INFO PROFIL

Foto saya
JENTREK ROJOIMO WONOSOBO, jawa tengah indonesia, Indonesia
Ya Allah jadikan kami manusia yang bisa keluar dari belenggu “kemunafikan”. Bimbing kami untuk tidak mengoreksi orang lain sebelum diri ini terkoreksi ya Rabb. Jadikan kami manusia yang jujur dan tidak pernah membohongi diri sendiri apalagi orang lain. kepadaMulah kami berserah ya Allah, kepadaMulah kami bermohon karena tanpa kehendakMu kami tidak bisa berbuat apa-apa Affannur Jentrek rojoimo wonosobo . lahir13 Agustus 1989

Senin, 15 Februari 2016

Khutbah Jum'at : Nasihat ‘Ammar bin Yasir RA

Khutbah Jum'at : Nasihat ‘Ammar bin Yasir RA

Oleh: Drs. KH. M. Dian Nafi’, M.Pd
Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah,
Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan Surakarta.
 KHUTBAH I
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَسْبَغَ عَلَى عِبَادِهِ نِعَمَهُ وَعَطَايَاهُ، وَهَدَاهُمْ إِلَى الْحَقِّ بِمَواعِظِهِ وَوَصَايَاهُ، قَالَ تَعَالَى: وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ مِنَ الْحَمْـدِ وَأُثْنِيْ عَلَيْهِ، وَأُوْمِنُ بِهِ وَأَتَوكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، أَرْسَلَ رُسُلَهُ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ، وَهُدَاةً مُصْلِحِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، خَيْرُ مَنْ أَوْصَى وَوَجَّهَ، وَأَرْشَدَ ونَبَّهَ، أَرْسَلَهُ رَبُّهُ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اِتّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي السِّرِّ وَ اْلعَلَنِ، يَا أَيُّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُّو اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

قَالَ عَمَّارٌ بْنُ يَاسِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا، وَكَفَى بِالْيَقِيْنِ غِنًى، وَكَفَى بِالْعِبَادَةِ شُغْلًا. أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ فِيْ الزُّهْدِ
Dari ‘Ammar bin Yasir RA beliau berkata: “Cukuplah kematian sebagai nasihat, keyakinan sebagai kekayaan, dan ibadah sebagai kesibukan.” (Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan bahwa kalimat itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Kitab Az-Zuhdu).

‘Ammar bin Yasir RA adalah anak dari Sumayyah binti Khabbab dan Yasir bin Amir RA yang merupakan salah satu dari orang yang paling awal dalam memeluk agama Islam atau disebut dengan As-sabiqunal Awwalun.
Keluarga Yasir bin Amir berasal dari Tihanah, suatu daerah di Yaman. Yasir bin Amir kemudian datang ke Mekkah untuk mencari saudaranya yang hilang dan kemudian menetap di sana dan beristerikan Sumayyah binti Khabbab. Setelah ‘Ammar bin Yasir dan keluarga memeluk Islam, kemudian mereka disiksa oleh Abu Jahal untuk melepaskan Islam.
Dalam siksaan itu orang tua ‘Ammar bin Yasir tewas oleh kekejaman kaum Quraisy.
Sementara ‘Ammar selamat setelah diperlihatkan mukjizat oleh rasulullah SAW yang mengubah api menjadi dingin. ‘Ammar bin Yasir RA juga ikut dalam hijrah ke Habasyah (saat ini Ethiopia) dan kemudian hijrah ke Madinah.
‘Ammar bin Yasir RA termasuk sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh nabi Muhammad SAW. Beliau juga berperanan penting di setiap situasi kritis. Di masa khalifah ‘Umar RA beliau dipercaya sebagai walikota Kufah dengan ‘Abdurrahman bin Mas’ud RA sebagai wazir dan bendahara kota itu (Bastoni, 2007: 198-205). Nasihat ‘Ammar bin Yasir RA mendalam, termasuk yang dikutip oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi di dalam kitab tafsir beliau, Ad-Durru al-Mantsur fi at-Ta’wili bi al-Ma’tsur.
Nasihat pertama adalah kafa bi al-mauti wa’idha, cukuplah kematian sebagai nasihat). Kematian adalah peristiwa yang sangat besar bagi manusia. Ia mengakhiri kenikmatan duniawi. Ia menjadi pemutus periode hidup di alam ikhtiar. Kematian pasti dialami oleh setiap yang bernyawa. Kemanapun manusia menghindarinya, kematian pasti menjemputnya. Oleh karena itu mengambil nasihat dari kematian, mengambil nasihat dari sebuah peristiwa terbesar, sangatlah penting.
Hampir setiap hari kita mendengar adanya kabar kematian, dari pengeras suara di masjid/surau, dari radio, dari televisi, dari kabar sesama kawan, dari koran, dan dari media yang beragam. Betul, kematian itu hanya satu, tetapi sebabnya bermacam-macam. Tanawwa’at al-asbab wa al-mautu wahidu, bermacam-macamlah sebab kematian, tetapi kematian itu hanya satu.
Sebagian dari kita ada yang memiliki pengalaman mendampingi orang yang mendekati ajalnya. Banyak orang yang tidak tega, iba, dan bahkan tersentak. Nah, menilik pengalaman beberapa orang yang hendak menghembuskan nafas terakhir, sungguh mencemaskan detik-detik itu. Oleh karena itu wajar, jika husnu al-khatimah atau akhir hidup yang baik menjadi idaman semua orang beriman.
Kematian membuat kita sadar bahwa manusia hidup di dunia ini sementara. Usia umat nabi Muhammad SAW rata-rata berkisar 60 sampai 70 tahun. Meskipun begitu ada pula yang masih lebih muda sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Dan tidak sedikit pula warga masyarakat yang sudah sepuh, sudah tua, sudah berusia di atas 70 tahun, tetapi masih dianugerahi kesehatan dan kebugaran sehingga setiap hari dapat salat berjama’ah dengan baik di masjid atau mushalla, dapat mengunjungi majelis-majelis ilmu, dapat berbelanja memenuhi kebutuhan sehari-hari, dapat membersihkan rumah, dapat menerima tamu dengan ramah, dan dapat menolong sesama dengan lembut. Alhamdulillah. Semoga sampai di usia tua kita tetap dapat berbuat baik dalam kesehatan yang terjaga. Amin.
Kematian juga mengingatkan kita bahwa kita ini adalah anak keturunan Adam AS. “Asal” kita adalah surga. Kita dihidupkan di dunia untuk memakmurkan bumi-Nya agar kelak kita dapat kembali kepada surga Allah SWT. Kematian adalah gerbang, untuk mengkhiri hidup duniawi kita menuju ke alam hidup berikutnya. Surgalah tempat kita kelak. Allahumma, amin.
Demikianlah Allah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji manusia, manakah di antara mereka yang terbaik amalnya.
تَبارَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَياةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Mahasuci Allah yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 1-2).

Hadirin yang dirahmati Allah.
Tetangga kita yang sakit dalam waktu lama, apalagi mencapai usia senja, dapat berbagi cerita tentang kerinduan yang sulit digambarkan akan sesuatu di masa mendatang. Dan tidak jarang terdengar sesal yang sangat mengharukan tentang sesuatu yang telah berlalu. Itu masih lumayan melegakan, karena ada yang bersedia mendengarkan curahan hati dengan sabar. Bagaimana dengan orang-orang yang menghadapi saat paling kritis itu dalam kesendirian?
AllahAllahAllah.” Itulah yang bisa untuk dituntunkan bagi mereka dalam kondisi serba lemah itu, jika “La ilaha illallah” sudah dikhawatirkan tidak dapat ditirukan dengan lengkap, maka lafadh jalalah AllahAllahAllah” itulah yang terbaik untuk dituntunkan bagi mereka dalam kondisi serba lemah itu. Kalimat bertele-tele sudah tidak diperlukan, apalagi argumentasi.

Hadirin yang dirahmati Allah.
Kafabi al-yaqini ghina, cukuplah keyakinan sebagai kekayaan. Cukupkan kepercayaan sebagai aset. Cukuplah kemantapan pikir, kemantapan hati, dan kemantapan rohani sebagai  modal.
Nasihat kedua ini tidak kalah daya hentaknya. Yang merasa tidak sukses dalam hidup, oleh ‘Ammar bin Yasir diajak untuk memeriksa keyakinan diri. Ya, keyakinan diri. Keyakinan bertingkat-tingkat. Ada yang terbentuk melalui kesaksian inderawi (‘ainu al-yaqin). (QS. At-Takatsur [102]: 7).
ثُمَّ لَتَرَوُنَّها عَيْنَ الْيَقِيْنِ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainu al-yaqin.”

‘Ainu al-yaqin artinya melihat dengan mata kepala sendiri sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat.
Syaikh Fakhruddin Ar-Razi menyatakan wa la syakka ba’da ar-ru`yati (ولا شك بعد الرؤية), “tak ada keraguan setelah menyaksikan dengan mata kepala.”
Keyakinan berdasarkan fakta empirik yang terindera, dapat memenuhi tahapan keyakinan yang berupa pengetahuan dan pemahaman. Tahapan ini merupakan dasar yang penting dalam membangun keyakinan.
Masih ada keyakinan yang lebih tinggi, yaitu yang berdasarkan ilmu (‘ilmu al-yaqin). (QS. At-Takatsur [102]: 5).
كَلاَّ لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِ
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.” (QS. At-Takatsur [102]: 5).

Syaikh Fakhruddin Ar-Razi menegaskan bahwa al-‘ilmu min asyaddi al-bawa’itsi ‘ala al-‘amali (العلم من أشد البواعث على العمل), “ilmu merupakan salah satu pendorong terkuat bagi perbuatan.”
Keyakinan orang yang berilmu lebih kokoh daripada keyakinan orang-orang yang tidak berilmu. Di sinilah kekuasaan dan sekaligus keadilan Allah juga dapat kita pahami. Ada perbedaan kualitas antara orang yang berpendidikan dan yang tidak terdidik. Yang berilmu pengetahuan lebih terhormat daripada yang tidak berilmu pengetahuan.
Mengapa? Karena mutu kesaksian mereka berbeda. Peristiwanya bisa sama, tetapi maknanya berbeda. Misalnya genangan air bersih yang baru saja dijumpai di sebuah lokasi terbuka yang jauh dari permukiman. Orang bodoh menganggapnya itu hanyalah sekadar genangan, tetapi bagi orang yang berilmu pengetahuan tinggi, kesaksian itu akan menuntun kepada pengamatan yang lebih seksama, bahkan bisa melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai pihak yang berwenang.
Ilmu menjadikan fakta berbicara lebih fasih. Peristiwa sederhana bisa menjadi pelajaran berharga setelah melewati pertimbangan orang yang berilmu pengetahuan. Demikianlah kita sangat menghargai firman-Nya tentang ilmu dan keilmuan di dalam Al-Quran al-Karim.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيْرٌ
“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadilah [58]: 11).

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِيْ عَلَى أَدْنَاكُمْ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Rasulullah SAW bersabda: “Keutamaan orang ‘alim atas orang yang tekun ibadah, laksana keutamaanku atas orang-orang yang paling rendah dari kalian.” (HR. Imam Tirmidzi dari Abi Umamah Al-Bahili RA).

Kita menyaksikan peran ilmu sangat penting di dalam kehidupan sehari-hari. Banyak negara bangkit menjadi semakin kuat karena modal ilmu pengetahuan yang berhasil mereka pupuk sejak lama. Bangsa-bangsa berkembang semakin dihormati juga bersama ilmu pengetahuan yang berhasil mereka kuasai.
Ilmu pengetahuan ditambah dengan penerapannya dalam menjawab kebutuhan hidup sehari-hari melahirkan teknologi. Teknologi membuat hidup manusia semakin mudah, praktis dan hemat waktu. Sebaliknya teknologi juga mengakibatkan kesenjangan, baik kesenjangan sosial, karena kalangan yang kaya akan mendapatkan akses teknologi yang lebih banyak dan lebih berkualitas. Tetapi kesenjangan tidak hanya bersifat sosial saja, melainkan juga kesenjangan antara moralitas masyarakat dengan tuntunan yang dianut oleh masyarakat sendiri.
Teknologi memudahkan kehidupan manusia. Di tangan orang yang tidak berakhlak karimah, maka teknologi akan juga memudahkan perbuatan-perbuatan mereka. Itulah sebabnya para ilmuwan yang arif bijaksana, para ulama, dan kaum cerdik pandai mendukung konvergensi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kearifan masyarakat, termasuk yang bersumber dari nilai-nilai agama.
Tak lain dan tak bukan agar teknologi tidak berkembang liar. Jika teknologi berkembang penggunaannya secara liar, maka perangkat modern itu akan sangat disayangkan apabila hanya semakin menyibukkan manusia dan melalaikan kaum beriman dari ibadah dan keluhuran.
Oleh karena itu Allah SWT menegaskan menjamin untuk “meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Hadirin yang dirahmati Allah.
Keyakinan berdasarkan ilmu pengetahuan akhirnya diakui terbatas kepada asumsi-asumsi dan postulat-postulat yang berlaku di dalam ilmu pengetahuan itu sendiri. Kehidupan yang dijalani oleh manusia masih menyisakan misteri. Misteri kehidupan banyak yang belum terjawab. Orang masih saja mencari-cari sandaran yang paling kokoh untuk membangun keyakinan diri. Dalam kaitan itu kita layak menyimak firman-firman-Nya. Allah SWT memberitahu kita adanya keyakinan tertinggi, yaitu keyakinan hakiki atau haqqu al-yaqin (QS. Al-Waqi’ah [56]: 95). Tidak bisa tidak, firman-Nya-lah yang melengkapi sandaran kedua keyakinan sebelumnya.
إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِ
Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.” (QS Al-Waqi’ah [56]: 95)

Hadirin yang dirahmati Allah.
Seandainya menghitung biaya, maka bagi setiap keyakinan ada harga yang harus dibayar. Pertama, untuk menjangkau keyakinan inderawi atau ‘ainu al-yaqin, maka dibutuhkan biaya. Dan biaya yang lebih besar harus dikerahkan untuk menjangkau tataran keyakinan kedua, yaitu keyakinan berikutnya (‘ilmu al-yaqin). Dan ketika mencapai tataran ketiga dari keyakinan, yaitu keyakinan hakiki (haqqu al-yaqin), maka seseorang memiliki “kekayaan” yang tidak ternilai oleh harta.
Dengan modal keyakinan itulah manusia akan merasakan tahapan-tahapan kenikmatan. Pertama adalah tahapan kenikmatan inderawi. Kedua, adalah kenikmatan keilmuan. Dan ketiga, adalah kenikmatan rohani. Di tataran itulah orang akan merasakan lezatnya beribadah kepada-Nya, baik ibadah ritual (mahdlah) maupun ibadah kemasyarakatan (ijtima’iyah) dan ibadah yang perlu mengerahkan harta (maliyah).
Sampailah kita kepada nasihat ketiga ‘Ammar bin Yasir RA. Kafa bi al-‘ibadati syughla, cukuplah ibadah sebagai kesibukan. Cukuplah kebaikan lillahi ta’ala sebagai pengisi waktu kita. Mulai terbit fajar, matahari menyingsing di ufuk timur, sampai matahari berada tepat di atas kepala kita, hingga tiba waktunya sore, petang dan malam, bahkan tengah malam, ibadah selalu pantas menjadi pengisi waktu.
Kebiasaan beribadah membuat orang lebih terukur di dalam berpikir, bersikap dan berbuat. Kita perhatikan, ada ibadah yang bersifat ritual (mahdlah), ada pula yang bersifat kemasyarakatan (ijtima’iyah) dan ada juga ibadah yang perlu mengerahkan harta (maliyah). Semua dapat kita lakukan sesuai dengan petunjuk agama.
Memperhatikan ragam ibadah itu, tergambar bagi kita, semakin sukses seseorang, maka semakin berpeluang untuk menganekaragamkan dan melengkapkan bentuk ibadahnya.
Alangkah indahnya hidup kita jika sehari-hari kita dapat mendasarkan setiap kegiatan kita sebagai ibadah kepada sang Pencipta.

Hadirin yang dirahmati Allah.
Semoga kita semua selalu dimudahkan untuk melaksanakan nasihat-nasihat yang baik, termasuk nasihat dari para sahabat nabi Muhammad SAW. Salah satu sahabat yang kita angkat nasihatnya adalah ‘Ammar bin Yasir RA. “Cukuplah kematian sebagai nasihat, keyakinan sebagai kekayaan dan ibadah sebagai kesibukan (كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا، وَكَفَى بِالْيَقِيْنِ غِنًى، وَكَفَى بِالْعِبَادَةِ شُغْلًا) .”
Marilah kita berdoa untuk kebaikan kita di dunia dan akhirat, kebaikan bangsa dan para pemimpin, serta negara kita tercinta. “Ya Allah, ampunilah kaum mukminin laki-laki dan wanita, kaum muslimin laki-laki dan wanita, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar, Mahadekat, Dzat yang mengabulkan doa.”
Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu sebelum kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Ya Allah, jadikanlah para pemimpin kami orang-orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan orang-orang beriman. Ya Allah, mudahkanlah para pemimpin kami untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, dekatkanlah para pemimpin kami kepada orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami sebagai orang yang baik, di mana pun para pemimpin itu berada.”
Ya Allah, berikanlah taufik kepada pemimpin kami untuk menempuh jalan yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Ya Allah, bantulah meraka dalam melakukan ketaatan kepada-Mu dan berilah mereka petunjuk ke jalan yang lurus. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari setiap fitnah dan masalah, baik yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar