INFO PROFIL

Foto saya
JENTREK ROJOIMO WONOSOBO, jawa tengah indonesia, Indonesia
Ya Allah jadikan kami manusia yang bisa keluar dari belenggu “kemunafikan”. Bimbing kami untuk tidak mengoreksi orang lain sebelum diri ini terkoreksi ya Rabb. Jadikan kami manusia yang jujur dan tidak pernah membohongi diri sendiri apalagi orang lain. kepadaMulah kami berserah ya Allah, kepadaMulah kami bermohon karena tanpa kehendakMu kami tidak bisa berbuat apa-apa Affannur Jentrek rojoimo wonosobo . lahir13 Agustus 1989

Kamis, 07 April 2016

Fiqh

PENDAHULUAN

Latar belakang
Padasaatnyamanusiaakanmatidankembalipada Sang Penciptanya. Talqin mayit dan tahlil bersama merupakan suatu tradisi yang telah mengakar di Indonesia, terutama bagi warga Nahdhiyyin. Kegiatan talqindantahlilan bersamainibertujuanuntukmendoakan mayit.
         Namun, dalam pelaksanaanya ada banyak pro dan kontra tentang kegiatan pelaksanaankegiatanini. Ada yang setujuada pula yang menentangdengandalilmasing-masing.Banyak yang menganggapbahwakegiataninibid’ahdantidaksesuaidengansyari’at Islam.
Makalah ini dibuat untuk menjawab pertanyaan maupun kebingungan masyarakat tentang hukum dan syariat tahlil dan talkin serta sedekah untuk mayit.

Rumusan masalah
1.      Apa pengertian talqin, tahlil, dan sedekah untuk mayit?
2.      Bagaimana hukum tentang ketiganya?
3.      Apakahsampaihadiahpahala yang diaturkanpadamayit ?













PEMBAHASAN

A.    Pengertian talqin
Talqin berasal dari   لقن yang secara bahasa berarti pengajaran.[1]sedangkan menurut istilah bermakna ajaran tau mengajarkan seseorang yang dalam perjalanan menuju maut atau kematian, talqin juga dapat diartikan menuntun mayit yang sudah dikubur dengan dua kalimah syahadat.
Adapun tujuan dari sunahnya talqin dalam islam adalah:
والمقصود من التلقين تذكيرهم بما يجيبون به السا ئل لهم                     
Tujuan dari talqin adalah mengingatkan mereka akan jawaban pertanyaan yang diajukan penanya terhadap mereka.[2]
Maksudnya adalah mengingatkan mayit tentang jawaban tentang pertanyaan yang akan diajukan oleh malaikat penanya nantinya biar bisa menjawab pertanyaan nantinya.
B.     Hukum Talqin
Para ulama membagi talqin menjadi dua. Pertama talqin saat sakaratul maut.amal ini memiliki dasar hadits shahih yang diriwayatkanoleh al-Bukharidan Muslim. Kedua talqin yang dilakukan saat pemakaman jenazah.Padaprakteknyatalqininimasihmenjadiperdebatan.[3]
Mengenai talqin pada orang yang akan meninggal dunia imam nawawi  menuturkan dalam fatawi al imam nawawi :
تلقين المحتضر قبل الغر غرة لااله الا الله سنة للحديث في صحيح مسلم و غيره" لقنوا مو تا كم لا اله الاالله" واستحب جما عة من اصحا بنا معها : محمد ر سول الله صلي الله عليه وسلم.و لم يذكر الجمهو ر.(فتا وي الا مام النووي ص 83)                        
“ mentalqin (membimbimbing untuk membaca kalimat tauhid) orang yang akan meninggal dunia sebelum nafasnya sampai ditenggorokan itu disunahkan.[4] Berdasarkan hadits yang terdapat padasohih muslim,
قال رسول الله صلى اللهعليه وسلم لقنوا موتاكم :لااله الا الله[5]عن ابي هريرة قال
“ Talqinlah orang yang akan mati diantara kamu dengan uacapan la ilahaillalla”. Sekelompok sahabat imam syafi’i menganjurkan agar bacaan tersebut ditambah dengan bacaan muhammad rasulullah saw. Namun mayoritas ulama mengatakan tidak perlunya menambah kalimat tersebut.[6]
Sedangkan mentalqin yang dilaksanakan ketika mayit baru dikuburkan , juga disunahkan. Sebagaimana yang disampaikan imam nawawi dalam al-Adzkar:
“membaca talqin untuk mayit setelah dimakamkan adalah perbuatan sunnah. Ini adalah pendapat sekelompok ulama serta mayoritas ulama syafi’iyah. Ulama yang mengatakan kesunnahan diantaranya adalah qadhi husain dalam kitab taqliq nya, sahabat beliau yang bernama Abu sa’d Al–mutawalli dalam kitabnya al-tamimmah, syaikh imam abu al-fath nashr nin ibrahim al-maqdisi. Al-imam abu al-qosim al-rafi’i dan lainya. Al Qadhi husain menyitir pendapat ini dari kalangan syafi’iyah.( Al-adzkar, al-Nawawiyah,206)[7]
            Kesunahan ini berdasarkan sabda nabi yang diriwayatkan oleh Abi umamah :
Yang artinya”dari Abi umamah RA, beliau berkata, “ jika kelak aku telah meninggal dunia, maka perlakukan aku sebagaimana rasulullah SAW memperlakukan orang-orang yang wafat diantara kita. Rasulullah SAW memerintahkan kita, seraya bersabda, “ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia, lalu kamu meratakan tanah diatas kuburanya, maka hendaknya salah satu diantara kamu berdiri pada bagisan kepala kuburan itu seraya berkata,” Wahai fulan bin fulanah”. Orang yang berada dikuburan pasti mendengar apa yang kamu ucapkan, namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian orang yang berdiri dikuburan berkata lagi,” wahai fulan binti fulanah”, maka seketika itu si mayit bangkit dan duduk dalam kuburanya. Orang yang berada diatas kubur itu berucap lagi,” wahai fulan binti fulanah”, maka si mayit berucap, “berikan kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu”. Namun kamu tidak merasakan. Karena itu hendaklah orang yang berdiri dikuburan itu berkata, “ ingatlah sewaktu engkau keluar ke alam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Dan kamu juga bersaksi bahwa engkau akan selalu ridha menjadikan Allah sebagai tuhanmu, islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai nabimu, dan Al qur an sebagai imam penuntun jalanmu. (setelah dibacakan talkin itu) malaikat munkar nakir saling berpegangan tangan sambil berkata, “ marilah kita kembali, apa gunanya kita duduk dimuka orang yang dibacakan talqin”. Abu umayah kemudian berkata . Setelah itu ada seorang yang tanya kepada rasulullah SAW. “Wahai rasul, bagaimana kalau kita tidak mengenal ibunya?” Rasululullah menjawab, “kalau seperti itu dinisbahkan kepada ibu hawa,”wahai fulan bin hawa”.(HR. Thabrani)[8]
            Memang mayoritas ulama mengatakan bahwa hadis ini dhoif karena ada seorang perawi yang tidak cukup syaratnya. Namun dalam rangka fadhoilul a’mal, hadis ini dapat digunakan. Sebagaimana yang diungkapkan sayyid Alawibin Abbas al-Maliki al-Hasani:
“ sekalipun hadis ini merupakan hadis dhaif, namun dapat diamalkan dalam rangka fadhaillul a’mal. Lebih-lebih karena hadis itu masuk pada kategori prinsip yang universal, yakni usaha seorang mikmin untuk memberi atau menolong saudaranya serta untuk memperingatkanya karena peringatan itu akandapat bermanfaat kepada seorang mukmin.”(majmu fatawi wa rasa’il, 111)[9]
            Kesunahan talqin ini juga ditegaskan oleh ibnu taimiyah. Sebagaimana yang di kutip dalam Nurul yakin fi al- talqin:
“ diantara dalil naqli tentang kesunahan talqin adalah seperti dinukilkan oleh syaikh al islam Taqiyuddin ibn taimiyah al-Harani pada juz pertama halaman 242 dari kitab fatawi karanganya, ketika ia ditanya tentang kesunahan talqindan ketetapan berdasarkan dalil, beliau menjawab, “Talqin yang sudah disebutkan itu, telah ditetapkan oleh segolongan sahabat bahwa mereka telah memerintahkanya, seperti Abi umamah al-bahili serta beberapa sahabat lainya.
Dalam beberapa sunah disebutkan bahwa Nabi SAW berdiri didepan kuburan seorang laki-laki dari sahabat ketika dimakamkan. Beliau bersabda, “Hendaklah kalian mendoakan mayit tersebut agar diberi ketegaran hati, sebab ia sekarang sedang di uji oleh munkar nakir. Disebutkan dalam kitab sohihain (bukhari muslim) bahwa nabi bersabda,” talqinlah setiap orang mati diantara kamu sekalian dengan kalimat la ilaha illallah”. Maka, mentalqin orang yang sedang menghadapi sakaratul maut adalah perkara sunah yang dianjurkan. Telah di sebutkan dalam hadis bahwa orang yang sedang didalam kubur akan di tanyadan diuji oleh dua malaikat, sedang orang yang masih hidup diperintahkan untuk mendoakan mereka. Karena inilah, ada yang berpendapat bahwa talqin dapat memberi manfaat mayit dikuburnya. Sebab mayit mendengar panggilan tersebut sebagaimana hadis sohih dari Rosul, beliau menyatakan bahwa mayit itu dapat mendengar derap langkah sandalmu.
Dan sesungguhnya Rasul juga telah bersabda , “ kamu kaum muslimin tidak lebih mendengar dari mereka  tentang apa yang aku katakan pada mereka”. Rasul juga memerintahkan mengucap salam kepada ahli kubur.
Rosul bersabda, “tidaklah seseorang melewati kuburan orang lain yang dikenal sewaktu didunia kemudian ia mengucap slam kepada ahli kubur, Allah SWT akan mengembalikan ruhnya untuk menjawab salam tersebut.”(nurul yakin fi mabahits al-talqin, 6-7).[10]
Kaitanya dengar firman allah swt :
$tBurÈqtGó¡oâä!$uômF{$#ŸwurÝVºuqøBF{$#4¨bÎ)©!$#ßìÏJó¡ç`tBâä!$t±o(!$tBur|MRr&8ìÏJó¡ßJÎ/`¨BÎûÍqç7à)ø9$#ÇËËÈ
Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.”
Yang disebut man fil qubur dalam ayat diatas adalah orang kafir. Sebagaimana di jelaskan dalam tafsir al khazin:
يعني الكفار شبههم بالاموات فيالقبور لانهم لا يجيبون اذا دعوا (الخا زن 7 ص 247)Maksudnya ialah orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama-sama tidak menerima dakwah”.
            Kata mati tersebut adalah metaforis dari hati mereka yang mati. Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman dapat mendengar suara orang yang membimbing talqin tersebut dengan kekuasan Allah. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan rasul mngucapkan salam saat berziarah kekuburan. Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam  Rasul, tentu rasul melakukan sesuatu yang sia sia, dan itu tidak mungkin kan.
Dari paparan ini, maka pelaksanaan talqin tidak bertentangan dengan ajaran agam bahkan dianjurkan(sunnah). Baik dilakukan pada saat seseorang menjemput ajalnya, atau saat mayit telah dimakamkan.

C.      Pengertian Tahlil
Tahlil secara bahasa berasal dari kata هلل يهلل تهليلا berarti mengucapkan “ La Ilaha Illa Allah”.[11]Tahlilmenurutdefinisiadalahpertemuanatauperkumpulanuntukmembacatahlil yang dilakukanmasyarakat di berbagaitempat. YaitumembacaIstighfar, ayat Al-Qur’an danbacaanlainnya. Yang diakhiridengandoauntukmenhadiahkanbacaantersebutpadamayitdanmemintakanampununtuknya.

D.     Hukum tahlilan
Tidak ada pernyataan imam syafii dan imam lainya seperti imam nawawi, imam ibnu hajar al asqolani, ibnu katsir, dan lainya yang menghukumi bahwa tahlilan dan yasinan sebagai perbuatan haram dan bid’ah.
Sebagaimana diketahui bahwa ritual tahlilan, mengandung beberapa hal yang perlu di bahas secara mendetail.
1.      Ritual tahlilan pada dasarnya mengandung dzikir yang  dilakukan berjamaah atau bersama-sama. Sementara tidak ada ulama yang mengharamkan dzikir bersama atau berjamaah justru kebolehan zikir bersama merupakan kesepakatan bersama para ulama salaf dan khalaf. Imam al-  sya’roni berkata:
    “para ulama bersepakat,baik ulama salaf maupun ulama khalaf atas disunahkannya dzikir bersama dimasjid atau lainya tanpa penolakan, kecuali kalau suara keras dapat mengganggu orang yang sedang tidur, menunaikan salat atau membaca al qur’an”(Ahmad al-thahtawi, hasyiyah ‘ala maraqi al-falah, 208).
Al imam muhammad bin ali as syaukani, ulama syiah zaidiah yang sangat dikagumi oleh kaum wahabi dan kitanya Nailul authar menjadi rujukan yang otoritatif  kalangan wahabi indonesia sejak dahulu, menulis sebuah kitab yang berjudul al ijtima ‘ala al-dzikul jahr bihi(dzikir berjamaah dan mengeraskan suara).dalam kitab tersebut setelah dia menyitir banyak ayat di al-Qur an tentang dzikir, beliau berkata:
“ini adalah himpunan ayat Al Quran,melihat pernyataan ini. Dalam Al Quran tersebut tidak ada pembatasan dzikir dengan cara mengeraskan,memelankan, meninggikan atau memelankan suara bersama-sama atau sendirian. Jadi ayat tersebut memberi pengertian anjuran dzikir dengan semua cara”.
2.      Bacaan tahlil mengkomposisikan bacaan yang mencampur antara al Quran,tahlil,tahmid,takbir, shalawat dan lainya. Imam syafi’i dan para ulama lainya tidak ada yang mengatakan bahwa dzikir dengan cara tersebut adalah makruh.Ibnu taimiyah juga pernah di tanya tentang maslah ritual tahlilan yang mencampur antara mencampur ayat al qur an tahlil,istighfar, shalawat dan lainya dalam satu komposisi ternyata ibnu taimiyah membenarkan serta menganjurkanya.

E.     Sampainyapahalabacaan Al-Qur’an padamayyit.
            Dalamhaliniparaulama’ berbedapendapatdiantaranya :[12]
a.       Kelompok Imam Malik dan As-Syafi’Idansebagianashabnya.
DasarpendapatbeliauadalahfirmanAllah :
br&ur}§øŠ©9Ç`»|¡SM~Ï9žwÎ)$tB4ÓtëyÇÌÒÈ
“  Danbahwasanyaseorangmanusiatiadamemperolehselainapa yang Telahdiusahakannya”.
Dan haditsriwayat Imam Muslim danLainnyadariAbiHurairah RA
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال اذا مات الابن آدم انقطع عملمه الامن ثلاث صدقة جاريةاو علم يتفع به او ولد صالح يدعو له

Dengandalildiataskelompokiniberpendapatbahwapahalabacaansamasekalitidakbisasampaikepadamayit, denganalasankarenabacaanbacaantersebutsamasekalitidakberasaldarijerihpayahmayitmelainkanusaha orang lain.
Dalamsumber lain disebutkanbahwa“ Sesungguhnyapendapatmasyhur Imam Syafi’imengenitidaksampainyahadiahbacaan Al-Qur’an adalahapabilatidakdibacadihadapanmayitsertapahalanyatidakdiniatkansebagaihadiahatauberniattapitidakmembacadoasetelahbacaan Al-Qur’an tersebut.
b.      Kelompok Imam Abu Hanifahdan Imam HambalibesertaAshabnyadansebagianAshabussyafi’i
DasarpendapatiniadalahfirmanAllah :
šúïÏ%©!$#urrâä!%y`.`ÏBöNÏdÏ÷èt/šcqä9qà)tƒ$uZ­/uöÏÿøî$#$oYs9$oYÏRºuq÷z\}uršúïÏ%©!$#$tRqà)t7yÇ`»yJƒM}$$Î/Ÿwurö@yèøgrBÎû$uZÎ/qè=è%yxÏîtûïÏ%©#Ïj9(#qãZtB#uä!$oY­/uy7¨RÎ)Ô$râäuîLìÏm§ÇÊÉÈ
“ Dan orang-orang yang datangsesudahmereka (MuhajirindanAnshor), merekaberdoa: "YaRabb kami, beriampunlah kami danSaudara-saudara kami yang Telahberimanlebihduludari kami, danjanganlahEngkaumembiarkankedengkiandalamhati kami terhadap orang-orang yang beriman; YaRabb kami, SesungguhnyaEngkauMahaPenyantunlagiMahaPenyayang."
Dan HaditsAbiAbdiRahman; Auf ibnu Malik RA riwayatdari Imam Muslim :
رسول الله صلى الله عليه وسلم على جنازة فحفظت من دعاءه وهو يقول (اللهم اغفرله وارحمه وعافه واعف عنه واكرم نزوله وسع مدخله واغسل بالماء والثلج والبرد ونقه من الخطايا,كما نقيت الثوب الابيض من الدنس وابدله دارا خيرامن داره واهلا خيرا من اهله وزوجا خيرامن زوجه وادخله الجنة واعذه من عذاب القبر ومن عذاب القبر ومن عذاب النار )حتى تمنيت ان اكون انا ذالك الميت[13]
Kelompokinimenyimpulkanbahwapahalabacaandandzikirsampaipadamayit.
F.      Sedekahuntuk si mayit.
Sedekahuntuk si mayit adalah suatu istilah yang biasa dikenal di jawa dengan slametan, yaitu dengan cara menghidangkan makanan dan minuman dengan niat bersedekah dan biasanya di kaitkan dengan pembacaan tahlil setelah wafatnya seseorang. sudah biasa menjadi adat orang indonesia khususnya nahdiyin menyediakan makanan atau sajian yang di peruntukkan kepada tamu, sanak keluarga, maupun kerabat.
Bagaimana sebenarnya syariatnya?
Sedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan.Disamping bernilai pahala disisi Allah, didalamnya juga terdapat rasa kepedulian dan penghargaan kepada orang lain. Dalam sebuah hadis:
عن عمرو بن عبسة قال اتيت رسول الله صلعم فقلت يا رسول الله ما الا سلام قا ل طيب الكلام واطعام الطعام                                                                                                     

“dari amr bin abasah ia berkata, saya mendatangi rosul SAW kemudian saya bertanya,” ya Rosul, apakah islam itu?. Rosul menjawab, ”bertutur kata yang baik dan menyuguhkan makanan.”(musnad Ahmad 18617).[14]
Sedekah berupa tasbih, tahmid dan takbir juga dianjurkan. Nabi bersabda yang artinaya:” dari abu dzar r.a, ada beberapa sahabat berkata kepada nabi Muhammad SAW, “ya Rosulullah, orang-orang yang kaya(beruntung) mendapatkan pahala yang banyak. Padahal mereka solat seperti kami solat, mereka puasa seperti kami puasa, mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi menjawab, “bukankah Allah SWT telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih( yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah.”( shahih muslim, 1674).[15]
Dari hadis diatas dapat kita simpulkan bahwa sedekah buat si mayit itu tidak dilarang. Berhubungan terdapat tuduhan bahwa menajamu tujuh hari dan seterusnya adalah dari hindu maupun budha itu sebenarnya tidak benar. Melainkan itu adalah tradisi dari ulama salaf( para sahabat dan tabiin).
Syaikh Nawawi mengatakan  sebagai suatu kebiasaan yang tidak bertentangan, bahkan sejalan dengan tuntunan islam, sehingga tidak ada alasan untuk melarangnya.
”bersedekah atas nama mayit dengan cara yang sesuai dengan syara’ adalah dianjurkan, tanpa ada ketentuan harus tujuh hari, lebih maupuan kurang dari tujuh hari. Sedangkan penentuan sedekah pada hari tertentu itu hanya merupakan kebiasaan masyarakat saja .Sebagaimana di fatwakan oleh sayid ahmad dahlan. Sungguh telah berlaku dimasyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit pada hari ke 3 dari kematian, hari ke 7, dua pulah empat puluh ataupun seratus hari.Setelah itu dilakukan setiap tahun pada hari kematiannya. Sebagaimana di sampaikan syaih kita tusuf al- sumbulawini.”( Nihayah al- Zain, 281).[16]
Bahkan imam hambal r,a dalam kitab al- zuhd menyatakan bahwa bersedekah selama tujuh hari itu adalah perbuatan sunah, karena merupakan suatu bentuk doa kepada mayit yang sedang diuji dalam kuburan. Sebagaimana dikutip oleh ima syuyuti dalam kitab Al- hawi li al-fatawi:
حد ثنا ها شم بن القا سم قا ل حد ثنا الا شجعي عن سفيا ن قا ل : قال طا وس ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكا نوا يستحبون ان يطعمو ا عنهم تلك الا يام                                                
“berkatalah imam ibnu hambal, hasyim bin qosim meriwayatkan kepada kami, ia berkata, al asyja’i meriwyatkan kepada kami dari shufyan, iamam thawus berkata, “ orang yang meninggal dunia diuji selama tujuh hari di dalam kubur mereka. Maka dari itu para ulama salaf mensunahkan sedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tuhuh hari.”(al- hawi li al-fatwi, juz II, hal 176).[17]
Imam al- suyuti mengangap hal ini merupakan perbuatan sunah yang telah dilakukan sacara turun temurun sejak masa sahabat.
“kesunahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam syuyuti, sekitar abad IX H)di madinah dan makkah.yang jelas kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekrang ini, dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama( masa sahabat).”( Al- Hawi li al-fatawi, juz II, hal 194).
























Penutup

Kesimpulan.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa kebiasaan masyarakat tentang talqin, tahlil, penentuan hari dalam tahlilan itu dapat dibenarkan, malah sebagian ulama menyebutkan bahwa kegiatan tersebut hukumnya adalah sunah. begitupula dengan penyuguhan makanan kepada tamu sebagai salah satu bentuk sedekah yang pahalanya di peruntukan kepada si mayit itu boleh melihat dari hadis- hadis dan pernyataan –pernyataan di atas tentang nya.
Begitu juga mengenai pendapat tentang tuduhan bahwasanya kebiasaan tadi yang dikatakan adalah kebiasaan dari umat hindu budha tempo dulu.
Melihat dari pendapat asyuyuti diatas menepis keraguan kita tentang hukum syariat tentang ketiga materi dalam makalah kami ini.
















Daftar pustaka
Ar-ramily,syaikhul islam ahmad syihabuddinMunhaj syarah, Nihayatul. minhaj- juz: 8.Maktabah syamilah.
Hidayat Muhammad, Nur. 2012. Benteng Ahlussunnah wal Jamaah, cetakan II :Kediri.(Nasyrul ‘ilmi)
Muhammad Hanif,AbuFeiz.1984.TahlildanbagaimanaHukumnya?,Mranggen.
Muhyidin, abdusomad. 2004. Fiqih tradisionalis,cetakan ke 8: Surabaya (Khalista:,)
Muslim,Imam Abi Husain. 1998.ShohihMuslim,cetakan I :Riyadh.(DarulMughni;,)
Warson Munawwir, Ahmad. 2002. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Surabaya..Penerbit Pustaka Progressif. cetakan XXV




[1]Ahmad WarsonMunawwir, Al-MunawwirKamus Arab Indonesia, cetakan XXV(PenerbitPustaka Progressif:Surabaya,2002)
[2] Nihayatul munhaj syarah minhaj- syaikhul islam ahmad syihabuddin ar-ramily juz: 8 hal. 402. Maktabah syamilah.
[3]NurHidayat Muhammad, BentengAhlussunnahwalJamaah,cetakan II (Nasyrul ‘ilmi:Kediri,2012) hlm 166
[4] Muhyidin abdusomad,Fiqih tradisionalis,cetakan ke 8(Khalista:Surabaya,2004) hlm 209
[5]Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi An Naisaburi, ShohihMuslim,cetakan I (Darul Mughni;Riyadh,1998) hlm 456
[6]MuhyiddinAbdusomad, hlm 209
[7] Ibid,hal. 210.
[8] Ibid,hal. 211.
[9] Ibid, hal211.
[10] Ibid,hal. 214
[11]Ahmad WarsonMunawwir, Al-MunawwirKamus Arab Indonesia, cetakan XXV(PenerbitPustaka Progressif:Surabaya,2002) hlm 1514
[12]Abu Feiz Muhammad Hanif, TahlildanbagaimanaHukumnya?, Mranggen 1984
[13]Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi An Naisaburi, hlm 479-480
[14] Muhyidin abdusomad,Fiqih tradisionalis,cetakan ke 8(Khalista:Surabaya,2004) hlm 234
[15] Ibid hal. 235.
[16] Ibid hal. 237.
[17] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar