TAFSIR TENTANG KETUHANAN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Tafsir Aqidah
Dosen pengampu Bapak MA. Mustofa Kamal, AH.,S,Th.I.,M.S.I
Disusun oleh :
Vivit Nur
Kholifah
PROGRAM DTUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR (IQT)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM (FSH)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2015
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan
tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturanNya merupakan dasar bagi
tiap-tiap agama. Istiqamah untuk beriman kepada Tuhan merupakan suatu kewajiban
yang harus dilakukan oleh umat. Banyak masyarakat yang mengaku dirinya muslim
namun tidak melaksanakan perintah dari dari yang menciptakannya. Dan banyaknya
anggapan tentang Tuhan selain Allah terkadang memberikan pemahaman yang berbeda
dan menyebabkan kekeliruan dalam konsep ketuhanan. Dengan adanya makalah ini,
saya akan membahas tentang ketuhanan yang ada dalam islam ini. Semoga kedepan
kita mampu berfikir bahwa tuhan hanyalah satu yaitu Allah swt Yang Maha Kuasa
dan tidak ada satupun yang menyamainya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
penafsiran tentang keTuhanan QS. Fushshilat:30 ?
2. Bagaimana
penafsiran tentang keTuhanan QS. Al-Anbiya’:22,25 ?
3.
Bagaimana penafsiran tentang keTuhanan QS. Al-A’raf :172
?
PEMBAHASAN
A. Penafsiran QS.Fushshilat Ayat 30
Ayat
& arti
Penafsiran kata-kata sulit:
Istaqaamu : mereka
teguh dalam beriman dan tidak kembali kepada syirik
Auliyaaukum :
pembantu-pembantumu dalam urusan-urusanmu
Tadda’un : kamu
menginginkan dan meminta
An nuzlu : suguhan
untuk tamu yang ia makan ketika singgah
Pengertian secara umum:
Setelah Allah
menyampaikan pada firman-Nya yang lalu mengenai ancaman-Nya terhadap
orang-orang kafir sedemikian rupa sehingga sesudah itu tidak ada lagi dalam
jiwa keinginan untuk menentang. Kemudian dilanjutkanlah dengan janji-Nya yang
baik bagi orang-orang mukmin, sebagaimana yang telah menjadi sunnah Al-Qur’an
untuk mengikutkan salah satu di antara keduanya sesudah yang lain, sebagaimana
dinyatakan dalam firman Allah yag lain:
(al-hijr:49-50)
Atha’ berkata: dari Ibnu abbas ra, ayat ini turun
mengenai Abu Bakar as shiddiq
(innalladziina-istaqamu)
Sesungguhnya
orang-orang yang berkata: Tuhan kami adalah Allah, dengan mengaku
kepemeliharaan-Nya (rubbubiyahnya)
dan mengakui keEsaan-Nya (wahdaniyah-Nya), kemudian teguh dalam beriman
sehingga tidak tergelincir kakinya, dan termasuk dalam hal ini semua ibadah dan
i’tikad-i’tikadnya.
Abu bakar ra berkata: istiqomah adalah tidak menyekutukan
sesuatu kepada Allah.
Sedang Ahmad, Abd
bin humaid, Ad-Darimi dan Al-Bukhari dalam tarikhnya, serta Muslim,
An-Nasa’i,Ibnu Majjah dan Ibnu Hubban telah meriwayatkan dari Sufyan bin
Abdillah as-Saqafi bahwa seorang lelaki berkata: ya Rasulullah, suruhlah aku
melakukan suatu perkara dalam islam yang sesudah engkau aku takkan
menanyakannya kepada seorang pun. Rasul bersabda: ucapkanlah amantu billah ( aku beriman kepada
Allah) kemudian istiqomahlah. Saya berkata: apakah yang harus saya hindari.
Maka rasulullah saw mengisyaratkan kepada lidahnhya,
(menurut at-tirmidzi hadis ini hasan sahih)
Kesimpulannya,
istiqomah ialah kestabilan dalam melakukan ketaatan baik yang menyangkut i’tikad perkataan maupun perbuatan dengan
melanggengkan sikap seperti itu.
(tanazzalu alaihimul malaaikata)
Maka turunlah
malaikat kepada mereka dari sisi Allah swt dengan membawa kabar gembira yang
mereka turunkan yang berupa diperolehnya kemanfaatan atau ditolaknya bahaya
atau dihilangkannya kesedihan. Yakni dengan membawa apa saja yang berguna bagi
mereka dari segala urusan didunia maupun agama yang melapangkan dada mereka dan
menolak dari mereka rasa khawatir dan sedih dengan cara memberi ilham,
sebagaimana orang-orang kafir disesatkan oleh teman-teman yang bururk dengan
membuat mereka memandang baik kepada kemaksiatan-kemaksiatan dan melakukan dosa-dosa.
Waqi’ berkata:
kabar gembira akan terjadi pada tiga tempat: ketika mati, ketika didalam kubur
dan ketika dibangkitkan.
(allaa takhoofu
walaa takhzanuu)
Janganlah kamu
khawatir terhadap urusan-urusan akhirat yang kamu hadapi, dan janganlah kamu sedih
atas urusan-urusan dunia yang telah lalu, baik yang berkaitan dengan
keluarga,anak-anak maupun harta.
Sedang Ata’
berkata: janganlah kamu khawatir ditolaknya pahalamu, karena pahalamu diterima.
Dan janganlah kamu sedih atas dosa-dosamu karena sesungguhnya Allah
mengampuninya.
(waabsyiruu-tuu’aduun)
Dan dikatakanlah
kepada mereka: bergembiralah kamu dengan surga yang pernah dijanjikan kepadamu
lewat lidah para rasul semasa didunia. Karena kamu akan sampai kesana dan
tinggal disana dengan kekal menikmati segala kenikmatan disana.[1]
Allah berfirman: sesungguhnya orang-orang yang percaya dan
mengatakan dengan lidahnya bahwa : “Tuhan kami hanyalah Allah”
mengatakannya sebagai cerminan kepercayaan mereka tentang kekuasaan dan
keMahaEsaan Allah kemudian mereka memohon atau bersungguh-sungguh beristiqamah
meneguhkan pendirian mereka dengan melaksanakan tuntunannya, maka buat mereka
bukan teman-teman buruk yang memperindah keburukan yang menemani mereka
sebagaimana halnya para pendurhaka, tetapi akan turun kepada mereka yakni akan
dikunjungi dari saat ke saat serta secara bertahap hingga menjelang ajal mereka
oleh malaikat-malaikat untuk meneguhkan hati mereka sambil berkata: janganlah kamu takut menghadapi masa depan
dan janganlah kamu bersedih atas apa yang sudah berlalu, dan janganlah
bergembira dengan perolehan surga yang telah dijanjikan Allah melalu rasulNya
kepada kamu.[2]
Setelah para
malaikat itu menenangkan kaum beriman, mereka melanjutjan guna menunjukkan
hubungan keakraban mereka. Mereka berkata:
kamilah atas perintah dan restu Allah yang menjadi pelindung-pelindung kamu
yang sangat dekat kepada kamu dan selalu siap menolong dan membantu kamu dalam
kehidupan dunia dan demikian juga di akhirat, dan yakinlah bahwa bagi kamu
disana yakni didalam surga apa yang kamu inginkan dari aneka kenikmatan apaun
dan bagi kamu juga disana apa yang kamu minta. Itu sebagai hidangan pendahuluan
bagi kamu. Sebenarnya masih sangat banyak anugrah lainnya. Semua itu adalah
anugerah dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kalimat (rabbunallahu) mengandung pengkhususan
sehingga ia diterjemahkan Tuhan kami hanyalah Allah. Pengkhususan itu lahir
dari bentuk makrifat pada kedua kata diatas.
Kata (tsumma)
mengisyaratkan kelangsungan serta kemantapan istiqamah itu dalam waktu yang
berkepanjangan. Bukannya berarti bahwa istiqamah tersebut baru terjadi setelah
berlangsungnya waktu yang lama dari ucapan mereka. Bisa juga tsumma mengisyaratkan tinggi dan
pentingnya istiqamah dibandingkan dengan sekedar ucapan rabbunallah. Karena kalau itu hanya berbentuk ucapan yang diyakini,
maka istiqamah adalah buah ucapan
tersebut sehingga secara otomatis istiqamah mengandung ucapan, keyakinan dan
amalan sekaligus.
Kata (istaqaamuu)
terambil dari kata (qooma) yang pada mulanya berarti lurus. Kata ini kemudian
dipahami dalam arti konsisten dan setia melaksanakan apa yang diucapkan. Sufyan
ats-Tsaqafi bermohon kepada nabi Muhammad untuk diberi jawaban yang menyeluruh
tentang Islam sehingga dia tidak perlu lagi bertanya kepada orang lain. Beliau
menjawab singkat: qul aamantu billah,
tsumma istaqim (ucapkanlah aku beriman kepada Allah lalu konsistenlah).
Ucapan itu menandai tulusnya hati dan lurusnya keyakinan, sedang istiqamah atau
konsisten menunjukkan benar dan baiknya amal.
Huruf sin dan ta’
pada kata istaqaamu dipahami oleh
banyak ulama dalam arti kesungguhan. Al-Biqa’i memahaminya dalam arti
permohonan.” Konsisten dalam kepercayaan tentang keesaan Allah serta pengamalan
konsekuensinya hingga datangnya ajal, memerlukan taufik dan bantuan Allah,
karena itu ayat diatas menggunakan kata tsumma
dan permohonan agar kepercayaan tersebut terus terpelihara.yakni tidak
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Tuhan, berhala, malaikat, binatang dan
lain-lain. Ibadah pun tidak dilakukan dengan riya’, bahkan selalu beramal
sesuai yang diridhaiNya dan menjauhi apa yang dilarangNya walau berlangsung
dalam waktu yang lama”. Demikian tulis al-Biqa’i.
Sementara ulama
memahami turunnya malaikay itu terjadi pada saat kiamat, yakni ketika para
pendurhaka itu digiring ke neraka, kaum mukmin dikunjungi para malaikat untuk
menyampaikan berita gembira itu. Ini menurut mereka dikuatkan oleh penggalan
akhir ayat 30, (arab). Maksudnya telah dijanjikan sewaktu kamu hidup didunia.[3]
Kata istaqaamu pokok kata (mashdar) nya
adalah istiqaamah. Teguh pendirian
ialah tegak lurus, teguh tegap terhadap pendirian itu. Tidak bergeser, tidak
beranjak. Tdiak dapat dicondongkan kekiri ataupun kekanan. Tidak dapat
dimundurkan kebelakang atau dimajukan kedepan. Apaun yang terjadi, pendirian
itu tidak dilepaskan. Tetap pendirian berTuhan kepada Allah dengan membayarkan
haknya dan hakikatnya. Tetap pendirian bertuhan kepada Allah dalam hati
sanubari, dalam tindakan hidup, dalam kesyukuran menerima nikmat, dalam
kesabaran menahan cobaan, karena pendirian yang tetap itu pasti mendapat ujian.
Janji Allah bahwa
malaikat akan datang kepada mereka menyampaikan bahwa janganlah takut akan
kesengsaraan hari akhirat kelak, sebab puncak kehidupan itu sendiri telah
dipegang nya teguh, yaitu “kami beriman kepada Allah”. Dan janganlah kamu
berduka cita meninggalkan anak-anakmu, isterimu dan harta bendamu. Anak dan
isteri, Allah yang menjaminnya, sedang engkau pergi menemui Tuhanmu. Harta
benda dunia itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan nikmat yang menunggu
engkau. Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat ad-Darimi “hendaklah kamu
bertakwa kepada Allah dan beristiqamahlah”.[4]
Tentang malaikat
akan turun kepada orang yang beristiqamah ini, Mujahid, as-Suddi, dan Zaid bin
Aslam menafsirkan bahwa malaikat itu akan turun seketika orang itu akan mati.
Artinya, bahwa disaat dia kelihatan sedang naza’ itu dia akan melihat malaikat
datang.
Menurut tafsiran
yang disalinkan ath-Thabari dari Ibnu Abbas malaikat itu akan datang ketika
ketika roh bangkit kelak dari alam kubur setelah mendengar tiupan serunai sangkakala ketika dipanggil
untuk hidup yang kedua kali.[5]
B. Penafsiran QS. AL-Anbiya’ ayat 22 dan 25
(Ayat
dan arti)
Penafsiran kata-kata sulit:
Lafasadataa:
niscaya langit dan bumi itu keluar dari tatanannya dan rusak.
Fasubhaanallahi:
pensucian terhadap Allah dari apa yang mereka sifatkan kepadaNya.
Pengertian secara umum:
Dalam ayat-ayat terdahulu, Allah menjelaskan bahwa
kebanyakan umat yang mendustakan para rasul telah dibinasakan, dan sesudah itu
diciptakan kaum-kaum yang lain. Allah menjelaskan pula bahwa ketika mereka
merasakan siksaNya, mereka lari dan menyesel pada waktu tidak berguna lagi
penyesalan. Kemudian Allah menerangkan bahwa yang ada dilangit dan bumi adalah
hamba-hambaNya, dan para malaikat tidak enggan beribadah kepadaNya, tidak bosan
dan tidak letih.
Dalam
ayat ini, Allah menjelaskan bahwa mereka wajib segera bertauhid, tetapi mereka
tidak melakukan kewajiban itu. Malah mereka melakukan hal sebaliknya, sehingga
mereka petut mendapat celaan dan kekerasa. Kemudian Allah menegakkan hujjah
atas keesaanNya dan menjelaskan bahwa sekiranya dilangit dan dibumi ada dua
Tuhan, tentu akan binasa seluruh yang ada pada keduanya. Maha Suci Allah dari
apa yang dikatakan orang-orang musyrik. Allah mendustakan orang yang menjadikan
tuhan-tuhan bahwa mereka tidak mempunyai dalil, dan seluruh agama membawa
tauhid yang murni. Allah juga mendustakan orang yang menjadikan anak bagi Allah
dengan mengatakan: “para malaikat adalah putri-putri Allah”, padahal para
malaikat adalah makhluk yang taat kepada Tuhannya, yang berbuat hanya jika
diperintah oleh Tuhannya, dan tidak memberi syafa’at kecuali pada orang yang di
ridhaiNya. Mereka lalu berhati-hati karena takut pada siksaNya, adapun orang
yang mengatakan dirinya sebagai Tuhan, maka dia akan mendapat balasan berupa
Jahannam yang merupakan balasan bagi setiap orang yang dzalim.[6]
Penjelasan:
Ayat
22:
Langit dan bumi akan rusak jika ada dua Tuhan padanya.
Kemudian Allah menegakkan dalil ‘aqli atas keesaanNya dan
meniadakan Tuhan selain Allah:
(laukaana_lafasadataa)
Sekiranya dilangit dan di bumi ada tuhan selain Allah,
niscaya keduanya akan roboh dan yang ada pada keduanya akan binasa. Hal ini
disebabkan jika pada keduanya terdapat dua tuhan, maka akan terjadi dua
kemungkinan, yaitu: apakah keduanya akan bertentangan atau bersepakat dalam
berbuat terhadap alam. Kemungkinan yang pertama jelas bathil, karena barangkali
keduanya akan melakukan kehendaknya secara bersamaan. Sehingga mereka
berselisih dalam mengadakan sesuatu dan meniadakan sesuatu. Tuhan tidak
bersifat demikian. Kemungkina kedua pun bathil, karena apabila keduanya
mengadak sesuatu secara bersamaan, maka akan ada penciptaan satu makhluk oleh
dua pencipta.
Setelah menetapkan dengan dalil bahwa yang mengatur
langit dan bumi itu hanya satu, dan bahwa yang satu itu tidak lain adalah
Allah, selanjutnya Allah berfirman:
(fasubhaanallahi-yashifuun)
Maha Suci Allah pemilik ‘arsy yang meliputi alam dan
pusat pengaturannya, dari apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik bahwa dia
mempunyai anak atau sekutu.
Ayat
25:
Kemudian Allah menguatkan dalil-dalil tauhid yang telah
disajikan:
(wama arsalnaa-fa’buduun)
Kami tidak mengutus seorang rasul kepada suatu umat
melainkan Kami mewahyukan kepadanya bahwa tidak ada sembahan dilangit dan di
bumi selain Aku. Oleh sebab itu murnikanlah ibadah kepada-Ku dan khususkanlah
ketuhanan bagi-Ku.
Ringkasan: sesungguhnya seluruh rasul diutus dengan
membawa kemurnian ibadah dan tauhid. Allah tidak menerima selainNya dari
mereka.
Senada dengan ayat tersebut adalah firman Allah:
(az-zukhruf:45 dan arti)
Dan firman Allah yang lain:
(an-nahl:36)
“Dan
sesungguhnya kami telah mengutus para rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), ‘sembahlah Allah saja dan jauhilah tagut itu’”.[7]
Ayat 22 merupakan salah satu argumentasi menyangkut
keesaan Allah swt. Penjelasannya lebih kurang sebagai berikut. Tuhan diyakini
oleh setiap orang yang mempercayai wujudNya adalah Maha Kuasa yang tidak
terbatas dan tidak dapat dibendung kehendak dan kekuasaanNya. Seandainya ada
dua tuhanyang wujud mengatur alam raya ini, maka hanya ada tiga kemungkinan
yang muncul dalam benak manusia menyangkut pengaturan alam raya. Yang pertama
bahwa keduanya sepakat membagi kekuasaan, misalnya yang ini kuasa pada waktu
tertentu atau bagian tertentu dan yang itu pada waktu dan bagian yang lain.
Jika ini terjadi maka itu menunjukkan bahwa kekuasaannya terbatas, yakni tuhan
A dibatasi oleh tuhan B dan sebaliknya. Kalu demikian itu halnya, maka pada
hakikatnya keduanya tidak dapat diterima oleh benak manusia sebagai Tuhan Yang
Maha Kuasa. Kemungkinan kedua adalah kedua tuhan ini berselisih dan tidak
sepakat dalam pengaturan alam raya. Masing-masing ingin melaksanakan
kehendaknya. Jika kemungkinan ini yang terjadi, maka boleh jadi masing-masing tuhan
berhasil mewujudkan apa yang dikehendakinya. Kemungkinan ini seperti bunyi ayat
diatas, pastilah mengakibatkan hancurnya alam raya. Karena tuhan A mengarahkan
alam kesini dan tuhan B mengarahkan kesana. Kemungkinan kedua ini ditolah oleh
nalar karena kenyataan membuktikan betapa konsisten dan harmonis alam raya ini.
Jika demikian, tidak kemungkinan lain kecuali wujud Tuhan yang Maha Esa, karena
kalaupun ada tuhan yang ingin memaksakan kehendaknya, tetapi itu tidak akan
berhasil karena dibendung oleh Tuhan yang Maha Kuasa, dan dengan demikian siapa
yang terkalahkan itu pada hakikatnya bukan tuhan.[8]
Ayat 25:
“dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelummu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya:bahwa tidak ada tuhan melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.
Seandainya kaum musyrik itu mau memperhatikan tuntunan
wahyu,tidak lengah dan tidak berpaling, pasti mereka akan sampai kepada
kesimpulan bahwa kepercayaan mereka sungguh bathil dan akan mengetahui pula
bahwa Kami telah mewahyukan kepadamu bahwa tidak ada tuhan penguasa dan
pengatur langit dan bumi yang wajar disembah kecuali Aku dan Kami tidak
mengutusmu wahai nabi Muhammad, kecuali untuk mewahyukan kepadamu prinsip pokok
itu dan demikian juga, Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelummu
melainkan Kami wahyukan kepadanya masing-masing prinsip dasar yang sama, yakni:
bahwa tidak ada tuhan pengatur dan pencipta alam raya yang berhak disembah
melainkan Aku, maka karena itu sembahlah Aku sendiri oleh kamu semua dan
janganlah kamu mempersekutukan-Ku dengan apa dan siapa pun.
Ayat diatas menggunakan bentuk jamak ketika berbicara
tentang pewahyuan kepada rasul, yakni dengan menyatakan (nuuhi ilaih) , tapi
menggunakan bentuk tunggal ketika menunjukkan Allah swt (Aku), demikian juga
ketika memerintahkan beribadah sembahlah
Aku. Hal tersebut agaknya disebabkan karena ada keterlibatan selain Allah
dalam penyampaian wahyu, yakni malaikat. Sedang dalam hal ketuhanan dan
kewajiban ibadah, maka ia adalah hak khusus Allah yang tidak disentuh oleh
siapa pun dan tidak boleh melibatkan apa dan siapa pun.[9]
“kalau kiranya ada pada keduanya” (pangkal ayat 22).
Keduanya itu adalah langit dan bumi. “tuhan-tuhan selain Allah niscaya
binasalah keduanya”.
Dengan ayat ini, orang diajak berfikir teratur, yaitu
bahwa Yang Maha Kuasa itu mustahil berbilang. Dia pasti satu. Seluruh alam,
langistnya dan buminya pasti hanya diatur oleh satu Tuhan. Kalau tuhan itu
berbilang, ada tuhan langit, ada tuhan bumi. Ada tuhan lautan, ada tuhan
daratan. Ada tuhan pengatur angin, ada pula tuhan pengatur hujan dan sebagainya
pasti rusaklah bumi dan langit itu. Sebab tuhan telah berebut kuasa. Atau kuasa
tuhan yang satu didesak kuasa tuhan yang lain. Bahkan mungkin antar sesama
tuhan akan berperang.
Penyair Yunani yang terkenal, Homerus, memang telah mengarang
syair-syair (epos) bahwa tuhan atau dewa itu banyak, dan mereka berperang.
Peperangan tersebut terjadi karena berebut kekasih, sehingga kalimat-kalimat
yang terpakai dalam soal-soal percintaan adalah nama-nama dewa atau tuhan-tuhan
yang mereka berikan, seperti panah amor, cupido, dewi Venus, dan lain-lain.[10]
C.
Penafsiran QS. Al-A’raf Ayat
172
“dan
ingatlah tatkala Tuhanmu keluarkan anak cucu Adam dari tulang-tulang mereka,
dan Ia jadikan mereka saksi atas diri mereka, ‘bukankah Aku Tuhan kamu ?’ mereka
berkata, ‘betul! Kami menyaksikan’. Yang demikian itu supaya kamu (tidak)
berkata pada hari kiamat, ‘sesungguhnya kami lalai dari itu’”.
Penafsiran
kata-kata sulit:
Adzuhuuri: jamak dari dzahr
(punggung), yang itu bagian badan yang terdapat padanya tulang belakang
dari kerangka manusia yang merupaka tiang dari bangunan tubuhnya. Oleh
karenanya dzahr, bisa dipakai untuk
menyatakan seluruh tubuh.
Adzurriyyah: keturunan manusia, baik lelaki maupun
perempuan.
Asyahaadah: (kesaksian) bisa berupa ucapan, seperti
firman Allah
“Mereka
berkata, ‘kami menjadi saksi atas diri kami sendiri’”. (al-An’am:130)
Tapi, bisa juga berupa tingkah laku, seperti firman
Allah:
“tidaklah
pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka
mengakui bahwa mereka sendiri kafir”. (at-Taubah:17)
Maksudnya, padahal tingkah laku mereka menjadi saksi
bahwa diri mereka itu kafir, bukan berarti mereka mengakui dengan perkataan
bahwa dirinya adalalah kafir.[11]
Pengertian
secara umum:
Setelah Allah menerangkan tentang petunjuk Allah kepada
umat manusia dengan mengutus para utusanNya dan menurunkan kitab-kitabNya,
yakni dalam kisah Allah tentang Bani Israil, maka selanjutnya Allah menerangkan
pula tentang petunujukNya kepada mereka, berupa bakat iman yang telah Allah
letakkan pada naluri dan susunan akal pikiran mereka, yakni bakat untuk beriman
kepada Allah dan mengesakanNya, serta bersyukur kepadaNya sejak mereka
diciptakan pertama kali.
Penjelasan:
(waidz akhodza-syahidnaa)
Dan ceritakanlah kepada umat manusia seluruhnya tentang
janji naluri (fitrah) yang telah diambil Allah terhadap umat manusia
seluruhnya, bahwa Allah telah mengeluarkan dari Bani Adam keturunan mereka
kandungan demi kandungan, dan Dia ciptakan mereka membawa fitrah islam yaitu
dengan menaruh dalam hati mereka pembawaan iman yang yakin, bahwa setiap
pekerjaan pasti ada yang mengerjakannya, dan bahwa diatas segala alam yang
berjalan berdasarkan sebab musabab (kausalita) pastilah ada suatu kekuatan yang
Maha Tinggi yang menguasai seluruh yang ada ini. Dan Dialah yang semata-mata
yang berhak disembah.
Dan katakan juga, bahwa Allah mempersaksikan tiap-tiap
orang dari anak manusia itu, yang lahir generasi demi generasi atas diri mereka
sendiri, tentang apa yang Allah taruh dalam naluri dan bakat mereka seraya
berfirman kepada mereka dengan firman yang berupa iradah dan penciptaan bukan
firman yang berupa wahyu dan penyampaian (tabligh). firmanNya, “bukankah aku
ini Tuhanmu?”.
Maka jawab manusia dengan tingkah laku mereka, bukan
dengan bahasa perkataan, “betul, Engkau adalah Tuhan kami, dan hanya Engkaulah
yang patut disembah”.
Jadi, dialog ini hanyalah sebuah ilustrasi. Dan
penggambaran seperti ini banyak contoh-contoh lainnya, baik al-Qur’an maupun
dalam uslub-usub bahasa Arab. Seperti firman Allah ta’ala setelah menceritakan
tentang penciptaan langit:
“lalu
Allah berkata pada langit dan kepada bumi, ‘datanglah kamu berdua menurut
perinntahKu dengan suka hati atau terpaksa’. Keduanya menjawab ‘kami datang
dengan suka hati,”. (fushshilat:11)
Dan firmanNya yang lain:
“sesungguhnya
perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya
mengatakan kepadanya, ‘kun (jadilah), maka jadilah ia”. (an-Nahl:40)
Sementara itu, orang Arab berkata:
Tembok
berkata kepada pasak, ‘kenapa kamu mengoyakkan aku?’ jawab pasak, ‘tanyakanlah
kepada orang yang memukul aku, sesungguhnya orang yang ada dibelakangku itu
tidak memberi kepadaku kebebasan untuk berpendapat’”.
Ibnu katsir menafsirkan ayat diatas berkata, Allah ta’ala
memberitahukan bahwa Dia telah mengeluarkan keturunan Bani Adam dari
tulng-tulang punggung mereka, dalam keadaan bersaksi atas diri mereka sendiri,
bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan pemilik mereka, dan bahwasannya tiada Tuhan
melainkan Dia, karena Allah memang telah menciptakan dan membuat mereka
sedemikian rupa. Firman Allah:
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah.” (ar-Rum:30)
Dan dalam sebuah sahih Bukhari Muslim, dari Abu Hurairah
ra, ia berkata, sabda Rasulullah:
Tiap-tiap
bayi yang dilahirkan, ia dilahirkan membawa fitrah (islam).”[12]
Dan kata Ibnul Qayim dalam kitabnya ar-Ruh, ketika
membahas soal penciptaan ruh sebelum jasad yang ringkasnya, bahwa Allah swt
telah mengeluarkan rupa-rupa manusia dan makhluk-makhluk lain semisalnya. Maka
dipisah-pisahkanlah mana yang celaka dan mana yang bahagia, mana yang selamat
dari godaan dan mana yang tergoda. Dalam hal ini, asar-asarya saling mendukung
secara marfu’. Dan bahwa Allah memberi hujjah kepada mereka waktu itu dan mengambil kesaksian mereka terhadap ketuhananNya dan
mempersaksikan mereka kepada malaikat-malaikatNya, sebagaiman ditunjukkan hal
itu oleh ayat diatas.
Kemudian Allah swt menerangkan apa sebab Dia mengambil
kesaksian seperti itu dan apa alasannya. FirmanNya:
Sesungguhnya Kami lakukan semua ini, maksudnya supaya
kalian tidak bisa berkilah kelak pada hari kiamat atas kemusyrikan yang telah
kamu lakukan, dan mengatakan, “sesungguhnya kami memang lalai terhadap keesaan
Tuhan, karena tidak ada seorang pun yang memberi peringatan kepada kami”.
Dengan demikian alasan tidak tahu menahu yang mereka ajukan tak bisa diterima.
Karen mereka sebenarnya telah dilarang melakukan kemusyrikan dengan adanya
tanda-tanda bukti keesaan Allah, disamping mereka telah diberi bakat mampu
mencari kebenaran dan mejauhkan syirik dari hati mereka.[13]
Al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya
dengan menyatakan bahwa Bani Israil diingatkan tentang perjanjian yang bersifat
khusus yang telah dijalin sedemikan kuat dengan mereka. Kalau yang lalu itu
bersifat khsusu, maka sebenranya masih ada perjanjian lain juga dengan mereka,
walaupun kali ini bersifat umum mencakup mereka dan selain mereka dari putra
putri Adam. Kalau pada ayat yang lalu mereka diingatkan ketika Allah mengangkat
bukit keaatas mereka sambil memerintahkan melaksanakan apa yang telah tercantum
dalam kitab Taurat, maka disini mereka diingatkan hal lain, yaitu:
Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan dari putar
putri Adam masing-masing dari punggung, yakni sulbi orang tua mereka kemudian
meletakkannya di rahim-rahim ibu mereka sampai akhirnya menjadikannya keturunan
mereka manusia sempurna, dan Dia, yakni Allah mempersaksikan mereka putra-putra
Adam itu atas diri mereka sendiri, yakni meminta pengakuan mereka masing-masing
melalui potensi yang dianugerahkan Allah kepada mereka, yakni akal mereka, juga
melalui penghamparan bukti keesaanNya di alam raya dan pengutusan para nabi
seraya berfirman “bukankah Aku Tuhan pemelihara kamu dan yang selalu berbuat
baik kepada kamu ?”. Mereka menjawab: “betul! Kami menyaksikan bahwa Engkau
Maha Esa”. Seakan-akan ada yang bertanya “mengapa Engkau lakukan demikian Wahai
Tuhan ?” Allah menjawab: “Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat
nanti kamu wahai yang mengingkari keesaanKu tidak mengatakan ‘sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini yakni keesaan Tuhan, karena tidak adanya bukti-bukti
tentang keesaan Allah swt’”.[14]
KESIMPULAN
Dari
penjelasan makalah diatas, telah jelas bahwa penafsiran tentang beberapa ayat
diatas antara tafsir al-mishbah, tafsir al-maraghi dan tafsir al-azhar itu sama
dalam penafsirannya. Yang intinya bahwa penafsiran dari QS. Fushshilat:30
menerangkan untuk selalu istiqamah beriman kepada Allah swt dan Allah mempunya
janji kepada orang-orang mukmin yang tetap istiqamah beriman kepada Allah itu
dengan menurunkan malaikat-malaikat kepada merka saat hari kiamat datang untuk
membawa kabar gembira.
Sedangkan
dari QS.Al-anbiya’:22 menerangkan tentang keesaan Allah. Bahwa tuhan hanyalah
satu yaitu Allah swt yang mengatur seluruh alam raya ini. Allah lah yang Maha
Kuasa dan Maha Tinggi. Jika ada dua Tuhan atau lebih, maka akan hancurlah
langit dan bumi ini. Dan dari ayat 25 menjelaskan bahwa Allah hanya mengutus
rasul untuk membawa kemurnian ibadah dan tauhid dengan menyerukan bahawa hanya
Allah lah Tuhan yang berhak disembah. Dari QS.Al-A’raf:172 menjelaskan bahwa
setiap manusia lahir itu sudah dibekali fitrah islam dalam sanubari mereka.
Mereka harus bersaksi bahwa Allahlah Tuhan mereka yang berhak disembah. Allah
memerintahkan manusia untuk bersaksi agar pada hari kiamat nanti manusia tidak
berkilah atas kemusyrikan yang telah mereka lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah volume12, Tangerang:Lentera
Hati, 2007
M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah
valume5, Tangerang:Lentera Hati,2007
M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah
volume8, Tangerang:Lentera Hati,2007
Ahmad
Mustafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi
juz24,Semarang:PT.Karya Toha Putra,1992
Ahmad
Mustafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi
juz9,Semarang:PT.Karya Toha Puyra,1994
Ahmad
Mustafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi
juz17,Semarang:PT.Karya Toha Putra,1993
Hamka,Tafsir al-Azhar juzXXIV,Jakarta:Pustaka
Panjimas,2002
Hamka,Tafsir al-Azhar juzXVII,Jakarta:Pustaka
Panjimas,2002
ABSTRAK
Makalah ini dilatar belakangi oleh pengetahuan masyarakat
yang kurang tentang masalah ketuhanan. Banyak anggapan tentang Tuhan selain
Allah yang menyebabkan kekeliruan dalam pemahaman konsep ketuhanan. Setiap umat
manusia diperintahkan untuk istiqamah kepada Allah swt dan selalu menjalankan
perintah-perintah yang telah diperintahkanNya. Bahkan Allah pun berjanji akan
menurunkan malaikat-malaikat kepada umat manusia yang tetap istiqamah beriman
kepada Allah saat hari kiamat nanti dengan membawa kabar gembira.
Di langit dan di bumi ini tuhan hanyalah satu yaitu Allah
swt. Hanya Allah lah yang mengatur seluruh alam raya ini. Jika tuhan lebih dari
satu, maka langit dan bumi seisinya pun akan hancur karena adanya tuhan yang
lebih dari satu yang pasti akan berbeda pendapat antara tuhan yang satu dengan
tuhan yang lainnya. Allah mengutus rasulNya untuk memurnikan ibadah dan tauhid
umat manusia didunia agar mereka kembali fitrah. Hanya Allah lah Tuhan yang
berhak disembah. Dan perintah Allah kepada setiap umatNya untuk beraksi bahwa
hanya Allah tuhan kita dan tidak ada tuhan selain Dia.
Kata kunci: istiqamah, tauhid,
fitrah
[1] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi juz 24 (Semarang,
PT.Karya Toha Putra,1992) hlm.235
[2] M. Quraish Syihab, Tafsir al-Mishbah Volume12 (Tangerang,
Lentera Hati,2007) hlm.409
[3] Ibid.,hlm.410
[4] Hamka,Tafsir
al-Azhar juz XXIV (Jakarta,Pustaka Panjimas,2002) hlm.225
[5] Ibid.,hlm.226
[6] Ahmad Mustafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi JuzXVII
(Semarang,PT.Karya Toha Putra, 1993)hlm.28
[7] Ibid.,hlm.30
[8] M. Quraish Shihab,Tafsir al-Mishbah volume8 (Tangerang, Lentera Hati,2007)hlm.434
[9] Ibid.,hlm.437
[10] Hamka,Tafsir
al-Azhar juzXVII (Jakarta,Pustaka Panjimas,2002)hlm.27
[11] Ahmad Mustafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi juz9 (Semarang,
PT.Karya Toha Putra,1994)hlm.188
[12] Ibid.,hlm.190
[13] Ibid.,hlm.192
[14] M. Quraish Shihab,Tafsir al-Mishbah volume5 (Tangerang,Lentera Hati,2007)hlm.304
Tidak ada komentar:
Posting Komentar