TEORI
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Tujuan untuk
rnenjelaskan teori-teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi :
A.
Mazhab
Historismus
B.
Teori Klasik
C.
Teori Neo
Klasik
D.
Teori
Keynesian
E.
Teori
Schumpeter
F.
Teori Ketergantungan
(Dependencia)
PENGELOMPOKAN TEORI
Untuk mengelompokkan teori-teori pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi secara tepat dan sederhana bukanlah pekerjaan yang mudah.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan misalnya "periode waktu"
lahirnya teori tersebut atau "ide" dari teori tersebut. Namun
demikian, setelah memperhatikan beberapa kepustakaan yang membahas tentang
teori pembangunan, akhirnya dibuat klasifikasi seperti yang dibahas dalarn bab
ini. Tentunya tidak semua teori yang ada akan dibahas di sini mengingat buku
ini hanya ditujukan untuk tingkat pengantar saja.
Dari mazhab
historismus dibahas teori Friedrich
List, Bruno HiIlebrand, Karl Bucher, dan W. W Rostow.
A. MAZHAB HISTORISMUS
Mazhab Historismus ini melihat pembangunan ekonomi berdasarkan
suatu pola pendekatan yang berpangkal pada perspektif sejarah. Dalam alam
pikiran mazhab ini fenomena ekonomi adalah produk perkembangan menyeluruh dan
dalam tahap tertentu dalam perjalanan sejarah. Mazhab ini mendominasi pemikiran
ekonomi di Jerman selama abad XIX sampai awal XX.
A.1. FRIEDRICH LIST (Cara Produksi)
List dipandang sebagai pelopor yang meletakkan
landasan bagi pertumbuhan pemikiran ekonomi mazhab Historismus ini. Menurut
List, sistem liberalisme yang laissez-faire dapat menjamin alokasi sumberdaya
secara optimal. Perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan
pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan. Perkembangan ekonomi
hanya akan terjadi, jika dalam
masyarakat ada kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan
perorangan.
Perkembangan ekonomi, menurut List, melalui 5 tahap
yaitu tahap primitif, beternak,
pertanian, pertanian dan industri pengolahan (manufacturing), dan akhirnya
pertanian, industri pengolahan dan perdagangan.
Pendekatan List dalam menentukan tahap-tahap
perkembangan ekonomi tersebut berdasarkan pada "cara
produksi" nya.
Selain itu, List juga berpendapat bahwa daerah-daerah
beriklim sedang paling cocok untuk pengembangan industri, karena adanya
kepadatan penduduk yang sedang yang merupakan pasar yang cukup memadai.
Sedangkan daerah tropis kurang cocok untuk industri karena pada umumnya daerah
tersebut berpenduduk sangat padat dan pertanian masih kurang efisien.
A.2. BRUNO HILDEBRAND (Cara
Distribusi)
Pemikiran Hildebrand selalu menekankan evolusi dalam
perekonomian masyarakat. Sebagai kritiknya terhadap List, Hildebrand mengatakan
bahwa perkembangan ekonomi bukan
didasarkan pada "cara produksi" ataupun "cara konsumsi",
tetapi pada "cara
distribusi" yang digunakan. Oleh karena itu ia mengemukakan 3
sistem distribusi yaitu:
1. Perekonomian Barter (natura)
2. Perekonomian Uang
3. Perekonomian Kredit
Sayangnya,
Hildebrand tidak menjelaskan proses perkembangan dari tahap tertentu ke tahap
berikutnya. Selain itu, Hildebrand juga ternyata tidak memberi sumbangan yang
berarti terhadap peralatan analitis di bidang ilmu ekonomi.
A.3. KARL BUCHER (Produksi &
Distribusi)
Pendapat
Bucher merupakan sintesa dari pendapat List dan Hildebrand. Menurut Bucher, perkembangan
ekonomi melalui 3 tahap yaitu:
1. Produksi untuk kebutuhan sendiri (subsistem)
2. Perekonomian kota di mana pertukaran sudah meluas .
3. Perekonomian nasional di mana peran pedagang
menjadi semakin penting.
A.4. W. W. ROSTOW
Teori pembangunan ekonomi dari Rostow ini sangat
populer dan paling banyak mendapatkan komentar dari para ahli. Teori ini pada mulanya
merupakan artikel Rostow yang dimuat dalam Economics Journal (Maret 1956) dan
kemudian dikembangkannya lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul The Stages of
Economic Growth (1960). Menurut pengklasifikasian Todaro, teori Rostow ini
dikelompokkan ke dalam model jenjang linear (linear stages mode/).
Menurut
Rostow, proses pembancunan ekonomi bisa dibedakan ke dalam 5 tahap :
1)
Masyarakat
tradisional (the traditional society),
2)
Prasyarat
untuk tinggal landas (the preconditions for take-off),
3)
Tinggal
landas (the take-off),
4)
Menuju
kekedewasaan (the drive to maturity), dan
5)
Masa
konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption)
Dasar pembedaan tahap pembangunan
ekonomi menjadi 5 tahap tersebut adalah:
1)
Karakteristik
perubahan keadaan ekonomi,
2)
sosial, dan
3)
politik,
yang terjadi.
Menurut Rostow, pembangunan ekonomi atau proses
transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat moderen merupakan
suatu proses yang multidimensional. Pembangunan ekonomi bukan hanya berarti
perubahan struktur ekonomi suatu negara yang ditunjukkan oleh menurunnya
peranan sektor pertanian dan peningkatan peranan sektor industri saja.
Menurut
Rostow, disamping perubahan seperti itu, pembangunan ekonomi berarti pula
sebagai suatu proses yang menyebabkan antara lain:
(1)
perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik, dan sosial yang pada mulanya
berorientasi kepada suatu daerah menjadi berorientasi ke luar.
(2)
perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga, yaitu dari
menginginkan banyak anak menjadi keluarga kecil.
(3)
perubahan dalam kegiatan investasi masyarakat, dari melakukan investasi yang
tidak produktif (menumpuk emas, membeli rumah, dan sebagainya) menjadi
investasi yang produktif.
(4)
perubahan sikap hidup dan adat istiadat yang terjadi kurang merangsang
pembangunan ekonomi (misalnya penghargaan terhadap waktu, penghargaan terhadap
pertasi perorangan dan sebagainya).
1) Masyakarat Tradisional
Masyarakat yang fungsi produksinya terbatas yang
ditandai oleh cara produksi yang relatif masih primitif (yang didasarkan pada
ilmu dan teknologi pra-Newton) dan cara hidup masyarakat yang masih sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional, tetapi kebiasaan tersebut
telah turun temurun. Tingkat produktivitas per pekerja masih rendah, oleh
karena itu sebagian besar sumberdaya masyarakat digunakan untuk kegiatan sektor
pertanian. Dalam sektor pertanian ini, struktur sosialnya bersifat hirarkhis
yaitu mobilitas vertikal anggota masyarakat dalam struktur sosial
kemungkinannya sangat kecil. Maksudnya adalah bahwa kedudukan seseorang dalam
masyarakat tidak akan berbeda dengan nenek moyangnya.
Sementara itu kegiatan politik dan pemerintah pada
masa ini digambarkan Rostow dengan adanya kenyataan bahwa walaupun
kadang-kadang terdapat sentralisasi dalam pemerintahan, tetapi pusat kekuasaan
politik di daerah-daerah berada di tangan para tuan tanah yang ada di daerah
tersebut. Kebijaksanaan pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan para
tuan tanah di daerah tersebut.
2) Tahap Prasyarat Tinggal Landas
Tahap prasyarat tinggal landas ini didefinisikan
Rostow sebagai suatu masa transisi di mana masyarakat mempersiapkan dirinya
untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri (selfsustained growth).
Menurut Rostow, pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi
secara otomatis.
Tahap
prasyarat tinggal landas ini mempunyai 2 corak.
1)
Pertama
adalah tahap prasyarat lepas landas yang dialami oleh negara-negara Eropa,
Asia, Timur Tengah, dan Afrika, di mana tahap ini dicapai dengan perombakan
masyarakat tradisional yang sudah lama ada.
2)
Kedua adalah
tahap prasyarat tinggal landas yang dicapai oleh negara-negara yang born free
(menurut Rostow) seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, di
mana negara¬negara tersebut mencapai tahap tinggal landas tanpa harus merombak
sistem masyarakat yang tradisional. Hal ini disebabkan oleh sifat dari
masyarakat negara-negara tersebut yang terdiri dari imigran yang telah
mempunyai sifat-sifat yang dibutuhkan oleh suatu masyarakat untuk tahap
prasyarat tinggal landas.
Seperti telah diungkapkan di muka, Rostow sangat
menekankan perlunya perubahan¬perubahan yang multidimensional, karena ia talk
yakin akan kebenaran pandangan yang menyatakan bahwa pembangunan akan dapat
dengan mudah diciptakan hanya jika jumlah tabungan ditingkatkan. Menurut pendapat
tersebut tingkat tabungan yang tinggi akan mengakibatkan tiangkat investasi
tinggi pula sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan oleh
kenaikan pendapatan nasional. Namun menurut Rostow pertumbuhan ekonomi hanya
akan tercapai jika diikuti oleh perubahan-perubahan lain dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan itulah yang akan memungkinkan terjadinya kenaikan tabungan
can penggunaan tabungan itu sebaik-baiknya.
Perubahan-perubahan yang dimaksudkan Rostow misalnya
kemampuan masyarakat untuk menggunakan ilmu pengetahuan moderen dan membuat
penemuan-penemuan baru yang bisa menurunkan biaya produksi. Disamping itu harus
ada pula orang-orang yang menggunakan penemuan baru tersebut untuk memodernisir
cara produksi dan harus didukung pula dengan adanya kelompok masyarakat yang
menciptakan tabungan dan meminjamkannya kepada wiraswasta (entrepreneurs) yang
inovatif untuk meningkatkan produksi dan menaikkan produktivitas. Singkatnya,
kenaikan investasi yang akan menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih cepat
dari sebelumnya bukan semata-mata tergantung kepada kenaikan tingkat tabungan,
tetapi juga kepada perubahan radikal dalam sikap masyarakat terhadap ilmu
pengetahuan, perubahan teknik produksi, pengambilan resiko, dan sebagainya.
Selain hal-hal di atas, Rostow menekankan pula bahwa
kenaikan tingkat investasi hanya mungkin tercipta jika terjadi perubahan dalam
struktur ekonomi. Kemajuan di sektor pertanian, pertambangan, dan prasarana
harus terjadi bersama-sama dengan proses peningkatan investasi. Pembangunan
ekonomi hanya dimungkinkan oleh adanya kenaikan produktivitas di sektor
pertanian dan perkembangan di sektor pertambangan.
Menurut Rostow, kemajuan sektor pertanian mempunyai
peranan penting dalam masa peralihan sebelum mencapai tahap tinggal landas. Sementara
itu pembangunan prasarana, menurut Rostow, bisa menghabiskan sebagian besar
dari dana investasi. Investasi di bidang prasarana ini mempunyai 3 ciri yaitu
tenggang waktu antara pembangunannya dan pemetikan hasilnya (gestation period)
sangat lama, pembangun¬annya harus dilakukan secara besar-besaran sehingga
memerlukan biaya yang banyak, dan manfaat pembangunannya dirasakan oleh
masyarakat banyak. Berdasarkan sifatnya ini, maka pembangunan prasarana
terutama sekali harus dilakukan pemerintah.
Selain hal-hal yang diungkapkan di atas, Rostow juga
menunjukkan bentuk perubahan dalam kepemimpinan pemerintahan dari masyarakat
yang mengalami transisi. Untuk menjamin terciptanya pembangunan yang teratur,
suatu kepemimpinan baru haruslah mempunyai sifat nasionalisme yang reaktif
(reactive nationalism) yaitu bereaksi secara positif atas tekanan¬tekanan dari
negara maju. Rostow yakin bahwa tanpa adanya tekanan atau hinaan dari
negara¬negara maju, modernisasi yang terjad Tahap Tinggal Landas
3)
Tahap tinggal landas,
pertumbuhan
ekonomi selalu terjadi. Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis
dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat
dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar baru. Sebagai akibat dari
perubahan¬perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan
peningkatan investasi. Investasi yang semakin tinggi ini akan mempercepat laju
pertumbuhan pendapatan nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.
Dengan demikian tingkat pendapatan per kapita semakin besar.
Menurut
taksiran Rostow, masa tinggal landas di beberapa negara adalah seperti tampak
pada Tabel di bawah ini.
Inggris 1783 - 1802 Industri tekstil
Perancis 1830 -1860 Jaringan jalan kereta api
Belgia 1833 -1860 -
Amerika
Serikat 1843 -1860 Jaringan jalan kereta api
Jerman 1850 -1873 Jaringan jalan kereta api
Swedia 1868- 1890 Industri kayu
Jepang 1878 -1900 Industri sutera
Rusia 1890 -1914 Jaringan jalan kereta api
Kanada 1896 -1914 Jaringan jalan kereta api
Argentina 1935 Industri
substitusi impor
Turki 1937 -
India 1952 -
Cina Komunis
1952 -
Dari Tabel
di atas bisa disimpulkan bahwa:
1)
sebagian besar negara Barat mencapai masa tinggal landas pada abad yang
lalu, kecuali Inggris, yang sudah mencapainya seabad sebelumnya.
2) masa tinggal landas itu berkisar antara 20 -
30 tahun.
Rostow
mengemukakan 3 ciri utama dan negara-negara yang sudah mencapai masa tinggal
landas yaitu:
1.
Terjadinya kenaikan investasi produktif dari 5 persen atau kurang
menjadi 10 persen dari Produk Nasional Bersih (Net National Product= NNP).
2.
Terjadinya perkembangan satu atau beberapa sektor industri dengan
tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi (leading sectors).
3.
Terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial, dan kelembagaan yang
bisa menciptakan perkembangan sektor modern dan eksternalitas ekonomi yang bisa
menyebabkan pertumbuhan ekonomi terus terjadi.
Di sini juga
termasuk kemampuan negara tersebut untuk mengerahkan sumber-sumber modal dalam
negeri, karena kenaikan tabungan dalam negeri peranannya besar sekali dalam
menciptakan tahap lepas landas. Inggris dan Jepang, misalnya mencapai masa tinggal
landas tanpa mengimpor modal (bantuan luar negeri) sama sekali.
Menurut
Rostow perkembangan sektor pemimpin
(leading sector) berbeda¬beda untuk setiap negara. Di Inggris, tekstil katun
merupakan sektor pemimpin pada masa tinggal landasnya, sedangkan perkembangan
jaringan jalan kereta api memegang peranan yang sama di Amerika Serikat,
Perancis, Jerman, Kanada, dan Rusia. Di Swedia, sektor pemimpin adalah industri kayu, di
Jepang sutera, dan Argentina adalah industri substitusi impor barang-barang
konsumsi.
Berdasarkan
pada kenyataan tersebut, Rostow mengambil kesimpulan bahwa untuk mencapai tahap
tinggal landas tidak satu sektor ekonomipun yang baku untuk semua negara yang
bisa menciptakan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, suatu negara tertentu
tidak bisa hanya sekadar mencontoh pola perkembangan sektor pemimpin
negara-negara lain. Namun demikian, ada 4 faktor penting yang harus diperhatikan dalam
menciptakan sektor pemimpin yaitu:
1. Harus ada
kemungkinan untuk perluasan pasar bagi barang-barang yang diproduksi yang
mempunyai kemungkinan untuk berkembang dengan cepat.
2. Dalam sektor tersebut harus dikembangkan
teknik produksi yang modern dan kapasitas produksi harus bisa diperluas.
3. Harus tercipta tabungan dalam masyarakat dan
para pengusaha harus menanamkan kembali keuntungannya untuk membiayai
pembangunan sektor pemimpin.
4.
Pembangunan dan transformasi teknologi sektor pemimpin haruslah bisa
menciptakan kebutuhan akan adanya perluasan kapasitas dan modernisasi
sektor-sektor lain.
4) Tahap Menuju Kekedewasaan
Tahap menuju kedewasaan ini diartikan Rostow sebagai
masa di mana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi moderen pada
hampir semua kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pemimpin baru akan
muncul menggantikan sektor-sektor pemimpin lama yang akan mengalami kemunduran.
Sektor-sektor pemimpin baru ini coraknya ditentukan oleh perkem¬bangan
teknologi, kekayaan alam, sifat-sifat dari tahap lepas landas yang terjadi, dan
juga oleh kebijaksanaan pemerintah.
Dalam menganalisis karakteristik tahap menuju ke
kedewasaan, Rostow menekankan analisisnya kepada corak perubahan sektor-sektor
pemimpin di beberapa negara yang sekarang sudah maju. la juga menunjukkan bahwa
di tiap-tiap negara tersebutjenis¬jenis sektor pemimpin pada tahap sesudah
tinggal landas adalah berbeda dengan yang ada pada tahap tinggal landas. Di Inggris,
misalnya, industri tekstil yang telah mempelopori pembangunan pada tahap
tinggal landas telah digantikan oleh industri besi, batu bara dan peralatan
teknik berat. Sedangkan di Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman di mana
pembangunanjaringanjalan kereta api memegang peranan penting pada tahap tinggal
landas, telah digantikan oleh industri baja dan industri peralatan berat pada
tahap menuju ke kedewasaan.
Selanjutnya
Rostow mengemukakan pula karakteristik non-ekonomis dari masyarakat yang teiah
mencapai tahap menuju ke kedewasaan sebagai berikut:
1. Struktur
dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan. Peranan sektor industri semakin
penting, sedangkan sektor pertanian menurun.
2.
Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan. Peranan manajer
professional semakin penting dan menggantikan kedudukan pengusaha-pemilik.
3. Kritik-kritik
terhadap industrialisasi mulai muncul sebagai akibat dari ketidakpuasan
terhadap dampak industrialisasi.
5) Tahap Konsumsi Tinggi
Tahap konsumsi tinggi ini merupakan tahap terakhir
dari teori pembangunan ekonomi Rostow. Pada tahap ini perhatian masyarakat
telah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan
kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.
Pada tahap
ini ada 3 macam tujuan masyarakat (negara) yaitu:
1. Memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar
negeri dan kecenderungan ini bisa berakhir pada penjajahan terhadap bangsa
lain.
2.
Menciptakan negara kesejahteraan (welfare state) dengan cara mengusahakan
terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem pajak yang
progresif.
3. Meningkatkan konsumsi masyarakat melebihi
kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) menjadi meliputi pula
barang-barang konsumsi tahan lama dan barang-barang mewah.
Beberapa
Kritik terhadap Teori Rostow
Beberapa
kritik yang muncul terhadap teori Rostow ini antara lain berkaitan dengan adanya tumpang tindih tahapan, periode
jangka waktu tahap tinggal landas yang meragukan, adanya masyarakat yang tidak
melalui tahap tradisional.
MAZHAB ANALITIS
Teori-teori pembangunan ekonomi yang termasuk dalam
mazhab ini berusaha mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi secara logis dan
taat-asas (konsisten), tetapi sering bersifat abstrak dan kurang menekankan
kepada aspek empiris (historis)nya. Kecenderungan semacam ini tampak lebih
jelas dalam teori-teori pertumbuhan "moderen".
B. TEORI KLASIK:
1. ADAM SMITH (1723 - 1790)
Adam Smith ternyata bukan saja terkenal sebagai
pelopor pembangunan ekonomi dan kebijaksanaan laissez-faire, tetapi juga
merupakan ekonom pertama yang banyak menumpahkan perhatian kepada masalah
pertumbuhan ekonomi. Dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of
the Wealth of Nations (1776) ia mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang secara sistematis.
Agar inti dari proses pertumbuhan ekonomi menurut
Smith ini mudah dipahami, kita bedakan dua aspek utama pertumbuhan ekonomi
yaitu:
a. pertumbuhan output total
b. pertumbuhan penduduk
ad (a) Pertumbuhan Output Total
Unsur pokok
dari sistem produksi suatu negara menurut Smith ada tiga yaitu:
1.
sumberdaya alam yang tersedia (atau faktor produksi "tanah")
2.
sumberdaya insani (atau jumlah penduduk)
3. stok
barang modal yang ada.
Menurut Smith, sumberdaya alam yang tersedia merupakan
wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah
sumberdaya alam yang tersedia merupakan "batas maksimum" bagi
pertumbuhan suatu perekonomian. Maksudnya, jika sumberdaya ini belum digunakan
sepenuhnya, maka jumlah penduduk dan stok modal yang ada yang memegang peranan
dalam pertumbuhan output. Tetapi pertumbuhan output tersebut akan berhenti jika
semua sumberdaya alam tersebut telah digunakan secara penuh.
Sumberdaya insani jumlah penduduk) mempunyai peranan
yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Maksudnya, jumlah penduduk akan
menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari suatu masyarakat.
Stok modal, menurut Smith, merupakan unsur produksi
yang secara aktif menentukan tingkat output. Peranannya sangat sentral dalam
proses pertumbuhan output. Jumlah dan fingkat pertumbuhan output tergantung
pada laju pertumbuhan stok modal (sampai "batas maksimum" dari sumber
alam).
Pengaruh stok modal terhadap tingkat output total bisa
secara langsung dan talk langasung. Pengaruh langsung ini maksudnya adalah
karena pertambahan modal (sebagai input) akan langsung meningkatkan output.
Sedangkan pengaruh talk langsung maksudnya adalah pening¬katan produktivitas
per kapita yang dimungkinkan oleh karena adanya spesialisasi dan pembagian
kerja yang lebih tinggi. Semakin besar stok modal, menurut Smith, semakin besar
kemungkinan dilakukannya spesialisasi dan pembagian kerja yang pada gilirannya
akan meningkatkan produktivitas per kapita.
Spesialisasi dan pembagian kerja ini bisa menghasilkan
pertumbuhan output, menurut Smith, karena spesialisasi tersebut bisa
meningkatkan ketrampilan setiap pekerja dalam bidangnya dan pembagian kerja
bisa mengurangi waktu yang hilang pada saat peralihan macam pekerjaan.
Namun demikian, sebenarnya ada 2 faktor penunjang
penting dibalik proses akumulasi modal bagi terciptanya pertumbuhan output
yaitu:
1. makin meluasnya pasar, dan
2. adanya tingkat keuntungan di atas tingkat
keuntungan minimal.
Menurut Smith, potensi pasar akan bisa dicapai secara
maksimal jika, dan hanya jika, setiap warga masyarakat diberi kebebasan
seluas-luasnya untuk melakukan pertukaran dan melakukan kegiatan ekonominya.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan pembenahan dan penghilangan
peraturan-peraturan, undang-undang yang menjadi penghambat kebebasan berusaha
dan kegiatan ekonomi, baik antara warga masyarakat di suatu negara maupun
antara warga masyarakat antarnegara. Hal ini menunjukkan bahwa Adam Smith
merupakan penganjur laissez-faire dan free trade.
Faktor penunjang yang kedua yaitu tingkat keuntungan
yang memadai. Tingkat keuntungan ini erat hubungannya dengan luas pasar. Jika
pasar tidak tumbuh secepat pertumbuhan modal, maka tingkat keuntungan akan
segera merosot, dan akhirnya akan mengurangi gairah para pemilik modal untuk
melakukan akumulasi modal. Menurut Adam Smith, dalam jangka panjang tingkat
keuntungan tersebut akan menurunkan dan pada akhirnya akan mencapai tingkat
keuntungan minimal pada posisi stasioner perekonomian tersebut.
ad (b) Pertumbuhan
Penduduk
Menurut Adam Smith, jumlah penduduk akan meningkatjika
tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsisten yaitu
tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup. Jika tingkat upah di atas tingkat
subsisten, maka orang-orang akan kawin pada umur muda, tingkat kematian
menurun, dan jumlah kelahiran meningkat. Sebaliknya jika tingkat upah yang
berlaku lebih rendah dari tingkat upah subsisten, maka jumlah penduduk akan
menurun.
Tingkat upah yang berlaku, menurut Adam Smith,
ditentukan oleh tarik-menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran tenaga
kerja. Tingkat upah yang tinggi dan meningkat jika permintaan akan tenaga kerja
(D) tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja (S).
Sementara itu permintaan akan tenaga kerja ditentukan
oleh stok modal dan tingkat output masyarakat. Oleh karena itu, laju
pertumbuhan permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan stok
modal (akumulasi modal) dan laju pertumbuhan output.
Kritik terhadap Teori Adam Smith
Seperti
digambarkan di muka, teori Adam Smith ini telah memberikan sumbangan yang besar
dalam menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi terjadi dan faktor-faktor apa
yang dapat menghambatnya. Namun demikian, ada beberapa kritik terhadap teori
Adam Smith antara lain:
1. Pembagian Kelas dalam Masyarakat
Teori Smith ini didasarkan pada lingkungan sosial
ekonomi yang berlaku di Inggris dan di beberapa negara Eropa. Teori ini
mengasumsikan adanya pembagian masyarakat secara tegas yaitu antara golongan
kapitalis (termasuk tuan tanah) dan para buruh. Padahal dalam kenyataan¬nya,
seringkali kelas menengah mempunyai peran yang sangat penting dalam masyarakat
modern. Dengan kata
lain, teori Smith mengabaikan peranan kelas menengah dalam mendorong
pembangunan ekonomi.
2. Alasan Menabung
Menurut Smith orang yang dapat menabung adalah para
kapitalis, tuan tanah, dan lintah darat. Namun ini adalah alasan yang tidak
adil, sebab tidak terpikir olehnya bahwa sumber utama tabungan di dalam
masyarakat yang maju adalah para penerima pendapatan, dan bukan kapitalis serta
tuan tanah.
3. Asumsi Persaingan Sempurna
Asumsi utama teori Adam Smith ini adalah persaingan
sempurna. Kebijakan pasar bebas dari persaingan sempurna ini tidak ditemukan di
dalam perekonomian manapun. Sejumlah kendala batasan malahan dikenakan pada
sektor perorangan (misalnya larangan monopoli) dan perdagangan internasional
(misalnya adanya proteksi) pada setiap negara di dunia.
4. Pengabaian Peranan Entrepreneur
Smith agak mengambaikan peranan entrepreneur dalam
pembangunan. Padahal para
entrepreneur ini mempunyai peranan yang sentral dalam pembangunan. Mereka
inilah yang menciptakan inovasi dan pada akhirnya menghasilkan akumulasi modal.
5. Asumsi Stasioner
Menurut Smith, hasil akhir suatu perekonomian
kapitalis adalah keadaan stasioner. IN berarti bahwa perubahan hanya terjadi di
sekitar titik keseimbangan tersebut. Padahal dalam kenyataannya proses
pembangunan itu seringkali terjadi teratur dan tidak seragam. Jadi asumsi
ini tidak realistis.
2. DAVID RICARDO (1772 - 1823)
Garis besar
proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan dari Ricardo tidak jauh berbeda
dengan teori Adam Smith. Tema dari proses pertumbuhan ekonomi masih pada
perpacuan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan output. Selain
itu Ricardo juga menganggap bahwa jumlah faktor produksi tanah (sumberdaya
alam) tidak bisa bertambah, sehingga akhirnya menjadi faktor pembatas dalam
proses pertumbuhan suatu masyarakat.
Teori
Ricardo ini diungkapkan pertama kali dalam bukunya yang berjudul The Principles
of Political Economy and Taxation yang diterbitkan pada tahun 1917.
Proses Pertumbuhan
Sebelum
membicarakan aspek-aspek pertumbuhan dari Ricardo, terlebih dulu kita coba
untuk mengenai ciri-ciri perekonomian Ricardo sebagai berikut:
a) Jumlah tanah terbatas.
b) Tenaga
kerja (penduduk) meningkat atau menurun tergantung pada apakah tingkat upah di
atas atau di bawah tingkat upah minimal (tingkat upah alamiah = natural wage).
c) Akumulasi modal terjadi bila tingkat
keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada di atas tingkat keuntungan
minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan investasi.
d) Kemajuan teknologi terjadi sepanjang waktu.
e) Sektor pertanian dominan.
Dengan terbatasnya luas tanah, maka
pertumbuhan.penduduk (tenaga kerja) akan menurunkan produk marginal (marginal
product) yang kita kenal dengan istilah the law of diminishing returns. Selama
buruh yang dipekerjakan pada tanah tersebut bisa menerima tingkat upah di atas
tingkat upah alamiah, maka penduduk (tenaga kerja) akan terus bertambah, dan hal
ini akan menurunkan lagi produk marginal tenaga kerja dan pada gilirannya akan
menekankan tingkat upah ke bawah.
Proses yang dijelaskan di atas akan berhenti jika
tingkat upah turun sampai tingkat upah alamiah. Jika tingkat upah turun sampai
di bawah tingkat upah alamiah, maka jumlah penduduk (tenaga kerja) menurun. Dan
tingkat upah akan naik lagi sampai tingkat upah alamiah. Pada posisi ini jumlah
penduduk konstan. Jadi dari segi faktor produksi tanah dan tenaga kerja, ada
suatu kekuatan dinamis yang selalu menarik perekonomian ke arah tingkat upah
minimum, yaitu bekerjanya the law of diminishing returns.
Menurut Ricardo, peranan akumulasi modal dan kemajuan
teknologi adalah cenderung meningkatkan produktivitas tenaga kerja, artinya,
bisa memperlambat bekerjanya the law of diminishing returns yang pada
gilirannya akan memperlambat pula penurunan tingkat hidup ke arah tingkat hidup
minimal. Inilah inti dari proses pertumbuhan ekonomi (kapitalis) menurut
Ricardo. Proses ini tidak lain adalah proses tarik menarik antara dua kekuatan
dinamis yaitu antara:
a) the law of diminishing returns dan
b) kemajuan teknologi.
Sayangnya, proses tarik-menarik tersebut akhirnya
dimenangkan oleh the law of diminishing returns, demikian Ricardo. Keterbatasan
faktor produksi tanah (sumbersdaya alam) akan membatasi pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Suatu negara
hanya bisa tumbuh dampai batas yang dimungkinkan oleh sumberdaya alamnya.
Apabila semua potensi sumberdaya alam telah
dieksploitir secara penuh maka perekonomian berhenti tumbuh. Masyarakat
mencapai posisi stasionernya, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) tingkat output konstan
b) jumlah penduduk konstan
c) pendapatan per kapita juga menjadi konstan
d) tingkat upah pada tingkat upah alamiah (minimal)
e) tingkat keuntungan pada tingkat yang minimal
f) akumulasi modal berhenti (stok modal konstan)
g) tingkat sewa tanah yang maksimal.
Kritik terhadap Teori Ricardo
1. Pengabaian Pengaruh Kemajuan Teknologi
Ricardo menjelaskan bahwa kemajuan
teknologi di sektor industri akan mengakibatkan penggantian tenaga kerja. Pada
awalnya kemajuan teknologi tersebut dapat menahan laju berlakunya the law of
diminishing returns, tetapi akhirnya pengaruh kemajuan teknologi tersebut habis
dan perekonomian menuju ke arah stasioner. Kenyataannya kenaikan produksi
pertanian yang sangat pesat di negara-negara maju telah membuktikan bahwa
Ricardo kurang memperhatikan potensi kemajuan teknologi dalam menahan laju
berlakunya the law of diminishing returns dari faktor produksi tanah.
2. Pengertian yang Salah tentang Keadaan Stasioner
Pandangan Ricardo bahwa negara akan
mencapai keadaan stasioner secara otomatis adalah tidak beralasan, karena tidak
ada perekonomian yang mencapai keadaan stasioner dengan laba yang meningkat,
produksi yang meningkat, dan akumulasi modal terjadi.
3. Pengabaian Faktor-faktor Kelembagaan
Salah satu kelemahan pokok dari
teori Ricardo ini adalah pengabaian peranan faktor-faktor kelembagaan.
Faktor-faktor ini diasumsikan secara tertentu. Meskipun demikian, faktor
tersebut penting sekali dalam pembangunan ekonomi dan tidak dapat diabaikan.
4. Teori Ricardo bukan Teori Pertumbuhan
Menurut Schumpeter, teori Ricardo
bukanlah teori pertumbuhan ekonomi tetapi teori distribusi yang menentukan
besarnya pangsa tenaga kerja, tuan tanah, dan pemilik modal. Bahkan dia
menganggap bahwa pangsa untuk tanah adalah sangat utama, dan sisanya sebagai
pangsa tenaga kerja dan modal. Ricardo gagal menunjukkan teori distribusi fungsional
karena ia tidak menentukan pangsa dari masing-masing faktor produksi secara
terpisah.
5. Pengabaian Suku Bunga
Kelemahan lain dari teori Ricardo
ini adalah pengabaian suku bunga dalam pertumbuhan ekonomi. la tidak menganggap
suku bunga sebagai imbalan jasa yang terpisah dari modal tetapi termasuk dalam
laba. Pendapat yang salah ini berasal dari ketidakmampuannya untuk membedakan
pemilik modal dari pengusaha (entrepreneur).
C. TEORI NEO KLASIK (SOLOW-SWAN)
Teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik berkembang sejak
tahun 1950-an. Teori ini berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai
pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi Klasik. Ekonomi yang menjadi
perintis dalam mengembangkan teori tersebut adalah Robert Solow (Massachussets
Institute of Technology) dan Trevor Swan (The Australian National University).
Solow ini memenangkan hadiah Nobel Ekonomi tahun 1987 atas karyanya tentang
teori pertumbuhan ekonomi ini.
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung
kepada pertambahan penyediaan faktor¬faktor produksi (penduduk, tenaga kerja,
dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan
kepada anggapan yang mendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian akan tetap
mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan
modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai
di mana perekono¬mian akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk,
akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi.
Selanjutnya menurut teori ini, rasio modal-output
(capital-output ratio = COR) bisa berubah. Dengan kata lain, untuk menciptakan
sejumlah output tertentu, bisa digunakanjumlah modal yang berbeda-beda dengan
bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda pula, sesuai dengan yang
dibutuhkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan, maka tenaga kerja yang
dibutuhkan lebih sedikit. Sebaliknya jika modal yang digunakan lebih sedikit,
maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya
"keluwesan" (fleksibilitas) ini suatu perekonomian mempunyai
kebebasan yang talk terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja
yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu.
Sifat teori pertumbuhan Neo Klasik bisa digambarkan
seperti pada Gambar dibawah ini. Fungsi produksinya ditunjukkan oleh IL, IZ,
dan seterusnya. Dalam fungsi produksi yang berbentuk demikian, suatu tingkat
output tertentu dapat diciptakan dengan menggunakan berbagai kombinasi modal
dan tenaga kerja. Misalnya untuk menciptakan output sebesar I,, kombinasi modal
dan tenaga kerja yang dapat digunakan antara lain (a) K3 dengan L3, (b) K2
dengan LZ, dan (c) Ki dengan Li. Dengan demikian, walaupun jumlah modal berubah
tetapi terdapat kemungkinan bahwa tingkat output tidak mengalami perubahan.
Di samping itu, jumlah output dapat mengalami
perubahan walaupun jumlah modal tetap. Misalnya walaupun jumlah modal tetap
sebesar K3, jumlah output dapat diperbesar menjadi IZ, jika tenaga kerja
digunakan ditambah dari L3 menjadi L3.
Teori pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak
variasi, tetapi pada umumnya mereka dldasarkan kepada fungsi produksi yang
telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang sekarang dikenal
sebutan fungsi produksi Cobb- Douglas.
Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut:
di mana:
= tingkat produksi pada tahun t
= tingkat teknologi pada tahun t
= jumlah stok barang modal pada tahun t
= jumlah tenaga kerja pada tahun t
a = pertambahan output yang
diciptakan oleh pertambahan satu unit modal.
b = pertambahan output yang
diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja.
Nilai ,, a dan b bisa diestimasi
secara empiris. Tetapi pada umumnya nilai a
dan b ditentukan saja besarnya
dengan menganggap bahwa a + b = 1,
yang berarti bahwa a dan b nilainya adalah sama dengan produksi
batas dari masing- masing faktor produksi tersebut. Dengan kata lain, nilai a dan b ditentukan dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam
menciptakan output.
D. TEORI KEYNESIAN (HARROD-DOMAR)
Teori
pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom sesudah Keynes yaitu
Evsey Domar dan R. F. Harrod. Domar mengemukakan teorinya tersebut pertama kali
pada tahun 1947 dalam jurnal American Economic Review, sedangkan Harrod telah
mengemukakannya pada
tahun 1939
dalam Economic Journal. Teori ini sebenarnya dikembangkan oleh kedua ekonom
secara send iri-sendiri, tetapi karena inti teori tersebut sama, maka sekarang
ini dikenal sebagai teori Harrod-Domar.
Teori
Harrod-Domar itu merupakan perluasan dari analisis Keynes mengenai kegiatan
ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap
kurang lengkap karena tidak membicarakan masalah-masalah ekonomi jangka
panjang. Sedangkan teori Harrod¬Domar ini menganalisis syarat-syarat yang
diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang.
Dengan kata lain, teori ini berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar
perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth).
Teori Harrod-Domar ini mempunyai
beberapa asumsi yaitu:
1)
perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang
modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh.
2) terdiri dari 2 sektor yaitu sektor rumah
tangga dan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri
tidak ada.
3) besarnya tabungan masyarakat adalah
proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan
dimulai dari titik nol.
4)
kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya
tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-output ratio = COR) dan
rasio pertambahan modal-output (incremental capital-output ratio = ICOR). COR dan ICOR
yang tetap ini bisa dilihat pada Gambar 3.2.
Dalam teori Harrod-Domar ini, fungsi produksinya
berbentuk L karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output
tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk menghasilkan output
sebesar Q, diperlukan modal Ki dan tenaga kerja L,, dan apabila kombinasi itu
berubah maka tingkat output berubah. Untuk output sebesar Q2, misalnya hanya
dapat diciptakan jika stok modal sebesar K2.
Setelah mengemukakan berbagai asumsi di atas, sekarang
kita membahas inti dari teori Harrod-Domar tersebut. Menurut Harrod-Domar,
setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan
nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal (gedung-gedung,
peralatan, material) yang rusak. Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian
tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Jika
kita menganggap bahwa ada hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya
stok modal (K) dan output total (Y), misalnya jika 3 rupiah modal diperlukan
untuk menghasilkan (kenaikan) output total sebesar 1 rupiah, maka setiap tambahan
bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output
total sesuai dengan rasio modal-output tersebut.
Fungsi
Produksi Harrod - Domar
Hubungan tersebut, yang telah kita kenal dengan
istilah rasio modal-output (COR), yaitu 3 berbanding 1. Jika kita menetapkan
COR = k, rasio kecenderungan menabung (MPS) = s yang merupakan proporsi tetap
dari output total, dan investasi ditentukan oleh tingkat tabungan, maka kita
bisa menyusun model pertumbuhan ekonomi yang sederhana seperti berikut:
1. Tabungan
(S) merupakan suatu proporsi (s) dari output total (Y), oleh karenanya kita
mempunyai persamaan yang sederhana:
S = s.Y (I)
2. Investasi
(I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan (K, maka
I
= (K (II)
Tetapi karena stok modal (K) mempunyai hubungan
langsung dengan output total (Y), seperti ditunjukkan oleh COR atau k, maka
(IIa)
3. Akhirnya, karena tabungan total (S) harus sama
dengan investasi total (I), maka
S =
I
(III)
Tetapi dari persamaan (I) di atas kita tahu bahwa S=
s.Y dan dari persamaan (II) dan (Ila) kita tahu bahwa I = (K = k.(Y. Oleh
karena itu, kita bisa menuliskan identitas dari tabungan yang sama dengan
investasi pada persamaan (Ila) itu sebagai:
S
= s.Y = k.
s.Y = k.
dan akhirnya kita mendapatkan:
pada persamaan (IV) menunjukkan tingkat
pertumbuhan output (persentase perubahan output).
Persamaan (IV), yang merupakan persamaan Harrod-Domar
yang disederhanakan, menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan output ditentukan secara bersama oleh rasio tabungan
(s) can rasio modal-output (COR = k). Secara lebih spesifik, persamaan itu
menunjukkan bahwa tingka± pertumbuhan output secara positif berhubungan dengan
rasio tabungan. Makin tinggi tabungan dan diinvestasikan, makin tinggi pula
output. Sedangkan hubungan antara COR dengan tingkat pertumbuhan output adalah negatif (makin
besar COR, makin rendah tingkat pertumbuhan
output).
Logika ekonomi dari persamaan (IV) itu sangat
sederhana. Jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung dan menginvestasikan
suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan
kemudian diinvestaskan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh. Tetapi
tingkat pertumbuhan ekonomi yang nyata sebenarnya tergantung pada produktivitas
dari investasi. Produktivitas investasi tersebut, yaitu berapa banyak tambahan
investasi, bisa dihitung dengan kebalikan dari rasio modal - output (COR atau
k) karena kebalikan ini (1/k) menggambarkan rasio output-modal atau rasio
output- investasi. Selanjutnya dengan mengalikan tingkat investasi baru yaitu
s= IN dengan produktivitasnya yaitu 1/k, akan menghasilkan tingkat kenaikan
output total. Karena
s= S/Y, dan 1/k bisa dituliskan dengan 1/
, maka s.1/k = I/Y.
Sebagai
contoh perhitungan dari tingkat pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar ini
adatah seperti di bawah ini;
Misalkan rasio modal-output (COR atau k) dari suatu
negara adalah 3 dan rasio tabungan adalah 6 persen dari output total. Dengan
menggunakan persamaan (IV) kita akan mendapatkan bahwa pertumbuhan ekonomi per
tahun negara tersebut adalah 2 persen.
= persen
Sekarang jika tingkat tabungan sebesar 15 persen, maka
pertumbuhan ekonomi negara terbentuk naik dari 2 persen menjadi 5 persen per
tahun.
= persen
Demikianlah gambaran secara ringkas teori Keynesian
yang dalam hal ini "diwakili" oleh teori Harrod-Domar.
Keterbatasan
Teori Harrod-Domar
Ada beberapa kelemahan dari teori Harrod-Domar ini
yang patut untuk dikemukakan yaitu:
1. MPS dan
ICOR Tidak Konstan
Menurut teori ini, kecenderungan
untuk menabung (MPS) dan ICOR diasumsikan konstan. Padahal kenyataannya kedua
hal tersebut mungkin sekali berubah dalam jangka panjang dan ini berarti
memodifikasi persyaratan-persyaratan pertumbuhan yang mantap yang diinginkan.
2. Proporsi
Penggunaan Tenaga Kerja dan Modal Tidak Tetap
Asumsi bahwa tenaga kerja dan modal
dipergunakan dalam proporsi yang tetap tidaklah dapat dipertahankan. Pada
umumnya tenaga kerja dapat menggantikan modal dan perekonomian dapat bergerak
lebih mulus ke arah lintasan pertumbuhan yang mantap. Dalam kenyataannya,
lintasan ini tidak begitu stabil sehingga perekonomian harus mengalami inflasi
kronis atau pengangguran kronis jika G tidak berhimpit dengan GW.
3. Harga
Tidak akan Tetap Konstan
Model Harrod-Domar ini mengabaikan
perubahan-perubahan harga pada umumnya. Padahal perubahan harga selalu terjadi
di setiap waktu dan sebaliknya dapat menstabilkan situasi yang tidak stabil.
4. Suku
Bunga Berubah
Asumsi bahwa suku bunga tidak
mengalami perubahan adalah tidak relevan dengan analisis yang bersangkutan. Suku dapat
berubah dan pada akhirnya akan mempengaruhi investasi.
F. TEORI SCHUMPETER
Teori Schumpeter ini pertama kali dikemukakan dalam
bukunya yang berbahasa Jerman pada tahun 1911 yang dikemukakan pada tahun 1934
diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Theory of Economic
Development. Kemudian Schumpeter menggambarkan teorinya lebih lanjut tentang
proses pembangunan dan faktor utama yang menentukan pembangunan dalam bukunya
yang diterbitkan pada tahun 1939 dengan judul Business Cycle.
Salah satu pendapat Schumpeter yang penting, yang
merupakan landasan teori pembangunannya, adalah keyakinannya bahwa sistem
kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan
ekonomi yang.pesat. Namun demikian, Schumpeter meramalkan secara pesimis bahwa
dalam jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi).
Pendapat ini sama dengan pendapat kaum Klasik.
Sekarang bagaimana proses perkembangan ekonomi ?
Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah
proses inovasi dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta
(entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterapkan dengan
adanya inovasi oleh para entrepreneur. Dan kemajuan ekonomi tersebut
diartikan sebagai peningkatan output total masyarakat.
Dalam membahas perkembangan ekonomi, Schumpeter
membedakan pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi walaupun
keduanya merupakan sumber peningkatan output masyarakat. Menurut Schumpeter,
pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh
semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
masyarakat tanpa adanya perubahan "teknologi" produksi itu sendiri.
Misalnya kenaikan output yang disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa
perubahan teknologi produksi yang lama.
Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output
yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta. Inovasi di
sini berarti perbaikan "teknologi" dalam arti luar, misalnya penemuan
produk baru, pembukaan pasar baru, dan sebagainya. Inovasi tersebut menyangkut
perbaikan kuantitatif dari sistem ekonomi itu sendiri yang bersumber dari
kreativitas para wiraswastanya.
Pembangunan ekonomi berawal pada suatu lingkungan
sosial, politik, dan teknologi yang menunjang kreativitas para wiraswasta.
Adanya lingkungan yang menunjang kreativitas akan menimbulkan beberapa
wiraswasta perintis (pioneer) yang mencoba menerapkan ide-ide baru dalam
kehidupan ekonomi (cara berproduksi baru, produk baru, bahan mentah, dan
sebagainya). Mungkin tidak semua perintis tersebut akan berhasil dalam
melakukan inovasi. Bagi yang berhasil melakukan inovasi tersebut akan
menimbulkan posisi monopoli bagi pencetusnya. Posisi monopoli ini akan
menghasilkan keuntungan di atas keuntungan normal yang diterima para pengusaha
yang tidak berinovasi. Keuntungan monopolistis ini merupakan imbalan bagi para
inovator can sekaligus juga merupakan rangsangan bagi para calon inovator.
Hasrat untuk berinovasi terdorong oleh adanya harapan memperoleh keuntungan
monopolistis tersebut.
Inovasi
mempunyai 3 pengaruh yaitu:
1. diperkenalkannya teknologi baru
2. menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan
monopolistis) yang merupakan sumber dana penting bagi akumulasi modal.
3. inovasi
akan diikuti oleh timbulnya proses peniruan (imitasi) yaitu adanya
pengusaha-pengusaha lain yang meniru teknologi baru tersebut.
Proses peniruan (imitasi) tersebut di atas pada
akhirnya akan diikuti oleh investasi (akumulasi modal) oleh para peniru
(imitator) tersebut. Proses peniruan ini mempunyai pengaruh berupa:
a)
menurunnya keuntungan monopolistis yang dinikmati oleh para inovator, dan
b)
penyebaran teknologi baru di dalam masyarakat, berarti teknologi tersebut tidak
lagi menjadi monopoli bagi pencetusnya.
Kesemua proses yang dijelaskan dimuka meningkatkan
output masyarakat dan secara keseluruhan merupakan proses pembangunan ekonomi. Dan menurut
Schumpeter, sumber kemajuan ekonomi yang lebih penting adalah pembangunan
ekonomi tersebut.
Faktor-faktor Penunjang Inovasi :
Schumpeter membedakan inovasi dan invensi (penemuan).
Seseorang yang menemukan msein uap bisa disebut inventor (penemu), tetapi bukan
inovator. Pengusaha yang mendirikan perusa¬haan karena api adalah inovatornya.
Dengan kata lain, inovasi adalah penerapan pengetahuan teknologi di dunia
ekonomi, komersial, dan kemasyarakatan. Jadi seorang inovator belum tentu
inventor, atau sebaliknya.
Menurut
Schumpeter ada 5 macam kegiatan yang dimasukkan sebagai inovasi yaitu:
1. diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak
ada.
2. diperkenalkannya cara berproduksi baru.
3. pembukaan daerah-daerah pasar baru.
4. penemuan sumber-sumber bahan mentah baru.
5. perubahan organisasi industri sehingga efisiensi
industri.
Syarat-syarat
terjadinya inovasi:
a) harus
tersedia cukup calon-calon pelaku inovasi (inovator dan wiraswasta) di dalam
masyarakat.
b) harus ada
lingkungan sosial, politik, dan teknologi yang bisa merangsang semangat inovasi
dan pelaksanaan ide-ide untuk berinovasi.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan inovator atau
entrepreneur adalah orang-orang yang terjun dalam dunia bisnis yang mempunyai
semangat dan keberanian untuk menerapkan ide-ide baru menjadi kenyataan.
Seorang inovator atau entrepreneur biasanya berani mengambil resiko usaha,
karena memang ide-ide baru tersebut belum pernah dicoba diterapkan secara
ekonomis sebelumnya. Biasanya mereka berani mengambil resiko usaha tersebut
karena:
a) adanya kemungkinan bagi mereka
untuk mendapatkan keuntungan monopolistis jika usahanya berhasil, dan
b) adanya semangat dan keinginan
pada diri mereka untuk bisa mengalahkan saingan-saingan mereka melalui ide
baru.
Jelas bahwa seorang inovator atau entrepreneur,
menurut Schumpeter, bukanlah sekadar pengusaha atau wiraswasta biasa. Hanya
mereka yang berani mencoba dan melaksanakan ide-ide baru yang bisa tersebut
entrepreneur menurut Schumpeter. Pengusaha yang hanya mengelola secara rutin
perusahaannya bukan entrepreneur tetapi hanyalah seorang manajer.
Seperti disinggung di muka, kunci dalam proses inovasi
adalah terdapatnya lingkungan yang menunjang terjadinya inovasi tersebut.
Menurut Schumpeter, sistem kapitalis dan bebas berusaha, yang didukung oleh
lembaga-lembaga sosial politik yang sesuai, merupakan lingkungan yang paling
subur bagi timbulnya inovator dan inovasi. Hanya dalam sistem inilah, menurut
dia, semangat berinovasi paling tinggi.
Selain itu, ada 2 faktor lain yang menunjang
terlaksananya inovasi yaitu:
1. tersedianya cadangan ide-ide baru
secara memadai.
2. adanya sistem perkreditan yang
bisa menyediakan dana bagi para entrepreneur untuk merealisir ide-ide tersebut
menjadi kenyataan.
Cadangan ide-ide baru merupakan hasil-hasil penemuan
para inovator. Cadangan yang cukup berarti adanya kelompok inovator yang cukup
di dalam masyarakat dan adanya lingkungan ilmiah yang menunjang. Di sini
peranan masyarakat ilmiah yang berkembang dan dinamis yaitu sebagai salah satu
unsur utama dari lingkungan inovasi.
Sistem perkreditan, yang menyediakan dana bagi mereka
yang tidak memiliki dana tetapi mempunyai rencana penggunaan dana, juga
merupakan faktor penunjang bagi terwujudnya inovasi. Tanpa adanya sistem
kredit, hanya mereka yang mempunyai danalah yang bisa menjadi inovator. Oleh
karena itu antara penyedia dana dan calon inovator perlu kerjasama.
Runtuhnya
Kapitalisme
Berkaitan dengan sistem kapitalis Schumpeter
mengemukakan beberapa pendapat. Pertama,
seperti telah disinggung di muka, yaitu sistem kapitalis merupakan sistem yang
paling cocok bagi timbulnya inovasi, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan
ekonomi. Dengan demikian, menurut Schumpeter, bagi negara-negara sedang
berkembang yang berusaha mengejar kemajuan ekonomi (pertumbuhan output) maka
sistem kapitalis tersebut sangat sesuai untuk diterapkan.
Kedua, Schumpeter
berpendapat bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan meningkatkan
pendapatan per kapita masyarakat dan sekaligus distribusi pendapatannya akan
lebih merata. Distribusi pendapatan yang semakin merata ini disebabkan oleh
adanya inovasi-inovasi yang akan mengarah kepada barang-barang yang di konsumsi
oleh orang banyak sehingga barang-barang ini menjadi berlimpah.
Yang ketiga, menurut Schumpeter bahwa dalam jangka
panjang sistem kapitalis akan "runtuh", karena adanya transformasi
gradual di dalam sistem tersebut menuju ke arah sistem yang lebih bersifat
sosialistis. Ciri dari sistem kapitalis itu sendiri akan berubah justru karena
kesuksesannya dalam mencapai kemajuan ekonomi dan kemakmuran. Dengan semakin
makmurnya masyarakat maka akan terjadi proses perubahan kelambagaan dan
perubahan pandangan masyarakat yang semakin jauh dari sistem kapitalis asli.
Sistem tunjangan sosial bagi penganggur dan orangtua semakin meluas, sistem
sekolah murah atau gratis semakin banyak, demikian pula sistem asuransi, dan
sebagainya.
Proses
Kemajuan Ekonomi Menurut Schumpeter Secara Skematis
E. TEORI KETERGANTUNGAN
Teori ketergantungan (dependencia) ini pertama kali
dikembangkan di Amerika Latin pada tahun 1960-an. Menurut para pengikut teori
ini, keterbelakangan (underdeveloped) negara-negara Amerika Latin terjadi pada
saat masyarakat prakapitalis tersebut "tergabung" (incorporated) ke
dalam sistem ekonomi dunia kapitalis. Dengan demikian masyarakat tersebut
kehilangan otonominya dan menjadi daerah "pinggiran" dari
daerah-daerah metropolitan yang kapitalis.
Daerah-daerah "pinggiran" ini dijadikan
daerah-daerah jajahan dari negara-negara metropolitan. Mereka hanya berfungsi
sebagai prod usen-produsen bahan mentah bagi kebutuhan industri negara-negara
metropolitan itu, dan sebaliknya merupakan konsumen barang-barang jadi yang
dihasilkan industri-industri di negara-negara metropolitan tersebut. Dengan
demikian timbul struktur ketergantungan yang merupakan rintangan yang hamper
tak dapat diatasi serta merintangi pula pembangunan yang mandiri.
Dalam Mazhab "ketergantungan" ada 2 aliran
yaitu aliran Marxis serta Neo-Marxis dan aliran non-Marxis. Aliran pertama
diwakili oleh Andre Gunder Frank, Theotonio Dos Santos, Rudolfo Stavenhagen,
Vasconi, Ruy Mauro Marini, dan F.H. Cardoso. Aliran ini menggunakan kerangka
analisis dari teori Marx dan Neo-Marxis tentang imperialisme. Aliran ini tidak
membedakan secara tajam antara struktur intern dan struktur ekstern, karena kedua
struktur tersebut pada dasarnya dipandang sebagai faktor yang berasal dari
sistem kapitalis dunia itu sendiri. Struktur intern masa kini dari
daerah-daerah pinggiran tersebut memang sudah berabad-abad dipengaruhi oleh
faktor yang berasal dari luar sistem tersebut, sehingga seluruh struktur ini
sudah terbuka bagi faktor ekstern. Dengan kata lain, struktur intern daerah pinggiran
tersebut hanya menjadi bagian yang tergantung dari struktur kapitalis dunia.
Selain itu, aliran Marxis dan Neo-Marxis ini mengambil
perspektif perjuangan kelas internasional antara para pemilik modal (para
kapitalis) di satu pihak dan kaun buruh (massa proletar yang besar) dilain
pihak. Untuk memperbaiki nasib dan kedudukan mereka, maka kaum proletar dunia
perlu mengambil prakarsa dengan menumbangkan kekuasaan golongan kelas
pemerintah yang hanya menjadi alat dari pusat metropolitan yang jahat. Oleh
karena itu, menurut aliran ini, resep pembangunan untuk daerah pinggiran adalah
revolusi.
Aliran kedua, yaitu aliran non-Marxis di pelopori oleh
Celso Furtado, Helio Jaguaribe, Anibal Pinto, dan Osvaldo Sunkel. Aliran
Non-Marxis ini terutama melihat masalah ketergantungan dari perspektif nasional
atau regional, yaitu kawasan Amerika Latin. Aliran ini dengan tegas mem¬bedakan
antara keadaan dalam negeri dan luar negeri. Menurut aliran ini struktur dan
kondisi intern pada umumnya dilihat sebagai faktor yang berasal dari sistem itu
sendiri, meskipun struktur intern ini di masa lampau atau masa kini dipengaruhi
oleh faktor-faktor dari luar negeri. Oleh karena itu, subyek yang perlu
dibangun adalah "bangsa" atau "rakyat dalam suatu negara"
atau negara-negara yang termasuk kawasan Amerika Latin. Dalam menghadapi
tantangan pembangunan maka konsep negara atau bangsa ini perlu dijadikan landasan
untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang diperlukan untuk menentukan sikap
terhadap dunia ekstern.
Meskipun mazhab ketergantungan ini mula-mula
dikembangkan di Amerika Latin, namun beberapa ekonom dan ilmuwan sosial yang
berasal dari kawasan-kawasan lain yang keadaan ekonominya masih terbelakang
telah berusaha pula untuk menerangkan keterbelakangan kawasan tersebut dengan
menggunakan kerangka analisis teori ketergantungan. Misalnya Samir Amin untuk
kawasan Afrika, Thomas Neiskopf dan Bharat Jhunjhunwala di Asia, dan Sritua
Arief dan Adi Sasono di Indonesia.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa,
menurut teori ini, tergabungnya secara paksa (forced incorporated)
daerah-daerah pinggiran ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia merupakan
satu-satunya sebab dari keterbelakangan (underdeveloped) negara-negara sedang
berkembang sekarang ini. Dengan demikian implikasi dan kesimpulan tersebut
adalah bahwa tanpa kolonialisme dan integrasi ke dalam sistem ekonomi
kapitalisme dunia, negara-negara sedang berkembang sekarang ini sudah berhasil
mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan sangat, mungkin sudah dapat
mengembangkan industri-industri pengolahan (manufacture) mereka atas usaha dan
kekuatan mereka sendiri.
Pada umumnya para sejarawan dan para ekonom maupun
ilmuwan sosial yang menggunakan teori ketergantungan untuk menerangkan
keterbelakangan negara-negara sedang berkembang serta menuding kolonialisme
sebagai penyebab utama dari ketergantungan tersebut, cenderung untuk
mengidealkan masyarakat-masyarakat pro-kolonial. Sering efisiensi administratif
negara-negara pra kolonial terlampau dilebih-lebihkan untuk menekankan
kemungkinan yang sebenarnya terbuka bagi negara-negara tersebut untuk mengalami
suatu transisi ke kapitalisme borjuis yang serupa yang telah terjadi di Eropa
Barat. Namun hal ini tidak terjadi di masyarakat-masyarakat kolonial karena
penetrasi dan kolonialisme Barat.
Selain itu, teori ketergantungan pada umumnya juga
mengabaikan faktor-faktor intern, seperti struktur sosial-budaya dan pola
perilaku masyarakat-masyarakat prakolonial itu. Dengan menyalahkan kolonialisme
dan neo-kolonialisme Barat sebagai faktor utama yang bertanggung jawab atas
keterbelakangan daerah-daerah pinggiran tersebut dan atas masalah-masalah besar
yang merintangi pembangunan daerah-daerah tersebut, maka struktur sosial-budaya
masyarakat-masyarakat prakolonial ini sebagai suatu faktor penyebab penting
dari keterbelakangan mereka rupanya kurang diperhatikan oleh penganut teori
ketergantungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar