupan manusia di bumi ini sangat singkata dan dibatasi waktu ironisnya, kemauan mkanusia sering kali melampaui batas umurnya dan batas kemampuannya. Pertambahan usia menyebabkan berkurangnya kemampuan karena kerja seluruh organ masih melemah. Akhirnya kreatifitasnya dan produktivitasnya menurun baik sedara kualitas maupun kuantitas, hingga suatu saat ajal datang menjemput.
Untuk melanjutkan amal serta cita-citanya yang terbelengkalai tersebut, anak sebagai pelanjut cita-cita dan penambah amal orang tuanya, hanya mungkian dapat melalui pernikahan. Anak yang lahir di luar pernikahan, sangat tidak mungkin berbuat seperti itu. Anak adalah pewaris materil dan imateril ayahnya. Dialah yang mengetahui keinginan ayahnya serta mendoakannya, sebagai penambah berat amal ayahnya yang telah tiada. Dialah yang berusaha melanjutkan cita-cita ayahnya.
Dalam sejarah terbukti bahwa, seorang pendiri dinasti sering kali tidak dapat menyaksikan apa yang dia cita-citakan. Puncak kejayaan kerajaan yang dia rintis hanya dapat dialami dan diupayakan oleh anak- cucunya. Raden wijaya misalnya, walaupun sebagai pendiri majapahit, dia tidak membayangkan suatu saat kelak apa yang dirintisnya lebih besar daripada yang ia bayangkan. Hayam wuruk secara jitu berhasil menjabarkan keinginan pendahulunya, bahkan melebihi obsesi pendahulunya.
Begitulah betapa pentingnya keturunan sebagai pelanjut perjuangan nenek moyangnya, penerus cita-cita ayahnya. Yang lebih utama adalah anak sebagai satu-satunya penambah berat amalnya, manakala dia ditakdirkan miskin dan harta benda.

5.    Estetika kehidupan
Pada umumnya memilki sifat materialistik. Manusia selalu ingin memilki perhiasan yang banyak dan bagus. Entah itu perhiasan materiel, seperti emas permata, kendaraan, rumah mewah, alat-alat yang serba elektronik, maupun perhiasan yang terbaik diantara perhiasan duniawi, seperti sabda nabi Muhammad SAW:
الدنيا كلها متاع وخيرمتاعهاالمرأةالصالحة
“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita shalehah.”
Wanita yang salehah ini tidak didapati di dunia ini hitam walaupun disana berkeliaran wanita yang terlihat cantik dan indah. Wanita yang shalehah hanya dapat ditemukan melalui lembaga pernikahan. Jadi, penekanannya bukan pada segi fisik semata akan tetapi pada sikap hidup dan akhlak yang baik.

6.    Mengisi dan menyemarakan dunia
Salah satu eksistensi manusia di bumi ini adalah memakmurkan dunia dan membuat dunia ini semarak dan bernilai. Untuk itu, Allah memberikan kemudahan-kemudahan melalui kemampuan ilmu dan teknologi. Dengan bekal yang dikaruniai Allah tersebut, manusia dapat menaklukkan alam ini dan mengambil manfaatnya.
Dengan kemampuan dan kecerdasan akalnya, manusia dapat menaklukkan isi alam ini. Sekeras apapun suatu benda, ia akan dapat dipecahnkan dan dihancurkan. Tebing yang terjal dapat dilalui dan lembah yang dalam dapat dilintasi bahkan lautan yang ganas dengan gelombang yang tinggi dan udara yang sangat dingin dapat ditaklukkan manusia. Batu yang keras mereka jadikan lantai keramik dan logam mulia, hutan, tebing, dan lembah mereka gusur untuk kepentingan industri perkayuan dan juga pertambangan. Lautan yang dalam dengan gelombang dahsyat dan suhu di bawah nol derajat, seperti di lautan pasifik atau daerah kutup lainnya, dapat dieksploitasikan diambil isinya melalui pengeboran minyak lepas pantai.
Semua itu adalah upaya memakmurkan dunia ini dan mengisi alam. Untuk itu, diperlukan sumber daya manusia yang banyak untuk mengolah sumber alam agar dunia ini makmur. Perkawinan sebagai satu-satunya alat reproduksi generative yang legal dan terhormat adalah satu-satunya cara menuju tercapainya tujuan tersebut.


7.    Menjaga kemurnian nasab.
Mendapatkan keturunan yang sah hanya dapat diperoleh melalui pernikahan yang sah pula. Melalui perkawinan inilah dapat diharapkan lahirnya nasab yang sah pula, sebab wanita yang mendapatkan keturunan yang dapt dijamin orisinilitasnya.
Menjaga keturunan atau dalam istilah hukuk islam disebut dengan Hifzhu nasl adalah sesuatu yang Dharury (sangat esensial). Hal ini malapetaka yang sangat besar, merusak sendi-sendi kemanusiaan. Oleh karena itu, reproduksi generasi di luar ketentuan nikah, tidak mendapatkan legitimasi dan ditentang keras oleh agama islam. Selain tidak sesuai dengan etika kemanusiaan, dapat pula mengacungkan nasab (keturunan), menghasilkan generasi yang syubhat ( generasi yang samar-samar).

D.    Berbagai macam hukum pernikahan.
Berdasarkan perintah nikah dari beberapa ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi, para ulama berbeda pendapat dalam nenetapkan hukum nikah. Menurut Jumhur Ulama, nikah itu sunnah dan bisa juga menjadi wajib atau haram. Perkawinan termasuk dalam bidang muamalat, sedang kaidah dasar muamalat adalah ibahah (boleh). Oleh karena itu, asal hukum melakukan perkawinan dilihat dari segi kategori kaidah hukum Islam adalah: Ibahah (boleh), Sunnah (kalau dipandang dari pertumbuhan jasmani, keinginan berumah tangga, kesiapan mental, kesiapan membiayai kehidupan berumah tangga telah benar-benar ada), Wajib (kalau seseorang telah cukup matang untuk berumah tangga, baik dilihat dari segi pertumbuhan jasmani dan rohani, maupun kesiapan mental, kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga dan supaya tidak terjerumus dalam lubang perzinahan), Makruh (kalau dilakukan oleh seseorang yang belum siap jasmani, rohani (mental), maupun biaya rumah tangga), Haram (kalau melanggar larangan-larangan atau tidak mampu menghidupu keluarganya.
Berdasakan keterangan diatas maka kami mencoba untuk memaparkan lebih lanjut tentang lima hukum pernikahan diatas yang telah kami sebutkan sebelumnya, yaitu:
1.    Pernikahan Yang Wajib.
Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya: “Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.” (QS.An-Nur: 33)

2.    Penikahan yang Sunnah.
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif. Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT. Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. HR. Al-Baihaqi. Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya Pernikahan yang Haram.

3.    Pernikahan yang haram.
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah: Pertama: Tidak mampu memberi nafkah, Kedua: tidak mampu melakukan hubungan seksual, kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.  Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat fisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya. Seperti orang yang terkena penyakit menular dimana bila dia menikah dengan seseorang akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Selain dua hal diatas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah. Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi atau nikah kontrak.



4.    Pernikahan yang makruh.
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah. Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.

5.    Pernikahan yang mubah.
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.
Dari keterangan kami diatas kita mengambil contoh tentang pernikahan Syekh Puji dengan Ulfa, gadis berusia 12 tahun. Pernikahan yang sempat membuat heboh hukum nasional. Hampir semua media cetak dan elektronik mengulas pernikahan tidak lazim tersebut.
 Kasus tersebut menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat, bagaimana pandangan hukum Islam tentang pernikahan Syekh Puji dengan Ulfa tersebut? Sah atau tidak? Di sini terdapat perbedaan pendapat antara sah dengan tidak.
 Yang berpendapat sah, berargumentasi bahwa hukumnya karena rukun dan syarat nikah telah terpenuhi sehingga sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Wali, saksi, mahar dan akad (ijab dan qabul) ada. Soal umur yang masih 12 tahun tidak masalah dengan alasan pernikahan Nabi Muhammad dengan Aisyah.
Sebaliknya, yang menjawab tidak sah dan bisa dibatalkan karena pernikahan tersebut melanggar ketentuan pasal 2 dan 7 UU Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 5 dan 15 KHI. Ketentuan tersebut mengatur bahwa setiap pernikahan harus sesuai dengan hukum agama dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah serta calon isteri minimal berusia 16 tahun, jika belum mencapai umur tersebut harus mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama.
Terlepas dari silang pendapat tersebut, kasus pernikahan Syekh Puji dan Ulfa tersebut akan lebih menarik jika dijadikan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat untuk berfikir secara falsafati dalam hukum Islam. Artinya dibalik hukum Islam yang normatif, ada filsafat hukum Islam yang melatari dan menjadi inti dari adanya hukum Islam tersebut.
Dengan pendekatan filsafat hukum Islam ini, kita akan bisa melihat dan membandingkan dengan jelas mana di antara dua pendapat di atas yang lebih sesuai dengan tujuan hukum Islam. Salah satu konsep penting dan fundamental dalam filasafat hukum Islam adalah konsep maqasid al syariah yang menegaskan bahwa hukum Islam disyari'atkan untuk mewujudkan dan memelihara maslahat umat manusia.
Adapun inti dari konsep maqasid al syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari maqasid al syari'ah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara kepada maslahat.


BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dalam ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian suci antara seorang pria dengan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas diantaranya:
•    Kaidah (asas) kesukarelaan
•    Kaidah (asas) monogami terbuka.
•    Kaidah (asas) kebebasan memilih.
•    Kaidah (asas) Kemitraan Suami isteri.
•    Kaidah (asas) persetujuan kedua belah pihak.
•    Kaidas (asas) untuk selamanya.
Menurut Jumhur Ulama, nikah itu sunnah dan bisa juga menjadi wajib atau haram. Perkawinan termasuk dalam bidang muamalat, sedang kaidah dasar muamalat adalah ibahah (boleh). Oleh karena itu, asal hukum melakukan perkawinan dilihat dari segi kategori kaidah hukum Islam adalah: Ibahah (boleh), Sunnah (kalau dipandang dari pertumbuhan jasmani, keinginan berumah tangga, kesiapan mental, kesiapan membiayai kehidupan berumah tangga telah benar-benar ada), Wajib (kalau seseorang telah cukup matang untuk berumah tangga, baik dilihat dari segi pertumbuhan jasmani dan rohani, maupun kesiapan mental, kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga dan supaya tidak terjerumus dalam lubang perzinahan), Makruh (kalau dilakukan oleh seseorang yang belum siap jasmani, rohani (mental), maupun biaya rumah tangga), Haram (kalau melanggar larangan-larangan atau tidak mampu menghidupu keluarganya.
Disamping tujuan dari pernikahan yang telah kami uraikan diatas, pernikahan juga mempunyai beberapa hikmah agar manusia sadar akan adanya sebuah pernikahan dan supaya manusia tidak meremahkan pernikahan itu sendiri. Diantaranya adalah sebagai berikut:

•    Menyambung tali silaturrahmi.
•    Menjaga kemurnian nasab.
•    Mengisi dan menyemarakan dunia.
•    Memalingkan pandangan yang liar.
•    Estetika kehidupan.
•    Estafeta Amal manusia
•    Menghindari dari perzinaan

تزوجوا فاني مكاثربكم الأمم يوم القيامة
“Nikahkanlah kamu sesungguhnya aku menginginkan darimu umat yang banyak.” Dari tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya sebaiknya kita memperbanyak dan menikahi wanita yang mampu member kita keturunan yang banyak.



DAFTAR PUSTAKA     Syarifuddin Amir Dr Prof, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2006.     Thalib Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta Universitas Indonesia, 1974.     Rusyd Ibn, Bidayah al-Mujtahid fi nihayah al-Muqtashid, Beirut: dar-al-fikr. Juz II.     Prof Dr. Prodjodikoro Wirjono, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.     Hasan Tholhah M, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural. Jakarta, Lanta Bunta press, 2005.     Drs.H Hakim Rahman, Hukum Perkawinan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2000.     Rofiq Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.     Shiddiqie ash Hasbi TM, Pedoman rumah tangga, Medan, Pustaka Maju,1979     Ramulyo Idris Moh, Hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum acara peradilan agama, Sinar Grafika, Jakarta, 1990.     Ramulyo Idris Moh, Hukum Perkawinan Islam: suatu analisis UU no 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, PT Bumi Aksara, 1994.     Ali Daud Muhammad Dr Prof, Hukum Islam, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1998.

Studi Perceraian Via Sms Dikalangan Muslim Dalam Prespektif Hukum Positif Di Indonesia



KATA PENGANTAR


Masih banyak dirasakan bahwa sejak diundangkannya UU. No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang hingga saat ini sudah berumur 14 tahun, serta dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, bagi masyarakat awam maupun bagi maupun Pegawai Negeri Sipil sendri masih banyak yang belum mengetahui atau menyadari akan isi dari peraturan-peraturan tersebut, sehingga mengakibatkan tidak diketahuinya akan hak dan kewajiban masng-masing serta seringnya dilanggar hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban disini yaitu hak dan kewajiban suami dan isteri dalam membina keluarga. Dari akibat seringnya hak dan kewajiban itu dilanggar baik oleh suami atau isteri maka terjadilah suatu perceraian. Terjadi perceraian yang biasa yang sampai tidak biasa, yaitu perceraian lewat via SMS yang masih dalam penentuan hukum yang pasti, sah atau tidak dalam peraturan atau menurut huku positif di Indonesia.
Oleh karena itu pemakalah tergerak untuk mengangkat masalah ini, dengan harapan bisa menambah cakrawala berfikir.
Namun pemakalah merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, kritik dan saran tetap pemakalah harapkan.
 
 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya dari makhluk yang lainnya. Karena dalam hal ini manusia mempunyai rasio yang mana dapat membedakan segala sesuatu yang baik maupun yang buruk. Pemikiran manusia juga semakin maju sesuai dengan kemajuan zaman.
Akan tetapi tidak menuntut kemungkinan dengan besarnya arus globalisasi  dan perkembangan zaman dapat menyebabkan problematika kehidupan dari berbagai sisi kehidupan.Sebagai manusia yang hidup dizaman yang begitu modern, tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa teknologi dan informasi semakin lama semakin canggih begitu juga dengan arus budaya. Kita mengenal adanya internet, telphone, handphone, SMS(Short Message Service). dan lain-lain.
Yang paling penting adalah bagaimana tanggapan masyarakat tentang kemajuan teknologi yang semakin marak dalam berbagai bidang. Yang memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi segala sesuatu terlihat begitu mudah dan cepat dalam melakukan suatu perbuatan. Tanpa memikirkan dampak negative atas perbuatan yang telah dilakukan.
Permasalahan tentang cerai melalui via SMS mulai merambat di Indonesia. Banyak masyarakat menanyakan tentang hukum dari cerai via SMS. Karena masyarakat Indonesia dalam masalah perceraian mereka melakukannya dalam Persidangan. Sebagaimana bunyi pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Oleh karena itu timbul pertanyaan bagaimana hukum perceraian melalui via SMS.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah:
1.    Pngertian Perceraian
2.    Dasar Hukum Perceraian
3.    Rukun dan Syarat Perceraian
4.    Hal-Hal Yang Menyebabkan Jatuhnya Perceraian
5.    Macam-Macam Perceraian
6.    Pendapat Atau  Tanggapan Tentang Perceraian Via SMS


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perceraian
Talak atau perceraian adalah ikhrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.  Sedangkan menurut islam sendiri, talak atau perceraian terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”.menurut istilah syara’, talak yaitu “melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri”
Al-Jaziry mendefinisikan talak atau perceraian yaitu menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu. Sedangkan menurut Abu Zakaria Al Anshari, talak yaitu melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya.

B.    Dasar Hukum Perceraian
Baru-baru ini timbul kontroversi cerai melalui via SMS(Short Message Ervice).SMS yaitu pesan singkat berupa teks melalui telephone seluler, merupakan gejala kontemporer dari perkembangan teknologi komunikasi.
Talak atau cerai merupakan lepasnya ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan. Perceraian merupakan perbuatan yang halal, akan tetapi perbuatan tersebut dibenci Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah :

ابغض العلال ال الله اللطلاق
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”(Riwayat Abu Dawud Dan Al-Hakim).
Walaupun hukum asal talak itu adalah makruh, tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum talak. Namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu maka hukum talak adalah sebagai berikut:
1.    Nadab atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga menjadi kemudharatan yang lebih banyak.
2.    Mubah, yaitu apabila memang perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu, sedang manfaatnya juga kelihatan.
3.    Wajib, yaitu perceraian yang harus dilakukan hakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli isterinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau membayar kafarrat sumpah agar ia dapat bergaul dengan isterinya.
4.    Haram, yaitu apabila dilakukan tanpa alasan sedangkan isteinya dalam keadaan haid atau yang dalam masa itu ia telah digauli.

C.    Rukun Dan Syarat Perceraian
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak tergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur yang dimaksud. Rukun dan talak antara lain:
1    Suami.Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya.
Untuk sahnya talak, suami yang yang menjatuhkan talak disyaratkan :
a.    Berakal
b.    Baliq
c.    Atas kemauan sendiri
2    Istri.Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap isterinya sendiri.
Untuk sahnya talak, bagi isteri yang  ditalak disyaratkan :
a.    Isteri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami.
b.    Kedudukan isteri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah.
3    Siqhat talak.Siqhat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih maupun kinayah, baik berupa ucapan atau lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
4    Qashdu(sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain.

D.    Hal-Hal Yang Menyebabkan Jatuhnya Perceraian
Ulama’ Fiqh sepakat bahwasanya suami yang waras akalnya, dewasa berhak menjatuhkan talak atas isterinya. Apabila terpaksa atau gila maka talaknya dianggap main-main, karena talak adalah perbuatan yang mempunyai akibat hukum atas suami isteri. Talak juga harus dijatuhkan oleh orang yang mempunyai kecakapan (ahliyyah) penuh sehingga perbuatannya itu dapat diakui secara hukum.
Talak dapat jatuh dengan segala macam cara yang menunjukkan berakhirnya hubungan perkawinan, baik dengan ucapan, tulisan, isyarat, atau lewat utusan.
1.    Talak Dengan Ucapan
Ucapan talak ada yang sharih (tegas) dan ada yang kinayah (sindiran). Kata-kata yang sharih artinya dapat dipahami maknanya. Menurut pendapat As-Syafi’i lafad talak itu ada tiga macam, diantaranya: thalaq, firaq(pisah), dan saraah(lepas), ketiga kata tersebut ada dalam Al-Qur’an. Sedangkan talak dengan kata sindiran atau kinayah disini harus mengandung arti cerai.thalaq dengan kinayah tidak jatuh kecuali dengan niat, demikian menurut madzab Maliki dan Syafi’i r.a..
2.    Talak Dengan Tulisan
Talak lewat tulisan atau lewat surat dapat dianggap jatuh talaknya, meskipun suami yang menulis surat tersebut dapat berbicara (tidak bisu) dan dapat mengucapkan talak. Dengan syarat tulisannya jelas dan tertentu. Apabila surat itu tidak jelas dari segi alamat atau yang lainnya maka belum  jatuh talaknya kecuali dengan niat.
3.    Talak Dengan Isyarat
Bagi orang bisu isyarat adalah alat untuk membuat orang lain memahami akan keinginannya, karena itu isyarat sama seperti ucapan dalam menjatuhkan talak, apabila isyarat tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri sebuah perkawinan.
4.    Talak Dengan Mengirim Utusan
Apabila talak dapat jatuh dengan ucapan yang sharih atau kinayah atau tulisan, maka talak juga sah disampaikan oleh utusan yang diutus suaminya untuk menyampaikan kepada isterinya yang jauh, bahwa ia sudah diceraikan oleh suaminya. Utusan disini sama kedudukannya dengan suami.

E.    Macam-Macam Perceraian
a.    Talak Sunni
Talak sunni adalah talak yang didasarkan pada sunnah nabi, yaitu apabila seorang suami mentalak isterinya yang telah disetubuhi dengan talak satu pada saat suci, sebelum disetubuhi.
b.    Talak Bid’ah
Jumhur Ulama’ berpendapat, bahwa talak ini tidak berlaku. Talak bid’ah ini jelas bertentangan dengan syariat islam. Yang bentuknya ada beberapa macam, yaitu:
•    Apabila seorang suami menceraikan isterinya ketika sedang dalam keadaan haid atau nifas.
•    Ketika dalam keadaan suci, sedang ia telah menyetubuhinya pada masa suci tersebut.
•    Seorang suami mentalak tiga isterinya dengan tiga kalimat dalam satu waktu.
c.    Talak Ba’in
Talak ba’in yaitu talak yang putus penuh dalam arti tidak memungkinkan suami kembali lagi kepada isterinya kecuali dengan nikah baru.
“jika kamu mentalak (setelah dua kali talak), maka tidak boleh lagi kamu nikahi kecuali setelah dia kawin dengan laki-laki lain. jika kemudian dia (suami kedua) mentalaknya, tidak ada halangannya bagi keduanya untuk (nikah) kembali”.
d.    Talak Raj’i
Talak raj’i yaitu talak yang mana si suami diberi hak untuk kembali kepada isterinya tanpa melalui nikah baru.selama isterinya dalam masa iddah.dan merupakan talak satu atau dua tanpa didahului tebusan dari pihak isteri.
e.    Talak sharih
Yaitu talak dimana suami tidak lagi membutuhkan adanya niat, akan tetapi cukup dengan mengucapkan kata talak secara sharih (tegas).
f.    Talak Sindiran
Yaitu talak yang memerlukan adanya niat pada diri suami. Karena, kata-kata yang diucapkan tidak menunjukkan pengertian talak.
g.    Talak Munjaz dan Mu’allaq
Talak munjaz adalah talak yang diberlakukan terhadap isteri tanpa adanya penangguhan. Sedangkan talak mu’allaq adalah talak yang digantungkan oleh suami dengan suatu perbuatan yang akan dilakukan oleh isterinya pada masa mendatang.
h.    Talak Takhyir dan Tamlik
Talak takhyir adalah dua pilhan yang diajukan oleh suami kepada isterinya, yaitu melanjutkan rumah tangga atau cerai. Sedangkan talak tamlik adalah talak dimana seorang suami mengatakan kepada isterinya:”aku serahkan urusanmu kepadamu”.
i.    Talak dengan Pengharaman
Yaitu talak yang mana jika seorang suami mengatakan kepada isterinya:”kamu haram bagiku”. Jika dengan ucapan tersebut ia berniat sebagai talak, maka berlakulah talak baginya.
j.    Talak Wakalah dan Kitabah
Talak wakalah yaitu jika seorang suami mewakilkan kepada seseorang untuk mentalak isterinya atau menuliskan surat kepada isterinya yang memberitahukan perihal perceraiannya. Sedangkan talak kitabah ialah talak yang terdapat pada tulisan yang menduduki posisi ucapan, ketika suami tidak bisa hadir atau menghadap istrinya secara langsung.
k.    Talak Haram
Yaitu apabila suami mentalak tiga isterinya dalam satu kalimat. atau mentalak dalam tiga kalimat, akan tetapi dalam satu majlis.

F.    Pendapat Atau  Tanggapan Tentang Perceraian Via SMS
Kontroversi mengenai perceraian melalui via SMS ini bermula timbul dari seseorang laki-laki di Dubai,Uni Emirat Arab. Yang mana ia tega menceraikan isterinya melalui pesan SMS karena kesal dengan lambatnya sang isteri. SMS itu berbunyi “ kamu saya ceraikan karena lambat”. Setelah si suami menceraikan isterinya, dia mengajukan perkara tersebut di Pengadilan. Dan pengadilan yang menangani perkara tersebut memutuskan cerai (jatuh talak). Alasan dari kepala bagian talak rujuk di Pengadilan Dubai, bahwa pengirim SMS terbukti sang sumi yang benar-benar ingin bercerai dengan istrinya.
Kontroversi tersebut menjalar ke Negara-Negara lain seperti Malaysia Dan Singapura. Dimana Pengadilan Singapura dan Malaysia mengukuhkan perceraian melalui SMS. Sebagai pernyataan oleh Mufti Kuala Lumpur, Datuk Hisyam Yahya dan petugas Pengadilan Agama Singapura Shaifuddin Saruan. Alasan mereka, bahwa talak dalam bentuk tulisan yang jelas dari suami yang ditunjukkan kepada isterinya secara khusus baik melalui SMS, email dan sebagainya itu sah setelah dibuktikan dan setelah melalui proses Pengadilan.
Menjawab soal ijab Kabul pekawinan atau perceraian, Rifyal Ka’bah, Hakim Agung, menyatakan, selama dapat diyakinkan bahwa ’suara’ di seberang sana adalah orang yang berkepentingan, maka hal tersebut sah-sah saja. Soal pengertian satu majelis, Rifyal berpendapat pengertian satu majelis saat ini tidak bisa disamakan dengan satu majelis zaman Nabi.
Rifyal yang menyabet gelar master dari Department of Social Sciences, Kairo, Mesir ini menganalogikan ijab dan kabul perkawinan atau perceraian dengan perdagangan yang menurut Islam juga harus dilakukan dalam satu majelis. “Tapi sekarang jual beli ekspor impor tidak begitu. Pembelinya di Amerika Serikat, penjual ada di sini. Dan itu di seluruh negara Islam dipandang sah-sah saja,”.
Namun bukan berarti Rifyal setuju dengan penggunaan seluruh media komunikasi untuk ijab kabul perkawinan dan perceraian jarak jauh. Ia berpendapat teleconference dan telepon sebagai sarana yang memungkinkan ketimbang surat elektronik (surel), SMS dan faksimili. Alasan Rifyal lebih bersifat otentifikasi media yang digunakan. Artinya, sulit untuk memastikan bahwa surel, SMS maupun faksimili yang dikirimkan tersebut benar-benar dikirim oleh orang yang bersangkutan.
Senada dengan Rifyal, Abdus Salam Nawawi, Dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, menyadari perkembangan dunia saat ini tidak bisa lagi membatasi ijab dan kabul harus dalam satu ruang dan waktu. Menurut Abdus Salam, inti dari ijab dan kabul adalah akad atau perjanjian.
Karenanya, sama dengan Rifyal, Abdus Salam berpendapat akad nikah atau ijab kabul sama dengan ijab kabul dalam jual beli. ”Pada prinsipnya sama harus ada ijab dan kabul yang jelas. Apabila kedua pihak yang berakad ini tidak berada satu majelis, kemudian melalui bantuan teknologi keduanya dapat dihubungkan dengan sangat meyakinkan, itu dapat ’dihukumi’ satu majelis,”.
Begitupun dengan perceraian jarak jauh. Menurut Nawawi, ijab kabulnya sama dengan akad, sehingga kalau terpenuhi prinsip-prinsip kepastian, perceraian bisa dilakukan jarak jauh. Meski mengakui perceraian jarak jauh sah jika diketahui kepastiannya  menurut agama, namun Rifyal menyatakan hukum positif di Indonesia belum memungkinkan untuk dilakukan dengan jarak jauh. Pasalnya, perceraian di Indonesia hanya bisa dilakukan di Pengadilan.
Sebagai perbandingan, di Mesir, berdasarkan buku laporan pelatihan hakim Indonesia gelombang II di Kairo, 2003, pengertian satu majelis tidak harus duduk dalam satu tempat. Oleh karenanya, ijab kabul melalui telepon dipandang sah bila dapat dipastikan suara yang didengar adalah suara orang yang melakukan ijab kabul. Begitupun apabila ijab kabul dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh kuasanya yang sah di depan dua orang saksi nikah dan banyak orang.
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang pernah melakukan perkawinan jarak jauh. Ia saat itu menempuh studi di Mesir dan saat ijab kabul mewakilkan dirinya kepada orang lain lewat surat kuasa. Saat itu, Gus Dur sebagai mempelai pria diwakili kakeknya dari garis ibu, KH Bisri Syansuri. Jika di Indonesia putusan pengadilan mengesahkan perkawinan lewat telepon, lain lagi dengan Malaysia. Di negeri jiran tersebut pernah terjadi polemik soal perceraian jarak jauh ketika Mahkamah Rendah Syariah Gombak Timur mengesahkan perceraian pasangan Shamsuddin Latif dan Azida Fazlina Abdul Latif yang dikirim melalui SMS.
Disinggung soal kasus ini, Rifyal dengan tegas menyatakan perceraian lewat SMS tidak bisa dipertanggungjawabkan. Menurut Rifyal, ditinjau dari pembuktian, SMS belum diterima sebagai alat bukti di pengadilan. ”Karena keotentikannya diragukan, maka cerai melalui SMS tidak dibolehkan”. Tentang perceraian jarak jauh, peneliti muda Moqsith Ghazali dari The Wahid Institute menganggap perceraian pada prinsipnya sama dengan ijab kabul. Keduanya sama-sama menyangkut persoalan akad atau kontrak. ”Kontrak itu harus jelas, siapa yang melakukan akad, saksi dan walinya siapa. Apalagi ini kontrak jangka panjang,”.
Moqsith Ghazali dari The Wahid Institute menggunakan pendekatan yang berbeda dalam menanggapai persoalan ijab kabul jarak jauh ini. Menurutnya, ketika menggelar prosesi ijab kabul, kedua mempelai harus hadir. Bukan persoalan sah dan tidak sah. Tapi secara moral, Moqsith Ghazali mengira orang menikah atau bercerai itu harus hadir secara fisik. Karena ada kedekatan psikologis antara calon pengantin,”. Menurutnya hampir semua imam fikih berpendapat ijab kabul harus satu majelis. Namun Ulama kontemporer, dengan menimbang persoalan ekonomi, baru-baru ini memperbolehkan perkawinan jarak jauh.Kesimpulannya, Moqsith Ghazali kurang sepakat jika prosesi ijab kabul dan perceraian dilakukan dengan jarak jauh.
Mufti Wilayah Persekutuan, Hashim Yahya, bahwa lafaz talak yang disampaikan via SMS adalah sah menurut hukum syarak. Menurut Hashim, lafaz talak bisa dilakukan secara tatap muka atau lewat surat seandainya suami tinggal berjauhan dengan istrinya.
''Melafazkan talak lewat SMS derajatnya sama dengan surat, telepon, dan e-mail,'' kata Hashim. Pendapat Hashim itu dikemukakan ketika ia diminta mengomentari negeri tetangganya, Singapura, yang membolehkan warga muslim melafazkan talak lewat SMS. Bahkan, di Dubai, Uni Emirat Arab, talak via SMS juga diperbolehkan. Meski secara syar'i sudah sah, masih kata Hashim, tetap harus ditindaklanjuti hingga ke Mahkamah Syariah, dengan kehadiran pasangan yang akan bercerai itu.
Abdul Hamid Zainal Abidin, menteri di Departemen Perdana Menteri, melihat bahwa talak via SMS merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Keluarga Islam. Pada Pasal 124 UU Keluarga Islam disebutkan, semua perceraian atau talak harus dilafazkan di hadapan hakim di Mahkamah Syariah. ''Kendati lafaz talak via SMS itu sah mengikut hukum syarak, mereka yang akan mengucapkan talak harus mematuhi UU Keluarga Islam,'' tutur Abdul Hamid. Jika dilanggar? Si suami bisa dikenai sanksi hukum berupa denda tak lebih dari M$ 1.000, atau penjara kurang dari enam bulan, atau keduanya (denda dan penjara).
Pakar perkawinan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya, Drs. Achmad Faisol Haq, MAg, punya pendapat menarik. ''Dari segi hukum diperbolehkan, namun dari segi akhlak sangat tidak dibenarkan,'' Pendapatnya itu merujuk pada inti ajaran Islam, yakni akidah, amaliah (termasuk hukum), dan akhlak.
Pendapat berbeda datang dari guru besar Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Saad Wahid. ''Saya melihat, talak via SMS itu sudah memenuhi syar'i,''. Tapi, masih kata Saad, talak via SMS itu harus ditindaklanjuti sampai ke pengadilan agama.
Hal senada diutarakan KH Prof. Dr. Umar Shihab. Dalam pandanganKetua Majelis Ulama Indonesia ini, talak itu prinsipnya harus dinyatakan. Bisa diucapkan secara lisan atau dalam bentuk tulisan. ''SMS sudah memenuhi ketentuan tulisan ini,'' katanya. ''Jadi, hukumnya tetap sah,'' ia menambahkan. Pada masa Rasulullah, menurut guru besar hukum Islam IAIN Makassar ini, talak belum pernah dilakukan dalam bentuk tulisan.
Di era kecanggihan teknologi ini, orang dimungkinkan bicara dari kejauhan menggunakan telepon. ''Tetapi, lebih baik talak dilakukan secara lisan,'' kata Umar. Perlu juga dihitung untung ruginya. Jika talak dilakukan dengan SMS, akan sulit terjadi dialog, apalagi menghadirkan saksi dan penengah. Sedangkan jika dengan cara lisan, menurut Umar, mengandung banyak hikmah. ''Suami bisa jadi menggagalkan niatnya untuk menalak setelah keduanya berdialog,''
Karena pernyataan talak bukan masalah sepele, maka pasangan suami-istri yang hendak bercerai mesti ekstra hati-hati. Tak boleh melakukannya dalam keadaan marah. ''Talak lewat SMS lebih baik jangan diaplikasikan dalam urusan rumah tangga,'' .




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Walaupun beberapa Negara mengesahkan bahwa SMS dapat menjadi sarana dalam menjatuhkan kata cerai, namun sebenarnya bila dapat dilakukan dengan cara atau media lain yang lebih gentle, kesatria, serta arif dan bijaksana. Tentunya pengguna cerai melalui via SMS tersebut tidak manusiawi, tidak etis, dan tidak beradab. Sebab hal ini sangat bertentangan dengan semangat dan prinsip dasar syari’ah dalam ikatan (akad) perkawinan. Jadi cerai melalui SMS terlalu menggampangkan masalah sebagai bentuk dari mabuk atau kecanduan teknologi dan sebagai sifat yang paradoks dan kontradiktif dengan proses dahulunya untuk dapat mencapai jenjang pernikahan yang dilakukan penuh seksama dan disertai segal bentuk penghargaan dan penghormatan kepada wanita.
Rifyal yang menyabet gelar master dari Department of Social Sciences, Kairo, Mesir tidak setuju dengan penggunaan seluruh media komunikasi untuk ijab kabul perkawinan dan perceraian jarak jauh. Ia berpendapat teleconference dan telepon sebagai sarana yang memungkinkan ketimbang surat elektronik (surel), SMS dan faksimili. Alasan Rifyal lebih bersifat otentifikasi media yang digunakan. Artinya, sulit untuk memastikan bahwa surel, SMS maupun faksimili yang dikirimkan tersebut benar-benar dikirim oleh orang yang bersangkutan.







B.    Saran
Dalam menanggapi masalah perceraian kita harus mempertimbangkan akan akibat dari perceraian tersebut. Dan mengenai problematika sekarang yaitu perceraian via sms, Walaupun SMS dapat menjadi sarana dalam menjatuhkan kata cerai, namun sebenarnya bila dapat dilakukan dengan cara atau media lain yang lebih gentle, kesatria, serta arif dan bijaksana sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kepada wanita.




















Saturday, May 1, 2010

HADITS TENTANG THALAQ



A.Hadits Utama
Hadits tentang talak jumlahnya banyak sekali, antara riwayat yang satu dengan yang lain berbeda-beda baik dalam sanad maupun matannya. Fokus dalam pembahasan talak, hadits yang diambil adalah hadits yang benar-benar mengena dan sesuai dengan judul makalah ini dari sekian banyak hadits yang ada.
Adapun hadits utama yang dimaksud adalah hadits Imam Abu Dawud sebagai berikut :
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاق.

"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah Ta’alaa adalah menjatuhkan thalaq"(H.R. Abu dawud)
B. Hadits Pendukung
1. Riwayat Imam al-Hâkim.
حدثنا أبو بكر محمد بن أحمد بن بالويه ، ثنا محمد بن عثمان بن أبي شيبة ، ثنا أحمد بن يونس ، ثنا معروف بن واصل ، عن محارب بن دثار ، عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « ما أحل الله شيئا أبغض إليه من الطلاق » « هذا حديث صحيح الإسناد ، ولم يخرجاه ، ومن حكم هذا الحديث أن يبدأ به في كتاب الطلاق »
"Tidak ada sesuatupun yang dihalalkan oleh Allah tetapi paling dibencinya selain thalaq”
2. Dalam redaksi yang lainnya -di dalam kitab Sunan ad-Dailamy- dari jalur Muqâtil bin Sulaiman dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya secara Marfu'.
"ما احل الله حلالا احب اليه من النكا ح وما حلالا ابغض اليه من الطلاق "

"Tidak ada sesuatu yang halal yang dihalalkan oleh Allah lebih dicintai-Nya dari nikah; dan tidak ada sesuatu yang halal tetapi paling dibenci-Nya selain thalq”

3. Di dalam kitab Târîkh Ibn 'Asâkir dari jalur Ja'far bin Muhammad; Syuja' bin Asyrasy menceritakan kepada kami, dia berkata: ar-Rabî' bin Badr menceritakan kepada kami, dari Ayyub, dari Abi Qilâbah, dari Ibn 'Abbas secara Marfu' ditulis dalam redaksi berikut:
"ما من شىء ما احل الله لكم اكره عنده من الطلاق"

"Tidak ada dari sesuatupun yang dihalalkan oleh Allah bagi kalian yang paling dibenci di sisi-Nya selain thalaq."

4. Riwayat abdir rozzaq :
من حديث محارب بن دثار عن ابن عمر مرفوعا : أبغض الحلال إلى الله عزوجل الطلاق ، وأخرج عن محارب مرسلا : ما أحل الله شيئا أبغض إليه من الطلاق

5. Riwayat Ibnu Majah
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْوَلِيدِ الْوَصَّافِيِّ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ

“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah menjatuhkan thalaq"
6. Hadits riwayat at-Tirmidzi
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَرْدَكَ الْمَدَنِيِّ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ مَاهَكَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ
" Tiga perkara yang sesungguhannya dipandang benar dan main-mainnya juga dianggap benar pula, yaitu nikah, thalaq dan ruju'"

7. Hadits Riwayat Bukhori:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ رَجُلًا طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلَاثًا فَتَزَوَّجَتْ فَطَلَّقَ فَسُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَحِلُّ لِلْأَوَّلِ قَالَ لَا حَتَّى يَذُوقَ عُسَيْلَتَهَا كَمَا ذَاقَ الْأَوَّلُ


C. Makna Ijmali
Hadits di atas menunjukkan bahwa hukum thalaq itu pada dasarnya adalah halal, akan tetapi thalaq hanya dilakukan sebagai keputusan final/akhir yang apabila dalam mengarungi kehidupan keluarga mempunyai suatu masalah yang tidak dapat diselesaikan kecuali dengan thalaq maka barulah pada situasi itu thalaq dilaksanakan.


D. Makna Tafshili
1. lafadz ابغض الحلال adalah isim sifat (kata sifat) yang bermakna isim tafdhil (superlative) yang berwazan افعل statusnya sebagai mubtada'. Adapun lafadz ابغض disandarkan kepada kata الحلال (isim ma'rifat). Menurut ketentuan ilmu nahwu jika isim tafdhil disandarkan pada isim ma'rifat maka bermakna من (dari) jadi lafadz ابغض من الحلال اى ابغض الحلالberarti "yang paling dibenci dari sesuatu yang halal".
2. الى الله hurf jar yang bermakna عند (dzorfiyah). Jadi الى الله اى عند الله bermakna "di sisi Allah"
3. الطلاق khabar al- mubtada' dari lafadz ابغض yang artinya yaitu yang paling dibenci Allah dari sesuatu yang halal itu adalah thalaq. Dari sini mempunyai implikasi hukum thalaq itu boleh dalam artian halal namun dibenci oleh Allah.
Hadits thalaq yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di atas menunjukkan bahwa di antara jalan yang halal itu ada yang dimurkai oleh Allah jika tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Seperti menjatuhkan thalaq tanpa alasan yang dibenarkan selagi masih ada jalan untuk menghindarkannya. Begitu juga ketika thalaq hanya dilakukan sembari senda gurau, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ
" Tiga perkara yang sesungguhannya dipandang benar dan main-mainnya juga dianggap benar pula, yaitu nikah, thalaq dan ruju'"

Adapun jika terjadi istri yang meminta thalaq pada suaminya tanpa sebab dan alasan yang dibenarkan adalah perbuatan tercela. Sebagaimana hadits riwayat Ashab As-sunan wa hassanahu tirmidzi dari Tsaubana :
عن ثوبان ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ايما امرآة سألت زوجها طلاقا من غير بأس فحرام عليها رائحة الجنة (رواه اصحاب السنن و حسنه الترمذي)
"Manakala istri menuntut thalaq dari suaminya tanpa alasan maka haram baginya bau surga"

Pada dasarnya yang berhak menjatuhkan thalak sepenuhnya adalah seorang laki-laki atau suami, tidak sah seorang istri melontarkan kata-kata thalak meskipun kata-kata thalak itu sharih seprti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah sebagai berikut :
"الطلاق بيد من اخذ با السا ق"
”thalaq itu ditangan oarang yang memegang betis”
Adapun Sababul wurud dari hadits di atas yaitu :
Bahwa kata ibnu Abbas, seorang laki-laki telah mendatagi Rasulullah ujarnya: “majikanku telah menikahkanku dengan budak perempuannya, sekarang ia ingin menceraikan kami”. maka naiklah Rasulullah ke atas mimbar seraya berkata: “bagaimana halnya salah seorang kamu menikahkan budaknya dengan budak perempuannya dan sekarang ingin menceriakannya, thalak itu ditangan …………………….dan seterusnya”
Meskipun begitu, seorang suami tidak sewenang-wenang dan seenaknya menthalak istrinya. Harus mengerti dan paham syarat-syarat dalam keadaan bagaimana seorang suami harus dilontarkan kata-kata thalak. Maka dari itu hadist utama diatas mengindikasikan suatu peringatan dan pertimbangan yang ditujukan bagi para suami agar menjaga keharmonisan keluarga dan tidak ceroboh dalam menthalak seorang istri dikarenakan thalak itu memang halal tetapi dibenci oleh Allah.
Adapun seorang suami yang menthalaq istrinya harus berakal sehat, dewasa, dan memiliki kebebasan memilih. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
عن علي رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلمم قال: رفع القلم عن ثلاثة عن الناءم حتى يستيقظ
و عن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل

“Tidak dibebani hukuman bagi tiga orang antara lain: Seorang yang dalam terlelap tidur sehingga dia bangun, Anak kecil yang belum Baligh, dan orang yang gila sampai dia sembuh”
Hadis di atas mejelaskan tentang syarat-syarat suami menthalak istrinya. Tidak jatuh thalaknya jika suami menthalak dalam keadaan gila, ataupun dalam keadaan tidur tetapi tiba-tiba melontarkan kata-kata thalak.





E. Takhrij Hadits
Untuk menentukan derajat keshahihan hadits diperlukan suatu langkah sistematis (takhrij) yang dimulai dari penelitian ketersambungan sanad, keadilan dan kedhabitan rawi, bebas dari shad dan ‘illah.
Berikut inilah biografi singkat perawi hadits utama :
1. Katsir bin ‘Ubaid
Nama aslinya Katsir bin ‘Ubaid bin Namir al-Madhajiy, abu al-Hasan al-Hamshi al-Hida’ al-Maqra’I, (Imam Masjid Hams). Dari segi Thabaqahnya dia berada pada tingkatan ke sepuluh dari Kibar al-akhidzin dari tabi’ al-atba’.Wafat pada tahun 250 H. Kredibilitasnya menurut Abu Hatim dan ibnu Hajar adalah Tsiqqah, menurut Muslimah bin Qasim dalam “sejarahnya” adalah Tsiqqah.
Guru-gurunya: Muhammad bin Khalid, ayyub bin Suwaid ar-Ronmli, Baqiyah bin Walid, Sufyan bin ‘Uyainah, Abi haiwah syuraih bin Yazid AL-khamsyi, Abdussalam bin abdul Guddus Bin Habib As-Syami, Abdul Majid Bin Abdul Aziz bIn Abi Ruad, , Muhammad Bin Syuaib Bin Syabur, Marwan bin Muawiyah Al Fazara, muslim bain Khalid Az-Zanji, waqi’ Bin Jarah, Al Walid Bin Muslim, Yahya Bin Salim At Tha’ifi.
Murid-muridnya: Abu Bakar Ahamad bin Umar Bin Abi Ashim, Abul Hasan Ahmad Bin Umair Bin Jausha’, Ahmad Bin Muhammad bin Anbasah, Isma’il bin muhammad bin ghairad al adhry, Abul Hasan Bin ahmad bin ibrahim bin faid.

2. Muhammad bin Khalid
Nama Aslinya Muhammad bin Khalid ibnu ‘Utsmah al Hanafiy al Bisriy, majikan Muhammad bin Sulaiman. Dari segi Thabaqahnya dia berada pada tingkatan ke sepuluh dari Kibar al-akhidzin dari tabi’ al-atba’. Kredibilitasnya menurut Abu Hatim adalah haidts ini termasuk bagus-bagusnya hadits. Menurut Ibnu Hajar : Banyak benarnya juga disalahkan. Adapun menurut ad-Dzahabiy adalah banyak benarnya. Menurut ibnu Hibban adalah dia terkadang salah.
Guru-gurunya:Katsir bin Abdillah bin Amru bin ‘Auf, Musa bin Ya’qub al-zam’i,Ibrahim bin Isma’il bin Abi Habibah, Said bin Basyir, abdillah ibnu Ja’far.
Murid-muridnya:Muhammad bin Basyar Bindaar,Ahmad bin Tsabit al-Jahdari, Muhammad bin Abdillah ibnu Ubaid, Amru bin Ali as-Shofari, Abu al-Jauza’ ahmad bin utsman, Muhammad bin Isma’il, Hilal bin Basyar.
3. Mu’arof bin washol
Nama aslinya Mu’arrof bin Washol as Sa’diy, Abu Badal, ada yang mengatakan di Abu Yazid al Kufiy. Dari segi Thabaqahnya dia berada pada tingkatan ke 6 dari Shighar at Thabi’in. Kredibilitasnya menurut Ibnu Hajar adalah Tsiqqah, begitu juga menurut al Dzahabiy, ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Mansyur, Yahya bin Mu’in Abu Rahman an-Nasa’i menyatakan Tsiqqah Tsiqqah.
Guru-gurunya :Maharib bin Disar,Ibrahim at-Taimiy,Habib bin Abi Tsabit, Sulaiman al-A’masy, ‘Amir as-Syu’bii, Abdillah bin Baridah,Ya’qub bin Abi Nabatah
Murid-muridnya:Waki’ bin al-Jarroh, Ahmad bin Abdillah bin Yunus,Isma’il bin Abdil Malik ar-Robii’i,Khilad bin Yahya as-Silmiy, Abdillah bin Shalih al-‘Ajliy, Abu Ahmad az-Zaibiriy.
4. Maharib bin Disar
Nama aslinya adalah Maharib bin Disar as-Sudusiy dan dikatakan juga adz-Dzahliy, Abu Muthraf, abu Nadlar al Kufiy al- Qadliy. Dari segi Thabaqahnya dia berada pada tingkatan ke 4 dari al wustho at Thabi’in(pertengahan Tabi’in). Kredibilitasnya menurut Ibnu Hajar, ya’qub bin Sufyan, Dar al Quthniy adalah Imam Tsiqqah, menurut al Dzahabiy dia termasuk orang yang terhormatnya dari para ‘Ulama’ , menurut Ibnu Hibban dia termasuk manusia yang lengah, menurut Al-‘Ajliy dia orang kufah yang Tsiqqah dia wafat pada tahun 116 H.
Guru-gurunya: Al-Aswad Bin Yazid an Nakho’i, Jabir Bin abdullah Al Anshory, Sulaiman bin buraidah, shilah bin zafar, Abdullah Bin Buraidah, Abdullah Bin Umar Bin Khattab, Abdullah Bin Yazid Al Khadmi, Ubaid Bin Barra’ Bin Azib, Imran bin Khatthan
Murid-muridnya: Anas Bin Khalid, Hasan bin ibrahim al karmany, hakim Bin Ishaq, Zaidah Bin Qudhamah, Zuaid bin haris al Yami, Sa’id bin Masruq As Syura, Syufyan bain Sa’id asyyury, Syufyan Bin Uyainah, Sulaiman al A’mas, Sulaiaman Abu Ishaq Asysyibany,Syuraik Bin abduh.
5. Abdillah bin Umar bin Khattab
Nama aslinya Abdillah bin Umar bin Khattab al- qurisyi al ‘Adwaa, abu AbdirRahman al- Makiy al-Madaniy. Dari segi Thabaqahnya dia berada pada tingkatan pertama dari Shahabat Nabi. Kredibilitasnya menurut Ibnu Hajar, ad-Dzahabiy adalah Shahabiy. Dalam hadits disebutkan bahwa “sesungguhnya Abdullah adalah orang laki-laki yang Shalih”. Menurut al hafidz dalam kitabnya “at-Taqrib at-Tahdzib” mengatakan bahwa Abdullah bin Umar adalah orang yang sangat patuh terhadap sunnah nabi.
Guru-gurunya : Nabi Muhammad Shollallahu’alaihi wasallam, Bilal(Mu’adzin Rasulullah), Rofi’ bun Khudaij, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Khottob(pamannya), Shahabat di dalamnya termasuk ayahnya sendiri yaitu Umar bin Khattab,Hafsah, ‘Aisyah.
Murid-muridnya : Bilal bin Abdillah bin umar (anaknya sendiri), Adam bin Ali al-Bakri al-‘ajliy, Anas bin sirin,Bakar bin Abdillah al-Mazaniy,Hafash bin Asyim bin Umar bin Khottob dll.















F. I’tibar Hadits
Berdasarkan data di atas dapat ditentukan bahwa hadits utama tersebut dari segi sanad telah memenuhi asas ketersambungan sanad tanpa mengalami keterputusan perawi, karena perowi yang meriwayatkannya memiliki hubungan guru dan murid.
Oleh karena itu penulis berkesimpulan bahwa hadits tentang Thalak merupakan hadits Masyhur – Shahih dari segi sanad. Hal ini jika didasarkan pada kriteria yang dibuat oleh Subhi Shalih bahwa yang disebut hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih dalam setiap thabaqatnya.
Di dalam fatwa al-Lajnah ad-Dâ`imah Lil Buhûts al-'llmiyyah Wal-Iftâ` (lembaga resmi fatwa di Saudi Arabia, semacam MUI), disebutkan bahwa hadits tersebut SHAHIH MUTTASHIL secara Sanadnya.
Sebagian ulama berhujjah dengan hadits ini dengan menyatakan bahwa ia hadits yang Shahîh dan Muttashil (bersambung mata rantai periwayatnya hingga kepada Rasulullah Sebagian ulama lagi, mengatakan bahwa ia hadits yang Dla'îf (Mursal). Seperti yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbagh.
G. Penjelasan dan Kandungan Hadits

Thalak menurut bahasa berarti melepaskan atau meninggalkan. Dan menurut istilah agama, thalak artinya melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan (suami-istri) dengan mengucapkan secara sukarela ucapan thalak kepada istrinya, dengan kata-kata yang jelas ataupun dengan kata-kata sindiran.
Pada dasarnya talak menurut hukum adalah makruh. Semua tujuan baik pernikahan yang telah disebutkan, dengan adanya perceraian itu akan hilang dan terjadi putusnya hubungan kekeluargaan.
Akan tetapi, talak pada kondisi tertentu menjadi keharusan, seperti jika istri merasa tersiksa bila tetap menjadi istri dari laki-laki itu, atau sebaliknya, atau sebab-sebab lain. Oleh karena itu, talak itu dibolehkan oleh Allah tetapi dengan syarat dan adab suami menalak istrinya.
Dalam Hadits diatas memang terasa ambigu dari sebuah lafadz talak yang halal tetapi dibenci oleh Allah. Thalak yang dimaksud talak yang bagaimana?, maka dari itu sebenarnya thalak itu ada bermacam-macam dan harus dijelaskan.
Adapun macam-macam thalak adalah sebagai berikut :
Ditinjau dari keabsahan waktu dijatuhkannya thalaq terbagi menjadi dua, yaitu thalaq sunni dan thalaq bid'iy.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ أَنْبَأَنَا ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثُمَّ تَحِيضَ ثُمَّ تَطْهُرَ ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ
"Dari Nafi' bin Abdullah bin Umar : sesungguhnya ia (Abdullah bin Umar) telah menceraikan istrinya ketika haidh di zaman Rasulullah masih hidup. Lalu Umar bertanya kepada Rasulullah tentang hal ini, kemudian Rasulullah menjawab : "perintahlah ia untuk merujuknya, kemudian hendaklah ia tetap pegang istrinya sampai tiba waktu suci, kemudian ia berhaid lalu suci lagi. Kemudian jika ia mau, boleh ia tetap pegang istrinya sesudah itu. Tetapi jika ia mau menthalaq istrinya sebelum ia mencampurinya, maka yang demikian itulah iddah yang diperintahkan oleh Allah dalam menthalaq istri-istrinya”. (H.R. Bukhari).
Thalaq Sunni adalah thalaq yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan Sunnah. Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa termasuk thalaq sunni bila suami menthalaq istri yang pernah dicampuri dengan sekali thalaq di masa suci dan ia belum disentuh kembali selama bersih itu.
Sedangkan thalaq bid’i adalah thalaq yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan Sunnah. Menthalaq istri ketika dalam keadaan haid digolongkan ke dalam thalaq bid’i karena tidak sesuai dengan tuntunan Sunnah sebagaimana perintah Rasulullah kepada Umar untuk merujuk istrinya yang dithalaq dalam keadaan haid. Disebut juga thalaq bid’i jika dijatuhkan dalam keadaan nifas atau dengan cara menthalaq tiga kali dengan sekali ucapan atau menthalaq tiga kali secara terpisah-pisah dalam satu tempat.
Dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami untuk merujuk kembali istrinya, maka thalaq dibagi menjadi dua macam :
1. Thalaq raj’i
عن عمر ان النبي صلى الله عليه وسلم طلق حفصة ثم راجعه (رواه ابو داود والنسائي)
Thalaq raj’i adalah thalaq yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang pernah digauli atau thalaq yang pertama kali yang dijatuhkan suami.
2. Thalaq ba’in
Thalaq ba’in adalah thalaq yang dijatuhkan suami kepada istri yang belum disetubuhi sebelumnya atau thalaq yang ketiga kalinya. Adapun macamnya terbagi dua yaitu thalaq ba’in sughro dan thalaq ba’in kubro. Sebagaimana hadits berikut yang menunjukkan pada thalaq ba’in kubro.
حدثني محمد بن بشار حدثنا يحيى عن عبيد الله قال : حدثني القاسم بن محمد عن عائشة ان ر جلا طلق امرأته ثلاثا, فتزوجت فطلق. فسئل النبي صلى الله عليه وسلم اتحل للأول ؟ قال : لا, حتى يذوق عسيلتها كما ذاق الأول
” ...... sampai kamu merasakan madunya (menggauli) sebagaimana suami yang pertama”

Pembagian Thalak Dilihat Dari Segi Sighat (Ucapan) antara lain :
a. Thalak yang terang-terangan
Maksud dari kalimat yang disampaikan ketika mengucapkannya, seperti; kamu terthalak, kamu dithalak atau setiap perkataan yang berasal dari kata "thalak".
b. Thalak Dengan Sindiran
Yaitu thalak yang lafalnya tidak menunjukkan maksud thalak, tetapi menunjukkan thalak dengan cara kinayah, seperti kata-kata Anti baz-in (kamu terpisah). Ia mengandung kemungkinan terpisah dari perkawinan.
Thalak Ditinjau Dari Tempat Kejadian antara lain :
a. Thalak Munjaz
Thalak munjaz ialah thalak yang kalimatnya tanpa disertai syarat dan penetapan waktu. Misalnya seseorang berkata kepada istrinya: "Saya thalak (cerai) kamu atau kamu terthalak (tercerai)". Bentuk kalimat ini menunjukkan jatuhnya thalak seketika itu tanpa menyebutkan tempo atau tergantung pada syarat. Hukum thalak munjaz ini berlaku dengan keluarnya kalimat thalak bilamana terpenuhi syarat-syarat lainnya.
b. Thalak Mudhaf
Yaitu bentuk kalimat thalak yang berkaitan dengan masa jatuhnya thalak diwaktu itu apabila telah tiba. Misalnya seseorang berkata, "Kamu terthalak besok" atau "awal bulan". Abu Hanifah dan Malik menyatakan bahwa dia terthalak seketika itu. Asy-Syafi’i dan Ahmad menyatakan bahwa thalaknya tidak jatuh hingga tahunya berganti.
Hukum thalak yang diteguhkan jatuhnya hingga waktu tertentu ialah bahwa thalak itu baru thalak itu baru berlaku sesudah jatuh tempo yang ditentukan penthalaknya dala sighat (kalimat) thalak.
c. Thalak Muallaq
Thalak muallaq ialah thalak yang berlakunya dikaitkan oleh suami dengan suatu perkara yang terjadi dimasa mendatang. Hal itu dilakukan dengan menggaitkan sighat thalak dengan kata yang menunjukkan syarat atau yang semakna dengan itu, seperti: jika, apabila, bilamana, dan sebagainya.
H. Pendapat Ulama’ Tentang Thalak
Ulama fiqih berbeda penadapat mengenai hukum thalaq, menurut pendapat yang rajih yaitu imam hanafi dan hanabilah berpendapat bahawa haram menthalaq istri kecuali adanya hajat berdasarkan hadist nabi yang berbunyi, “bahwasannya allah melaknat orang-orang tukang rasa” dan lebih lanjut imam hanabilah memperinci bahwa adakalanya thalaq itu wajib, haram, mubah, sunnah. Adapun thalaq itu wajib yaitu thlaqnya seorang juru damai {hakam} terhadap suami istri yang saling bercekcok dan dipandang tidak ada jalan lain lagi untuk mendamaikan keduanya kecuali dengan jalan thalaq, mengenai thalaq yang haram apabila thalaqnya tanpa adanya hajat/sebab karena hal itu memberi efek mahdlarat pada seorang isteri. Adapun thalak itu mubah/boleh bilamana terdapat suatu hajat yang melatar belakanginya seperti contoh: buruknya akhlak seorang istri terhadap suami atau anaknya. Mengenai thalak yang disunnahkan yaitu apabila sang istri meninggalkan kewajiban-kewajiban yang disyari’atkan oleh Allah yang tidak memungkinkan untuk memaksakan sang istri tersebut ataupun sang istri tidak bisa menjaga dirinya.
Para ulama sependapat tentang haramnya thalaq yang dijatuhkan 3 sekaligus, tetapi para ulama berbeda pendapat, apakah thalaq tiga yang haram itu jatuh atau tidak, jumhur ulama berpendapat bahwa thalaq itu jatuh.H al ini didasarkan bahwa thalaq ini masih termasuk makna ayat yang umum. Sebagian yang lainnya mengatakan bahwa thalaq seperti itu tidak jatuh.ulama yang menganggap jatuh itu juga berbeda pendapat. Sebagian mengatakan thalaqnya jatuh ketiga-tiganya. Sebagian lagi mengatakan jatuh satu kali thalaq.
Jumhur Ulama, di antaranya empat imam madzhab, jumhur shahabat dan tabi’in berpendapat bahwa tiga talak dengan satu kata (lafazh) adalah berlaku bila seorang suami berkata, “Kamu saya talak (tiga kali)!” dan semisalnya atau dengan beberapa kata (kamu saya talak, kemudian mengatakan lagi, kamu saya talak, kemudian mengatakan lagi, kamu saya talak) sekali pun sebelumnya belum terjadi rujuk dan nikah.
Sementara itu menurut imam hanifah menegaskan bahwa tergantung pada niatnya jika suami meniatkan tiga maka jatuhlah thalaq itu tiga kali thalaq, sementara itu jika sang suami hanya meniatkan satu maka jatuhlah thalaq itu satu kali thalaq, meskipun dengan kata kamu saya thalaq tiga, sedangkan menurut Imam Ahmad tetap thalaq itu jatuh tiga kali thalaq baik suami mengatakan tiga ataupun tidak.
Adapun dasar hadisnya yaitu Hadits Rukanah bin ‘Abdullah bahwasanya ia telah menalak isterinya secara pasti (talak tiga sekaligus), lalu ia memberitahukan hal itu kepada Nabi SAW, lantas beliau berkata, “Demi Allah, kamu tidak menginginkan kecuali hanya satu kali saja ? Hadits ini dikeluarkan oleh asy-Syafi’i, Abu Daud, at-Turmudzy, ibnu hibban {dia menilainya shahih.

Daftar Pustaka

Mansur Ali Nashif, At-Taj Al-jami’ Lil ushul, Maqtanah Attaufiqiyah, Kairo.
Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qordhawi, Sunan Inu majah, Juz II, Darul Hadist, Kairo.
H.S.A l hamdani, 2001,Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani.
Manshur Ali Nashif, At Taj Al-jami’ lil Ushul, Maktabah At Taufiqiyah , Kairo.
Ahmad Bin Ali Bin Hajar al- atsqolany, Fathul bary bisyrhi shohih bukhory Juz 10 darul fikr.
Umar Hasyim, Qawa’id Ushul al-Hadits, Beirut: Dar al-Fikr,1998.
(Lihat, Fatâwa al-Lajnah ad-Dâ`imah Lil Buhûts al-'llmiyyah Wal-Iftâ` , jld.IV.
Shaleh Usman, Pernikahan Islam, Surabaya :1996, Risalah Gusti.
Syayid Shabig, 2006, Fiqh Sunnah Jilid II, Beirut: Dar Al-fikr.
Hasby As-Shiddieqy, 1991,Hukum-Hukum Fiqh Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Subhi shalih, ‘Ulum Hadits.
HM Suwarta Wijaya, 1997, Asbabul Wurud Latar Belakang Histories Timbulnya
Hadist-Hadist Rasul, Kalam Mulia: Jakarta.

Muhammad , Al-Hafidz Abdillah, 1998,Sunan Ibnu Majah, Kairo;Dar al-Hadits.
Sulaiman , Abu Dawud, 1994, SunanAbi Dawud, Beirut; Dar al-Fikr.

Wednesday, April 28, 2010

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ILMU PENDIDIKAN ISLAM


Oleh :
SYIFAUL QULUB

Dosen Pembimbing :
Drs. Tajuddin Thalabi, M. Ag.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
SURABAYA
2009

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tersanjungkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang dengan jerih payahnya telah mampu merubah peradaban yang tidak mengenal perikemanusiaan menuju peradaban yang penuh dengan kebaikan.
Dalam kesempatan ini, dengan penuh rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk membuat makalah yang kami beri judul "KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM"
Penulis menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.

Surabaya, 03 Mei 2009


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Secara umum tujuan dari pendidikan islam adalah mencetak generasi penerus yang memiliki kemanpuan yang kafah yang mengejawantahkan nilai-nilai keislaman dengan tujuan akhir memperoleh kebahagian di dunia dan di akhirat.
Untuk mencapai tujuan Pendidikan Islam yang diharapkan sudah barang tentu kurikulum yang diformulasikannyapun harus mangacu pada dasar pemikiran yang islami pula, serta dari pandangan hidup dan pandangan tentang manusia (pandangan antropologi) serta diarahkan pada tujuan pendidikan yang dilandasi oleh kaidah-kaidah islami.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis nengajukan beberapa rumusan masalah yang tersusunn sebagai berikut:
1. Apakah kurikulum pendidikan islam itu ?
2. Bagaimana isi dari kurikulum pendidikan islam itu ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip penyusunan kurikulum pendidikan islam itu ?

C. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dalam penulisan makalah ini setidaknya bisa memberikan gambaran tentang konsep, isi serta prinsip-prinsip dalam penyusunan kurikulum pendidikan islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara harfiah kurikulum berasal dari bahasa latin, curriculum yang berarti bahan pengajaran. Adajuga yang mengatakan bahwa kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Dalam Bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia dalam berbagai bidang kehidupan. . kurikulum selanjtnya menjadi suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah
Sedangkan definisi kurikulum berdasarkan istilah ada begitu banyak pendapat. Diantaranya definisi yang dikemukakan oleh Prof. H. M. Arifin, M.Ed. yang memndang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses pendidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Ada juga yang berpendapat bahwa kurikulum adalah sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Selain definisi-definisi tersebut ada juga yang mengartikan kurikulum sebagai 'sejumlah pengalaman pedidikan, kebudayaa, sosial, olah raga dan kesenian baik yang berada di dalam maupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah'.
Dari definisi diatas, nampaknya definisi yang paling luas maknanya adalah definisi terakhir yang dikemukakan oleh Hasan Langgulung. Jika sebelumnya (pendidikan) hanya terbatas pada kegiatan pengajaran yang dilakukan di ruang kelas, maka pada perkembangan berikutnya pendidikan dapat pula memanfaatkan berbagai sumber pengajaran yang terdapat li luar kelas, se[erti perpustakaa, musium, pameran, majalah,surat kabar, siaran televisi, radio, pabrik dan sebagainya. Dengan cara ini para mahasiswa dapat terus mengikuti perkembangan kemajuan Ilmu pengetahuan, teknologi kebudayaan dan lainnya yang terjadi diluar sekolah.
Karena tujuan pembentukan kurikulum adalah pencapaian sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu, maka secara otomatis materi kurikulum yang diberikan akan selalu mengalami perubahan dari masa kemasa. Bahkan untuk setiap bangsa yang mempunyai tujuan pendidikan yang berbeda, akan memiliki kurikulum yang berbeda pula. Kurikulum juga merupakan ringkasan berbagai materi, pengetahuan dan problematic yang harus kita selenggarakan sebagai upaya mempengaruhi siswa dalam tingkah laku dan aktivitasnya.
Untuk Pendidikan Islam kurikulum yang diformulasikannyapun harus mangacu pada dasar pemikiran yang islami, serta diarahkan pada tujuan pendidikan yang dilandasi oleh kaidah-kaidah yang berbasis islam.


B. Komponen Kurikulum
Kurikulum suatu sekolah mangandung tiga komponen, yaitu tujuan, isi, dan organisasi/strategi
1. Tujuan Kurikulum
Kurikulum merupakan suautu program untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui sekolah yang bersangkutan. Ada jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah.
a. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan
Tujuan ini biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilann dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki murid-siswa setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
b. Tujuan yang ingin dicapapi dalam setiap bidang studi
Tujuan ini biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilann dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki murid-siswa setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu.
2. Isi Kurikulum
Isi program kurikulum dari suatu sekolah dapat dibedakan atas dua hal, yaitu:

a. Jenis-jenis bidang studi yang diajarkan
Jenis-jenis tersebut dapat digolongkan ke dalam isi kurikulum dan ditetapkan atas dasar tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah yang bersangkutan, yaitu tujuan institusional
b. Isi program setiap bidang studi
Bahan pengajaran dari setiap bidang studi termasuk ke dalam pengertian isi kurikulum, yang biasanya diuraikan dalam bentuk pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dengan sup pokok bahasan
Bahan pengajaran ini ditetapkan atas dasar tujuan-tujuan kulikuler dan tujuan instruksional
3. Organisasi/Strategi
Struktur (susunan) program suatu kurikulum mengenal apa yang disebut Stuktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum itu diorganisasikan dalam bentuk :
a. Mata-mata pelajaran secara terpisah (separate subject); atau
b. Kelompok-kelompok suatu pelajaran yang disebut dengan bidang study (broadfields); atau
c. Kesatuan program tanpa mengenal mata pelajaran maupun bidang study (integrated program).
Selanjutnya, dalam struktur horizontal ini tercakup pula jenis-jenis program, yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Sedangkan struktur vertikal suatu kuirikulum berkeanaan apakah kurikulum tersebut dilaksanakan melalui :
a. Sistem kelas, di mana kenaikan kelas diadakan di setiap tahun secara serempak; atau
b. Sistem tanpa kelas, di mana perpindahan dari suatu tingkat program ke tingkat program yang berikutnya dapat dilakukan pada setiap waktu tanpa menunggu teman-teman yang lain; atau
c. Kombinasi antara sistem kelas dan tanpa kelas
Selanjutnya, dalam struktur program ini tercakup pula sistem unit waktu yang digunakan, misalnya apakah sistem semester ataukah catur wulan. Akhirnya, struktur program ini menyangkut pula masalah penjadwalan dan pembagian waktu untuk masing-masing bidang study atau isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yng ditempuh dalam melaksanakan pemgajaran, cara di dalam mengadakan penilaian, cara di dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara di dalam mengatur kegiatan sekolah secara keseluruan.
Cara dalam melasksanakan pengajaran mencakup cara yang berlaku secara umum maupun cara yang berlaku dalam menyajikan setiap bidang study, termasuk metoda mangajar dan alat pelajaran yang digunakan.



C. Prinsip-Prinsip Yang Melandasi Kurikulum
Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Fleksibilitas Program
Dalam prinsip ini metode-metode yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelajaran dan kematangan siswa, misalnya seorang guru mengajar melalui contoh tertentu, maka contoh itu hendaknya pernah diketahui, dialami, dirasakan oleh siswa, dengan kata lain contoh yang terdapat dalam kehidupan anak sehari-hari. Fleksibel di sisni juga berarti fleksibel dalam memilih dalam memilih program pendidikan, fleksibel dalam mengembangkan program pengajaran dan pengembangan kurikulum
2. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan
Prinsip ini menghendaki bahwa dalam pembentukan kurikulum harus berorientasi pada tujuan, dalam hal ini adalah mencetak akan didik menjadi pribadi atau individu yang memiliki wawasan yang luas baik yang berbasis umum maupun yang berbasis agama.
3. Prinsip Efisien dan Efektivitas
Dalam prinsip ini, pembentukan kurikulum didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan atas kemampuan dan daya tahan siswa dalam menerima pelajaran, waktu yang digunakan untuk mendidk harus dimanfaatkan seoptimal mungkin berdasarkan efesiensi waktu dan efektifitas pembelajaran
4. Prinsip Kontinuitas
Dalam GBHN telah dinyatakan pendidkan itu berlangsung seumur hidup, oleh karena itu penyusunan kurikulum harus kontinu dan selalu diingat hubungan yang bersifat hierarkis yang fungsional harus mendapatkan perhatiian untuk ketiga tingkatan sekolah (ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah) lebih-lebih bidang study yang menganut pendekatan spiritual seperti agama dan pengetahuan sosial, perluasan serta pengalaman dari suatu pokok bahasan disusun dalam satu rencana dan sistematis.
Menurut Zakiah Darajat dalam bukunya yang lain, selain keempat prinsip tersebut masih ada dua prinsip lainnya yaitu :
1. Prinsip Relevansi
Istilah relevansi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai kesesuaian dan keserasian pendidikan dengan tuntutan kehidupan. Yang dimaksud dengan tuntutan kehidupan di sini adalah relevansi pendidikan dalam lingkungan hidup murid, relevansi dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang, dan relevansi dengan tuntutan dalam dunia pekerjaan.
2. Prinsip Kesinambungan
Yang dimaksud dengan kesinambungan adalah saling hubungan atau jalin menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan. Yaitu kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah dan kesinambungan antara berbagai bidang study
D. Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai kemampuan dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum dalam pendidikan islam sendiri, memilki corak yang berbeda yang membedakannya dengan kurikulum pendidikan yang lain menjadi cirinya sendiri.
Omar Muhammad At-toumy as-Syaibani menyebutkan bahwa ada lima ciri pendidikan islam. Kelima ciri tersebut secara ringkas sebagai berikut:
1. menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat dan tekniknya bercorak agama.
2. meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran yang menyeluruh.
3. bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung didalam kurikulum yang digunakan
4. bersikap meyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan anak didik.

BAB III
PENUTUP

Dari beberapa pengertian di atas, maka secara umum yang namakan dengan kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan ha-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. Kurikulum sendiri terbagi atas tiga komponen yaitu :
1. Tujuan Kurikulum yang mencakup tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan serta tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
2. Isi Kurikulum yang mencakup jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program setiap bidang studi
3. Organisasi/Strategi yang mencakup Struktur (susunan) program suatu kurikulum mengenal apa yang disebut Stuktur horizontal dan struktur vertikal
Dalam pembuatan kurikulum ada bebrapa prinsip yang harus dipertimbangkan yaitu: Prinsip fleksibilitas Program, prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip efisien dan efektivitas, prinsip kontinuitas, prinsip relevansi dan prinsip kesinambungan
Ada bebrapa ciri yang membedakan kurikulum pendidikan islam denagn kurikulum pendidikan yang lain yaitu
1. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat dan tekniknya bercorak agama.
2. Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran yang menyeluruh.
3. Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung didalam kurikulum yang digunakan
4. Bersikap meyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan anak didik.

DAFTAR PUSTAKA

- An-Nahlawi, Abdurrahman, 1989 Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung: Darul Fikr Pustaka,
- Daradjat, Zakiah, dkk. 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
- Daradjat, Zakiah, dkk.1983, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
- Jalaluddin dan Usman Said, 1999, Filsafat Pendidikakn Islam Konsep Dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
- Nata, Abuddin, 2005, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
- Ramayulis, 2004, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Muli.
- Shaleh, Abdul Rachman, 2006 Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar