Bisa Hentikan Hujan Sekali Tepuk
- In Memoriam KH Muntaha Al Hafidz
DIMAKAMKAN: Jenazah Mbah Mun diusung ke dalam mobil ambulans di halaman masjid Pondok Al Asyariyyah, untuk dibawa ke tempat pemakaman Desa Dero Duwur. Ribuan orang dan santri mengantar jenazah.(55i) - SM/Sudarman | |
PULUHAN ribu orang kemarin mengantar jenazah pengasuh Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah, Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo, KH Muntaha Al Hafidz. Sesuai dengan wasiatnya, Mbah Mun minta dimakamkan di Desa Nderoduwur, sekitar 8 km arah barat pondok pesantren yang dipimpinnya. Dia dimakamkan tepat di samping ayahnya, KH Asy'ari, yang telah wafat pada 18 Januari 1949. Di dekat makam itu juga terdapat bangunan pendidikan SMP Takhassus Alquran yang dirintisnya beberapa waktu lalu.
Tempat kiai dimakamkan adalah tempat yang tinggi, sebab dari situ bisa melihat langsung wilayah Kabupaten Wonosobo. Untuk mencapai lokasi itu, perjalanan naik-turun dengan jurang di kanan kiri.
Karena banyak pentakziah, jalan menuju rumah duka di Kalibeber menjadi macet total. Ribuan santri menangis histeris saat jenazah perlahan-lahan meninggalkan kompleks pondok.
Sepanjang jalan yang dilewati, masyarakat dengan sukarela menyediakan minuman berupa air putih dan air teh yang dibungkus plastik, ditambah makanan kecil hasil kebun mereka seperti ketela pohon, jagung, dan pisang. Karena dari pondok menuju makam jauh, minuman dan makanan itu pun habis dinikmati sambil berjalan. Di pemakaman, secara bergelombang sejak siang hingga sore hari masyarakat membaca tahlil dan Alquran.
Menurut salah seorang putra KH Muntaha, Ahmad Faqih Muntaha, Desa Nderoduwur dulu dipakai oleh ayah KH Muntaha, KH Asy'ari, untuk mengungsi dari gempuran Belanda saat Clash II.
Hentikan Hujan
Banyak keistimewaan atau karomah yang dimiliki Mbah Muntaha atau biasa disebut dengan Mbah Mun. Menurut kesaksian Wakil Bupati Wonosobo Drs H Kholiq Arif, misalnya pada acara haul atau khotmil quran, tiba-tiba turun hujan. Maka, dengan sekali tepuk saja dari tangan Mbah Mun, seketika hujan reda. Namun, setelah acara usai, hujan turun lagi sangat deras sampai dua hari berturut-turut. Di wilayah Kalibeber dan sekitarnya hampir setiap saat turun hujan.
''Kemampuan ini dibuktikan banyak orang. Insya Allah saya tidak mengada-ada,'' katanya. Suatu ketika Mbah Muntaha datang ke pemakaman ibunya, maka dia menyampaikan salam, ''Assalamu'alaikum''. Seketika itu orang lain menyaksikan, mayat-mayat di kuburan bangun berpakaian putih-putih dan menjawab ''Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh''.
Mbah Mun merupakan pencetus ide pembuatan Alquran raksasa. Tiga Alquran raksasa dari Wonosobo tersebut kini di Bait Alquran Masjid TMII, Bahrain (dibawa Menag Tarmizi Thaher), dan satunya lagi dibawa Gubernur DKI Sutiyoso.
''Banyak sekali keistimewaan Mbah Mun,'' tutur KH Habibullah Idris, salah seorang kepercayaan Kiai Muntaha.
Semasa hidupnya, menurut penuturan Kiai Habib, Mbah Mun memiliki resep agar badan tetap sehat. Kiai Habib mengungkapkan, jika melihat paspor, Mbah Mun lahir pada 1912, sehingga jika dihitung usianya hampir 93 tahun. Namun ada kemungkinan lebih dari itu mengingat kiai itu usianya unda-undi dengan ayah Mbah Habib yang lahir pada 1909.
Pernah suatu saat ketika Mbah Mun berada di luar negeri, tim medis dari negara setempat dibuat terheran-heran. Sebab, dalam usia yang sudah senja, seluruh organ tubuhnya masih normal.
Dokternya pun bertanya resepnya untuk tetap sehat. Ternyata, ada tiga hal yang selalu dilakukan Mbah Mun, agar kesehatan badannya tetap terjaga.
Pertama, read, yakni selalu membaca Alquran. Maka, kata Mbah Habib, tak heran jika dalam waktu kurang dari tujuh hari kiai sudah khatam Alquran 30 juz.
Selanjutnya olahraga, yang mengandung maksud rajin shalat malam dan give(loman atau suka menolong sesama). Ketiganya yang membuat panjang umur dan tetap sehat.
''Beliau selalu berpesan, sebagai kiai jangan meminta pada santri. Namun sebaliknya, kalau bisa malah memberi,'' kata Mbah Habib.
Perhatian kiai pada santri, kata dia, begitu besar. Ketika ada santrinya tidak kelihatan di pondok, akan ditanyakan. ''Pernah seorang santri asal Semarang yang tidak terlihat di pondok, juga dicari sampai rumahnya. Santri itu kaget begitu tahu ditengok oleh beliau (Mbah Mun).''
Ketika memberikan pelajaran, kata Mbah Habib, tidak selalu dengan membuka kitab. ''Yang sering dilakukan pada saya, dengan cara mengunjungi sejumlah tempat yang akan memberikan pelajaran berharga,'' kata Mbah Habib. (Setiawan HK, Agus FY, Sudarman-58t)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar